Ini Kata Pakar Unsyiah Terkait Pengembangan Kopi Gayo
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kopi arabika gayo merupakan salah satu kopi unggulan terbaik Indonesia yang memiliki cita rasa khas dan sangat diminati warga dunia, namun sayang dalam pengembangan masih belum signifikan.
Pakar sensori dan agroindustri kopi arabika gayo dari Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Dr Safrizal, ST, M.Si mengatakan,pengemabangan kopi gayo sendiri hanya sebatas pada roasting (sangrai), pengemasan dan produk konsumsi yang hanya ditangani kurang dari 10 persen.
"Sebahagian besar kopi kita dijual kepasar internasional melalui jalur ekspor mencapai 85% dari keseluruhan biji kopi (greenbean) di provinsi Aceh, sehingga tentu saja ini memberikan keuntungan lebih kecil kepada petanidan pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan biji kopi yang sudah di olah lebih lanjut," kata Safrizal pada seminar virtual ‘branding dan penguasaan pasar produk kopi rakyat’ yang digagas akademisi Teknik Pertanian Unsyiah, kamis (23/7/2020).
Pakar yang juga Dosen Jurusan Teknik Pertanian Unsyiah meberikan dua skema yang harus menjadi fokus pekerjaan pemerintah dalam meningkatkan nilai tambah pada komoditas kopi.
Skema pertama yang ia sarankan ialah pemerintah perlu membuat program stimulus hilirisasi kopi arabika gayo lebih inovatif dan produktif. Misalnya, dengan memfasilitasi industri-industri kecil untuk pengolahan. Minimal pengolahan siap konsumsi dan pembiayaan untuk industri-industri star-up (mulai tumbuh).
Skema kedua yang ia tawarkan peran dari masyarakat dan swasta atau pelaku agroindustri di bidang kopi agar dapat membuat varian produk kopi yang lebih beragam. Misalnya, kopi vulcano. Kopi yang tumbuh di pegunungan Burni Telong.
Varian yang unik dan beragam ini menurutnya, sangat membantu dan membuat daya tarik penjualan kopi lebih banyak. Dengan tahapan branding pembeli terpikat dengan bentuk kemasan, rasa kopi yang baru, dan dengan seduhan yang kreatif pula.
"Kualitas kopi harus terus dijaga baik di tahapan on-farm, off-farm maupun pengolahannya di industri (sektor hilir). Kontinuitas produksi dan konsistensi kualitas adalah hal yg sangat penting diperhatikan," ungkapnya.
Sementara itu, CEO Aromabica Coffee, Ihsanuddin dalam seminar tersebut menerangkan bahwa semenjak pandemi Covid-19 muncul dibarengi dengan perubahan iklim, bisnis penjualan kopi arabika gayo mengalami penurunan.
“Meski mengalami penurunan, kita para pengusaha kopi terus mencoba melaukan terobosan-terobosan, selain meningkatkan pola-pola pemasaran yang lebih beragam termasuk penggunaan multimedia, online, juga menyelenggaran event-event untuk mempromosikan keunggulan kopi kita kepada masyarakat nusantara dan dunia,” terang Ihsan.
Turut memberikan pengantar diskusi dalam seminar ini adalah Dr Rahmat Fadhil M.Sc selaku ketua tim dari program pengabdian kepada masyarakat dalam pengembangan agroindustri kopi gayo.
Rahmat dalam pengantarnya mengingatkan, bahwa sudah saatnya Aceh memiliki roadmap (peta jalan) bagi pengembangan agroindustri kopi gayo ini secara jelas.
“Kita perlu menyusun ‘wajah’ agroindustri kopi gayo untuk 10 sampai 20 tahun mendatang seperti apa, jangan seperti ini-ini saja keadaaannya. Sehingga nanti dalam rentang waktu yang kita rencanakan itu, ada tahapan-tahapan pekerjaan besar secara sistematis dan strategi dalam pengembangan agroindustri kopi gayo yang jauh kedepan (foresight) secara visioner,” ungkap peneliti yang mendapat gelar ‘lelaki satu milyar’ itu, karena pernah memenangkan hibah penelitian dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan RI tahun 2020.(IDW)