Beranda / Berita / Aceh / Inisiatif Rama Herawati Ubah USK Jadi Kampus Zero Waste

Inisiatif Rama Herawati Ubah USK Jadi Kampus Zero Waste

Kamis, 01 Desember 2022 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Pemilahan sampah plastik dan residu yang dilakukan oleh beberapa relawan Bank sampah USK di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. [Foto: Ist]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sebagai seorang aktivis lingkungan hidup, Rama Herawati (48) yakin, kepedulian masyarakat akan sampah akan membuka peluang untuk mengatasi berbagai masalah ekologis lain yang lebih besar, seperti pemanasan global. Itulah mengapa ia mendirikan Bank Sampah di Universitas Syiah Kuala pada 2019 untuk menangani berbagai jenis sampah.  

Awal mula inisiatif didirikan Bank Sampah di Universitas Syiah Kuala dikarenakan melihat masih pengelolaan sampah masih carut marut. Jika ada kegiatan di kampus, sampah banyak bertebaran di bawah kursi. Kalau ada pesta perkawinan itu sampah ada dimana-mana.

"Kalau ada acara keramaian aja itu urusan sampah nomor kesekian jadi tidak ada yang malu sampah berserakan sampai sekarang juga kalau tidak kita kawal di pesta perkawinan itu kayak kubangan sampah," ujar Rama Herawati saat ditemui beberapa hari yang lalu di Internasional Festival Food, Banda Aceh.

Dengan hadirnya Bank Sampah USK ini, Rama ingin mengubah mindset segenap kalangan citivitas akademisi Universitas Syiah Kuala baik mahasiswa, dosen, dan segenap masyakarat yang tinggal disekitar kampus untuk senantiasa memilah sampah dan bertanggung jawab terhadap sampah yang dihasilkannnya.

Bank sampah berdiri di universitas supaya universitas dengan ribuan mahasiswanya bisa bertanggung jawab. Bukan hanya mahasiswanya, dosen dosennya juga harus bertanggung jawab seluruh akademisi yang terlibat di sini seperti magnet banyak sekali disini orang jago dan orang pintar berkumpul disini dengan kehadiran bank sampah USK bisa bertanggung jawab dengan sampahnya sendiri.

"Program ini sama dengan program green kampus yang dicanangkan oleh USK sendiri," ujarnya.

Mengubah mindset orang bukan perkara yang mudah seperti membalikkan telapak tangan. Sampah tetap menjadi tanggung jawab pemiliknya. Sebelum dimasukkan kedalam tong sampah itu harus dipilah lagi. "Kenapa harus dipilah, karena setiap sampah itu ada cuannnya," ujar Rama.

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2017, komponen terbesar sampah yang bermuara di tempat pembuangan akhir (TPA) adalah sampah organik sebesar 60 persen dan sampah plastik sebesar 14 persen.

"Padahal kalau sudah dipilah, sampah bisa menjadi sumber daya yang bernilai dan tak terbatas," kata Rama Herawati.

Untuk mengumpulkan sampah, Rama Herawati menjelaskan, sampai saat ini BSU telah mempunyai sekitar 250 nasabah aktif yang berasal dari berbagai kalangan yaitu, warga kampus dan sekitar, sekolah dan pesantren, yang secara rutin menyetor sampah secara terpilah.

"Kami akan ambil sampah plastik mereka langsung ke rumah," kata Rama.

Saat ini bank sampah USK melibatkan relawan yang berasal dari mahasiswa yang dengan sukarela meluangkan waktu, tidak dipaksa dan mereka daftar sendiri. Kuncinya tetap untuk mengedukasi masyarakat.

"Alhamdulillah setiap ada agenda yang kita laksanakan pasti banyak relawan yang daftar. Jadi kami tidak susah dalam bekerja sama," ujarnya.

Rama berharap kedepannya Aceh bisa menjadi pioneer bagi daerah lain di Indonesia terutama dalam penanganan sampah.

Seperti yang diketahui, sampah yang paling besar itu dari sampah organik. Sampah organik banyak yang sudah bercampur dengan sampah plastik yang mana ini diperlukan pemahaman mengenai sampah apalagi sampah organik bisa dibuat menjadi kompos.

Ini yang perlu diedukasi sejak dini. Dan untuk mengurus sampah ini dipilah dari awal dan dari sumber itu sudah selesai masalah sampah. Jadi tetap temanya sampah sendiri bereskan sendiri.

"Setiap agenda yang ada kita berharap ada yang paham mengenai pemilahan sampah agara sampah bisa terkontrol dengan baik," ujarnya.

Kendati begitu, Bank Sampah USK tak hanya berhenti pengelolaan dan edukasi sampah plastik. Mereka juga mengembangkan pengolahan sampah organik. Bank Sampah juga mendirikan peternakan maggot black soldier fly (BSF). Sampah organik sisa dan sisa makanan pun dapat diolah menjadi pupuk.

Nurul Fadhilah, Mahasiswa Universitas Syiah Kuala mengaku takjub dengan kehadiran bank sampah USK. Dirinya sering bergabung menjadi relawan ketika ada agenda edukasi dan patroli kepada masyarakat yang dibuat oleh bank sampah USK.

"Senang rasanya bisa bergabung dalam bank sampah USK, apalagi ketika edukasi dan patroli momentumnnya sangat terasa, kita mengedukasi kepada masyarakat mengenai sampah dan membantu masyarakat dalam memilah sampah dengan baik," kata Nurul.

Nurul berharap pemerintah mewajibkan pemilahan sampah kepada masyarakat. Menurut Nurul, Dengan wajib melakukan pemilahan sampah ini, tidak ada sampah anorganik yang nantinya dibuang ke tempat pembuangan sampah (TPA). Hal ini juga dalam rangka mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA Blang Bintang yang sudah kelebihan kapasitas.

"Diharapkan agar semua pihak terkait ikut (menangani) permasalahan sampah, agar masalah ini dapat cepat terselesaikan," ujar Nurul.

Senada dengan itu, Ramli, Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Syiah Kuala mengapresiasi kehadiran bank sampah USK. Dirinya sering menyetor sampah organik maupun anorganik kepada bank sampah USK.

"Sering kami antar sampah kesana. Kan sekarang di Kopelma Darusalam, sampah tidak boleh dibakar lagi," kata Ramli.

Ramli mengaku, sebelumnya dirinya tidak banyak tau mengenai pemilahan sampah. Seringkali dirinya membuang sampah dan membakar tanpa memilah antara sampah residu dan plastik.

Semenjak hadirnya Bank Sampah USK ini, banyak pengetahun baru yang didapatkan terutama mengenai pemilahan sampah.

"Semoga bank sampah USK bisa tetap eksis kedepannya," ujarnya.[NH]


Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda