Beranda / Berita / Aceh / Hermanto Tanggapi Polemik Pembangunan Jalan Kota Subulussalam

Hermanto Tanggapi Polemik Pembangunan Jalan Kota Subulussalam

Jum`at, 12 November 2021 21:30 WIB

Font: Ukuran: - +


Praktisi Hukum, Pengamat Pemerintahan dan Pembangunan, Hermanto. [Foto: IST]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Praktisi Hukum, Pengamat Pemerintahan dan Pembangunan Hermanto SH ikut menyahuti polemik yang terjadi soal pembangunan jalan Kota Subulussalam dan tudingan terhadap Amri Mirza.

Hermanto mengatakan, pernyataan yang dilontarkan oleh Sofian Efendi serta pernyataan yang dituangkan dalam spanduk aksi yang dituliskan dengan kata 'Saudara Amri Mirza PPK 2.6 dan Direktur Putra Ananda tolong dibayarkan uang kami yang sudah masuk ke pekerjaan preservasi jalan Kota Subulussalam' adalah tindakan yang berlawanan dengan hukum yaitu menyerang kehormatan dan nama baik seseorang.

Ia melanjutkan, merujuk pada legal aspek aturan hukum dapat disimpulkan bahwa pencemaran nama baik merupakan suatu tindakan menyerang kehormatan seseorang atau mencemarkan nama baik melalui lisan atau tulisan. 

Pencemaran nama baik ini, lanjut dia, digolongkan menjadi beberapa bagian yaitu, pencemaran terhadap perorangan, kelompok, agama, orang yang telah meninggal, dan para pejabat;

"Tindakan para pihak yang menuduh dan melakukan tindakan secara verbal terhadap Amri Mirza PPK 2.6 dan Direktur Putra Ananda dapat dikategorikan sebagai unsur pidana atau adanya unsur perbuatan melawan hukum yaitu tentang pencemaran nama baik sebagaimana telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan termuat pada pasal 310 KUHP," ujar Hermanto melalui siaran pers yang diterima Dialeksis.com, Banda Aceh, Jumat (12/11/2021).

Hermanto menjelaskan, Penistaan Pasal 310 Ayat (1) KUHP menurut R. Soesilo, supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka penghinaan itu harus dilakukan dengan cara "menuduh seseorang telah melakukan perbuatan tertentu” dengan maksud agar tuduhan itu tersiar (diketahui oleh orang banyak). 

Perbuatan yang dituduhkan itu, kata dia, tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum seperti mencuri, menggelapkan, berzina dan sebagainya, cukup dengan perbuatan biasa, sudah tentu suatu perbuatan yang memalukan.

Sementara itu, Penistaan Dengan Tulisan Pasal 310 Ayat (2) KUHP Menurut R. Soesilo sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 310 KUHP, apabila tuduhan tersebut dilakukan dengan tulisan (surat) atau gambar, maka kejahatan itu dinamakan “menista dengan surat”. Jadi seseorang dapat dituntut menurut pasal ini jika tuduhan atau kata-kata hinaan dilakukan dengan surat atau gambar.

Berkaitan dengan adanya polemik dan tuduhan kepada Amri Mirza sebagai PPK 26 atas pembangunan jalan paket pekerjaan Proyek Preservasi Jalan Kota Subulussalam, Hermanto menduga punya hubungan dan relasi atas upaya pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan dengan membenturkan konflik yang memang sengaja dirancang secara khusus.

Padahal, kata dia, pada pokoknya proses pelaksanaan atas tender dan mekanisme pelaksanaan kegiatan sama sekali tidak melanggar hukum atau adanya perbuatan melawan hukum

"Justru selama proses berlangsung PPK sebagai pihak yang bertanggungjawab telah menjalankan tanggungjawabnya untuk melindungi agar pembangunan jalan ini tidak menimbulkan dampak hukum serta merugikan keuangan negara," ungkap Hermanto.

Di sisi lain, Hermanto menuturkan bahwa polemik antara para pihak yaitu pelaksana proyek dan penanggung jawab melalui perusahaan PT Putra Ananda adalah konflik yang terjadi antar para pihak, jadi berdasarkan fakta tersebut secara duduk perkara hukum ini murni konflik antara pelaksana kegiatan dengan mereka yang meminjamkan perusahaan dan sangat jelas bahwa konflik ini tidak ada relevansi apapun dengan PPK.

"Sehingga dapat dipastikan bahwa menarik PPK dalam konflik yang sedang berlangung adalah perbuatan yang disengaja untuk mencari keuntungan tertentu dengan maksud dan tujuan diduga untuk pemerasan dengan alasan dan dalil yang tidak dapat ditelorir serta bertentangan dengan hukum," jelasnya.

Adapun mengenai pemberitaan media online di Aceh dengan judul “Kala PPK BPJN Aceh Minta Jatah Proyek di Jalan Nasional," menurut Hermanto adalah sebuah narasi yang tidak berimbang sesuai dengan kaidah jurnalistik, serta tidak berdasarkan data hukum.

Karena, tegas Hermanto, pernyataan yang dilakukan oleh Sofian Efendi adalah pernyataan yang dilakukan secara sengaja dan tidak dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan data dan dokumen serta termasuk dalam proses penyebaran fitnah terencana untuk menjatuhkan wibawa dan nama baik seseorang.

Hermanto menyebutkan jika Sofian Efendi secara terang-benderang menuduh dengan tidak disertai bukti yang cukup terhadap PPK 2.6 atas nama Amri Mirza, dan perlu dijelaskan bahwa dalam proses pemberitaan tersebut para pihak sama sekali tidak melakukan upaya cover both side (pemberitaan berimbang) dan langsung menuduh dengan hanya bermodalkan pada pernyataan narasumber atas nama Sofian Efendi, dan tindakan ini bertentangan dengan UU Pers.

Kemudian, lanjutnya, konflik antara pemilik perusahaan dan peminjam perusahaan adalah konflik yang sama sekali tidak punya hubungan serta relevansi dengan proses pelaksanaan pekerjaan jalan, dan tidak pula punya hirarki dengan tuduhan yang telah dilontarkan oleh Sofian Efendi.

Hermanto mengatakan, konflik para pihak dilatarbelakangi oleh proses pinjam-meminjam perusahaan serta pekerjaan yang dijanjikan antara mereka (sofian-RED) dengan pihak pelaksana lapangan. 

"Dalam hal ini sama sekali tidak punya garis hubungan dengan Mirza sebagai PPK 2.6, maka atas dasar tersebut perlu dijelaskan bahwa tuduhan yang telah dipublikasi terhadap PPK 2.6 di media adalah tindakan melawan hukum dan masuk kategori pencemaran nama baik serta merendahkan martabat dan atas hal tersebut upaya hukum dapat dilanjutkan dengan melaporkan ke Kepolisian," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda