DIALEKSIS.COM | Meulaboh - Kasus HIV/AIDS di Aceh Barat kian mencemaskan. Lola Alfira, pemerhati perempuan dan masyarakat, menilai penyebaran penyakit ini erat kaitannya dengan masuknya pekerja dari luar daerah, terutama di sektor tambang dan pelayaran.
“Sejak perusahaan tambang mendatangkan banyak pekerja dari luar, kondisi sosial masyarakat ikut berubah. Pekerja yang pulang cuti, lalu kembali masuk kerja, bisa saja membawa virus,” kata Lola saat berbincang dengan Dialeksis, Minggu, 17 Agustus 2025.
Lola mengungkapkan, sejumlah pasien yang datang ke fasilitas kesehatan awalnya mengeluh gejala penyakit kelamin, seperti sipilis. Mereka meminta suntikan dan obat, bahkan surat keterangan sehat dari dokter. Permintaan terakhir ditolak. “Ternyata mereka pekerja tambang dan pelaut di kapal besar yang berlabuh di Teluk Mbo,” ujarnya.
Menurutnya, sebagian dari mereka berhubungan dengan kelompok perempuan “nakal” yang memang ada di kawasan itu. “Ada kelompok salon, mahasiswi, sampai ibu rumah tangga. Faktor ekonomi dan gaya hidup jadi pemicu,” kata Lola.
Masalah tidak berhenti di situ. Banyak pasien, kata Lola, baru mengetahui dirinya positif HIV setelah diperiksa di rumah sakit. Namun ketika identitasnya bocor, mereka memilih kabur. “Kalau ketahuan warga, mereka bisa diusir dari kampung. Akhirnya, pasien lari keluar daerah, enggan berobat lagi,” ujarnya.
Pasien yang tetap bertahan biasanya karena mendapat dukungan keluarga. Tanpa itu, kata Lola, mustahil mereka bisa konsisten menjalani perawatan.
Data awal kasus HIV/AIDS biasanya muncul dari Dinas Kesehatan dan rumah sakit umum daerah. Setelah itu, barulah diteruskan ke instansi terkait. Namun, menurut Lola, tindak lanjutnya sering mandek. “Kalau jumlah kasus makin bertambah, berarti memang belum ada langkah nyata. Pemerintah daerah harus lebih serius,” katanya.
Lola menekankan pentingnya keterlibatan semua pihak. Perusahaan, misalnya, wajib menggelar screening atau pemeriksaan kesehatan rutin. “Kalau ada yang positif, harus segera dikarantina,” ujarnya.
Ia juga menyoroti perlunya kampanye pencegahan lewat sekolah, kampus, hingga komunitas. Aparat, kata Lola, harus menindak tegas praktik prostitusi terselubung yang marak di kafe-kafe gelap. “Satpol PP dan WH jangan diam. Kapolres dan Dandim juga harus menertibkan anak buahnya yang membekingi tempat-tempat seperti itu,” tegasnya.
Lola menambahkan, ulama perlu dilibatkan agar pendekatan moral dan agama bisa berjalan beriringan dengan upaya medis dan hukum. “Semua pihak harus bertanggung jawab. Kalau tidak, HIV/AIDS akan terus meningkat di Aceh Barat,” ujarnya.