Ini Penyebab Harga Jual TBS Sawit Aceh Masih Rendah
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kabupaten penghasil sawit di Aceh, Aceh Barat Daya dilaporkan mengalami kelesuan ekonomi berupa penurunan daya beli masyarakat. Hal ini ditenggarai ekses harga jual komoditas dari wilayah tersebut seperti sawit, mengalami keterpurukan selama lebih satu tahun terakhir.
Kabid Pengolahan dan Pemasaran Perkebunan Distanbun Aceh, Azanuddin Kurnia SP, MP menilai bahwa penurunan harga tandan buah segar (TBS) sawit lokal tidak terlepas dari pengaruh global, disamping sejumlah faktor lainnya seperti ketiadaan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di sejumlah wilayah, khususnya di wilayah Abdya.
" Penurunan harga Jual Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah tidak lepas dari gejolak internasional. Perang dagang amerika china sehingga mau tak mau merembes ke kita. Kemudian penolakan Uni Eropa terhadap CPO Kita. Hal ini mengakibatkan tangki timbun pemasok CPO penuh sehingga mengurangi daya beli dari petani. Disamping faktor lainnya yang selama setahun ini telah dibicarakan baik di tingkat lokal, nasional maupun di tingkat petani sendiri. " jelas pria yang akrab disapa Azan ini kepada Dialeksis.com, Selasa (10/9/2019).
Khusus di Abdya, penurunan harga jual TBS menurut azan, karena di Abdya sendiri tidak ada pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS).
"Pabrik tersebut diperlukan dalam mengolah TBS Sawit menjadi CPO. Bisa saja petani sawit di Abdya harus ke luar abdya mencari pabrik PKS" ujar azan.
Meski demikian Azan menuturkan, sejumlah kabupaten di Aceh harga jual TBS sudah mengalami kenaikan harga meski belum signifikan. Semisal Subulussalam. Dimana petani sawit Nagan mulai menjual sawit ke Subulussalam. "Kenaikan tersebut lumayan, sekitar 50 sampai 70 rupiah" imbuhnya.
Menurut Azan, sejauh ini upaya yang dilakukan Distanbun Aceh dalam menanggulangi gejolak harga TBS di kalangan petani antara lain secara berkala menetapkan harga TBS.
"Minimal sebulan sekali. Itu menjadi panduan harga bagi seluruh PKS dan petani dalam melakukan transaksi jual beli. Kemduian kita mendorong pemerintah Kabupaten/Kota untuk membentuk kemitraan antara kelompok tani dan PKS. Sehingga bisa mempersingkat rantai pemasaran" lanjut azan.
Azan menuturkan, selama ini petani sawit tidak dapat memperoleh keuntungan maksimal ekses banyaknya rantai pemasaran. Mulai dari pengepul, pedagang pasar sampai ke pemasok yang memiliki SP atau surat pengantar. Orang yang memiliki Surat Pengantar inilah yang kemudian membawa TBS ke PKS.
"Jadi ada dua hingga tiga rantai pemasaran disitu, dimana setiap rantai pemasaran mengambil keuntungan. Secara ekonomi sah, namun tak jarang dalam satu tingkat pemasaran lebih tinggi mengambil keuntungan. Seharusnya bila bermitra, petani atau kelompok tani dapat langsung memasarkan ke PKS. Sehingga petani dapat memperoleh keuntungan maksimal" jelasnya panjang lebar.
Pemerintah Aceh sendiri melalui Distanbun Aceh telah berupaya mendorong kemitraan tersebut di beberapa kabupaten, seperti Subulussalam, Aceh Barat dan Insya Allah ke depan Aceh Tamiang.
" Pemerintah Provinsi hanya mendorong fasilitasi, teknis tetap di kabupaten/kota. Disisi lain, kita juga memberikan apresiasi dengan gebrakan investor lokal yang juga terus berupaya memberdayakan kesejahteraan petani sawit melalui aktivitas ekspor sawit Aceh ke mancanegara" tukasnya
Terakhir, Azan menghimbau kepada semua perusahaan agar membeli TBS petani itu sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah.
"Kemudian bagi petani sendiri agar menjual TBS nya sesuai dengan kriteria yang sudah disepakati bersama antara petani dan PKS. Jadi perusahaan ingin buah yang bagus, petani juga memberikan buah yang layak sebagaimana seharusnya. Disamping yang tak kalah penting, Pemerintah Daerah perlu mempercepat membangun kemitraan antara PKS dengan petani" pungkas azan. (pd)