IDI Aceh Sebut Mutasi B 1617 di India Diindikasi Lebih Ganas dari B 117 di Inggris
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Foto: Ist
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kemarin, Senin (26/4/2021), Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin menyatakan mutasi varian baru dari virus Covid-19 B 1617 yang menyebar di India kini sudah mulai masuk ke Indonesia.
Menurut Menkes, jenis varian baru ini sudah menginfeksi warga Indonesia, bahkan teridentifikasi ada 10 orang yang terkena.
Dari hasil pemaparannya itu, enam di antaranya berasal dari impor (warga luar yang masuk ke Indonesia), sedangkan empat lainnya adalah transmisi lokal. 2 orang di Sumatra, 1 orang di Jawa Barat, dan 1 orang lagi Kalimantan Selatan.
Menyikapi berita ini, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Aceh, dr Safrizal Rahman mengatakan, mutasi virus B 1617 ini dikhawatirkan bersifat lebih ganas daripada virus pendahulunya.
Ia mengatakan, walaupun belum ada rilis pasti terkait identifikasi sifat keganasan mutasi virus B 1617, namun terdapat laporan yang datang dari sebuah Rumah Sakit di India bahwa 20 persen pasien yang terpapar mutasi baru ini adalah anak-anak.
“Selama ini anak-anak relatif lebih aman, tetapi mutasi baru ini bisa menginfeksi anak-anak berdasarkan sebuah laporan dari sebuah rumah sakit,” ujar dr Safrizal saat dihubungi Dialeksis.com, Selasa (27/4/2021).
Adapun dampak dari B 1617 yang menyebar luas di India, lanjut dia, terindikasi lebih ganas daripada mutasi varian B 117 yang berasal dari Inggris.
Dan ia mengatakan, efek dan daya tahan dari kedua varian mutasi virus ini sangatlah berbeda.
Sementara itu, dr Safrizal mengatakan, penegakan protokol kesehatan (prokes) dengan menerapkan prokes 3 M atau 4 M, terbilang masih efektif dalam mengurangi risiko terjangkit mutasi B 1617. Ia mengatakan demikian karena tujuan penerapan protokol kesehatan ialah untuk tidak menyebar virus secara masif dan luas.
Akan tetapi, lanjut dia, manusia sendirilah yang harus sangat disiplin dalam menegakkan protokol kesehatan terhadap dirinya.
“Membuat slogan di sana-sini, tapi tidak dilaksanakan kan nggak ada gunanya. Jadi, protokol kesehatan terutama memakai masker, menjaga jarak, menghindari keramaian, kemudian mengurangi mobilisasi, pasti efektif untuk melawan ini,” tegas dia.
dr Safrizal juga mengatakan, akhir dari sebuah pandemi harus diumumkan secara resmi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Oleh demikian, dr Safrizal mengingatkan masyarakat agar tidak abai dan lalai terhadap pengetatan dan kewaspadaan terhadap pandemi yang masih belum usai ini.
“Apa yang terjadi di India, itu kan karena memang mereka lalai, mereka mungkin merasa sudah mengakhiri pandemi. Padahal akhir dari pandemi ini harus diumumkan resmi oleh WHO, sehingga mereka menjadi lalai, abai dan akhirnya terjadi lonjakan,” kata dia.
Untuk mengantisipasi agar temuan B 1617 di Indonesia tidak sampai menyebar luas, Ketua IDI Provinsi Aceh tersebut turut menyarankan Pemerintah Aceh agar melakukan pembatasan transportasi dan pembatasan gerakan manusia berbasis kabupaten/kota, tidak hanya per provinsi.
“Kalau misalnya berbasis provinsi kan artinya dari Sumatra Utara nggak boleh masuk ke Aceh, tapi di antara kita-kita masih boleh. Ini kan dampaknya nggak akan maksimal karena memang virusnya sudah ada di dalam. Yang namanya orang mudik itu kan sebenarnya dari Banda Aceh ke Sigli, atau dari Banda Aceh ke Takengon dan segala macamnya itu. Ini kan masih memungkinkan kalau basisnya itu tingkat provinsi,” jelas dia.
Mungkin akan lebih efektif kalau pembatasan gerakan itu skalanya per kabupaten/kota, mudah-mudahan ini sudah disiapkan oleh pemerintah provinsi,” pungkas Ketua IDI Aceh.