Beranda / Berita / Aceh / Digdata.id Perkenalkan Dashboard Data untuk Tingkatkan Kualitas Pemberitaan Lingkungan

Digdata.id Perkenalkan Dashboard Data untuk Tingkatkan Kualitas Pemberitaan Lingkungan

Jum`at, 04 Oktober 2024 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Diseminasi Dashboard Data Hutan Aceh dan Kawasan Ekosistem Leuser yang diselenggarakan oleh Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HaKA) bersam media digdata.id di Escape Green Bitro, Banda Aceh, Jumat (4/10/2024). [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Di era digital seperti sekarang, tanpa sadar telah hidup di tengah-tengah lautan data. Data ini tersedia dari berbagai sumber, termasuk pemerintah, lembaga swasta, organisasi masyarakat sipil, hingga media sosial, terutama yang berhubungan dengan isu-isu lingkungan hidup

Namun, permasalahan yang dihadapi adalah bahwa sebagian besar data ini tidak mudah diolah dan dipahami oleh publik, terutama bagi jurnalis yang membutuhkan informasi cepat dan akurat. 

Data yang tersedia sering kali berbentuk dokumen PDF atau kode-kode teknis seperti API (Application Programming Interface), yang memerlukan kemampuan teknis dan alat khusus untuk mengubahnya menjadi format yang lebih mudah diakses.

Chief Executive Officer Digdata.id, Hotli Simanjuntak, menyatakan bahwa banyak pihak, terutama jurnalis, masih kesulitan dalam mengakses dan mengolah data ini. 

"Masalah utama adalah data yang tersebar luas tidak banyak diolah menjadi informasi yang siap pakai. Ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan teknis dalam menambang data serta melakukan analisis mendalam," ungkap Hotli dalam acara Diseminasi Dashboard Data Hutan Aceh dan Kawasan Ekosistem Leuser yang diselenggarakan oleh Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HaKA) bersama media digdata.id di Escape Green Bitro, Banda Aceh, Jumat (4/10/2024).

Menurut Hotli, banyak data penting yang berkaitan dengan lingkungan hidup, khususnya isu kerusakan hutan, tidak terungkap secara maksimal karena minimnya kemampuan untuk menganalisis data dalam jumlah besar. 

"Jurnalis sering kali kebingungan ketika dihadapkan dengan data yang begitu banyak, apalagi dengan ritme kerja mereka yang harus cepat dan akurat," tambahnya. 

Padahal, di balik angka-angka yang tersimpan dalam data, banyak informasi menarik yang bisa diangkat menjadi cerita substansial dan bernilai tinggi, tidak hanya untuk pemberitaan tetapi juga sebagai acuan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan.

Untuk menjawab tantangan ini, Yayasan Digdata berupaya menyederhanakan proses penambangan, analisis, hingga visualisasi data. 

Salah satu inisiatif mereka adalah menghadirkan Dashboard Data Hutan Aceh dan Kawasan Ekosistem Leuser, sebuah platform yang memudahkan publik, terutama jurnalis, dalam mengakses dan menganalisis data lingkungan hidup.

"Dashboard ini memuat data tentang kerusakan hutan dan Kawasan Ekosistem Leuser yang selama ini sulit diakses publik, termasuk jurnalis. Dengan adanya dashboard ini, kami berharap informasi tersebut bisa lebih mudah diperoleh, diolah, dan dianalisis sehingga menghasilkan cerita-cerita yang berbasis data, objektif, dan informatif," kata Hotli. 

Lebih lanjut, Hotli menjelaskan bahwa data adalah bagian dari fakta, dan fakta adalah dasar dari jurnalistik yang kuat. 

"Dengan data, kita bisa menghasilkan laporan yang tidak hanya bersifat naratif, tetapi juga didukung oleh bukti-bukti konkret yang bisa dipertanggungjawabkan. Ini adalah pendekatan yang berbeda, tetapi sangat penting untuk masa depan jurnalistik," ujarnya, mengutip pandangan Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam buku 10 Elemen Jurnalisme.

Selama ini, akses terhadap data kerusakan tutupan hutan di Aceh sering kali terbatas oleh birokrasi yang panjang. Publik dan jurnalis harus melalui proses administrasi yang rumit untuk mendapatkan data dari pemerintah. 

"Proses yang panjang ini jelas tidak sejalan dengan kebutuhan jurnalis yang sering kali harus bekerja dengan cepat," tambah Hotli.

Dengan adanya dashboard data ini, Digdata.id berharap dapat membantu meningkatkan keterbukaan informasi publik. 

Jurnalis dan pemangku kepentingan lainnya kini bisa dengan mudah mengakses data yang diperlukan tanpa harus melalui birokrasi yang rumit. 

Selain itu, dashboard ini juga bisa dimanfaatkan oleh akademisi dan lembaga riset untuk melakukan penelitian mendalam terkait kerusakan hutan di Aceh dan Kawasan Ekosistem Leuser.

Selain menyediakan data lingkungan hidup, Digdata.id juga mendorong pemerintah Aceh untuk lebih terbuka dalam menyediakan data terkait kerusakan hutan dan isu lingkungan lainnya. 

"Transparansi dan akuntabilitas pemerintah dalam menyediakan data terbuka berbasis web sangat penting, tidak hanya bagi jurnalis tetapi juga bagi publik luas," kata Hotli. 

Ia menambahkan bahwa pemerintah perlu menyediakan data yang mudah diakses oleh publik tanpa harus melalui proses birokrasi yang panjang, sebagai bagian dari upaya meningkatkan transparansi dan keterbukaan informasi publik.

Dalam rencana tindak lanjutnya, Digdata.id juga akan terus mengembangkan dashboard data ini agar lebih komprehensif. 

Rencananya, beberapa data tambahan seperti kebencanaan, Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla), dan pertambangan ilegal akan dimasukkan ke dalam dashboard untuk memudahkan publik mendapatkan informasi yang lebih luas.

"Ini bukan hanya soal menyajikan data, tetapi juga tentang bagaimana data tersebut bisa digunakan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap isu lingkungan," ujar Hotli. 

Ia juga berharap bahwa dengan adanya inisiatif ini, jurnalis di Aceh bisa lebih terbiasa menggunakan data dalam pemberitaan mereka, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas informasi yang disampaikan kepada publik.

Acara yang dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan ini juga menjadi ajang untuk mendapatkan masukan dari peserta terkait pengembangan dashboard. 

Dengan adanya dashboard data hutan ini, diharapkan jurnalis dan publik dapat lebih mudah menemukan cerita-cerita menarik yang berbasis data, sehingga mampu memberikan dampak positif bagi lingkungan hidup, kebijakan, dan pemberitaan di Aceh.

"Kami berharap dengan adanya diskusi ini, dashboard yang kami hadirkan bisa lebih mudah diakses dan dipahami oleh semua kalangan, terutama oleh jurnalis dan peneliti," tutup Hotli. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI