Inisiator Wanti-wanti Materi Revisi UUPA Tidak Lebih 30 Persen Perubahannya
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Inisiator sekaligus perancang UUPA, Ahmad Farhan Hamid. [Foto: dok MPR]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pembahasan draft revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh atau di Aceh dikenal UUPA, menuai banyak kritikan dan masukan dari berbagai pihak, baik LSM, Aktivis, maupun Akademisi.
Namun, di satu sisi, pembahasan tersebut dinilai terkesan tertutup. Hal itu dibuktikan dengan pembahasan yang hanya dilakukan oleh legislatif, sedangkan eksekutif tidak menjadikan sebagai target utama atau prioritas.
Menurut Inisiator sekaligus perancang UUPA, Ahmad Farhan Hamid mengatakan, saat ini pihak DPRA jauh lebih terbuka sehingga diketahui oleh publik sedang melakukan perubahan.
Dirinya pun mengetahui Gubernur Aceh sudah pernah membentuk tim untuk perubahan UUPA berdasarkan usulan dari pihak eksekutif dan mereka sudah membuat drafnya.
“Pihak Forum Bersama (Forbes) DPR RI dan DPD RI asal Aceh juga sudah punya draft, anggota DPD juga punya pemikiran untuk perubahan,” ujarnya kepada Dialeksis.com, Senin (27/3/2023).
Lalu, kata dia, Tim yang dibentuk untuk mengadvokasi perubahan ini melakukan sosialisasi ke 23 kabupaten dan kota. Mereka mengundang orang dalam jumlah terbatas, seperti dari kalangan pimpinan partai politik, ormas, dan tokoh masyarakat diundang dan disampaikan apa yang dirumuskan dan materi apa yang sudah dirumuskan.
“Jadi jika ada hal-hal yang tidak biasa itu harus diberi masukan kepada DPRA,” ucap Mantan anggota DPR RI ini.
Ia juga mengakui rutin mengikuti pemberitaan dari media Dialeksis.com, yang fokus memberitakan terkait pembahasan draft revisi UUPA.
“Saya gembira banyak yang memberikan komentar yang sifatnya sangat kontruktif memberikan masukan kepada DPRA. Ada reaksi positif dari teman-teman yang tidak terlibat dalam proses perubahan terutama aktivis,” imbuhnya.
Ia berharap, DPRA tidak reaktif sebaiknya menampung, masih ada waktu bila perlu mereka diundang untuk menyampaikan isi pikirannya.
Di samping itu, ia mengingatkan kepada siapapun yang mengusulkan perubahan, baru dikatakan perubahan kalau materinya tidak lebih 30 persen. Kalau sudah lebih dari 30 persen bukan lagi perubahan tapi pembentukan UU baru dan itu mesti berhati-hati sekali.
“Juga perlu dalam waktu dekat mengkonsolidasi draft revisi UUPA itu, jadi semua pihak DPRA, DPD, DPR RI lalu pemerintah Aceh sebaiknya ikut dilibatkan perguruan tinggi (USK, UIN Ar Raniry, UTU, Unimal, dan Unsam,” jelasnya.
Kemudian, menurutnya, dalam perumusan nanti lebih maksimal lagi jika ada sesi dengan lembaga yang dihasilkan dengan UUPA, seperti MPU, MAA, dan lainnya. Agar mereka memahami posisi lembaga tersebut mengalami perubahan atau tidak.
“Nanti tim kecil DPRA memformulasikan dengan baik untuk mengukur secara kuantitatif apakah sudah melebih 30 persen atau tidak,” terangnya.
Kemudian, lanjutnya, dititipkan secara khusus kepada Forbes sekalian pihak DPRA datang ke DPR RI utk menyerahkan rancangan itu untuk dipertimbangkan dengan baik oleh pimpinan fraksi dan DPR.
“Jadi harus dikerjakan dan terlihat semua komponen masyarakat Aceh bersatu padu dan bersepakat tentang materi perubahan,” pungkasnya. (Nor)