kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Hari Toleransi Internasional, FKUB Aceh: Kita Sudah Rukun Sejak Ratusan Tahun

Hari Toleransi Internasional, FKUB Aceh: Kita Sudah Rukun Sejak Ratusan Tahun

Senin, 16 November 2020 18:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Roni
Ketua FKUB Aceh, Nasir Zalba. [Foto: Zuhri Noviandi/Kumparan]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - International Day of Tolerance atau Hari Toleransi Internasional diperingati setiap tahun pada 16 November.

Toleransi dalam konteks Aceh, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Aceh, Nasir Zalba mengatakan, antar umat beragama di Aceh sudah hidup rukun dan saling menjaga toleransi sejak ratusan tahun lalu.

Umat Katolik di belakang Pangdam itu sudah ratusan tahun. Kemudian ada Gereja, Klenteng, Vihara dapat kita saksikan di Aceh. Saudara-saudara kita non-muslim melaksanakan ibadah Natal, Tahun Baru dan ritual lainnya, kita tidak pernah ganggu, hambat atau dihalang-halangi. Semuanya rukun damai," jelas Nasir saat dihubungi Dialeksis.com, Senin (16/11/2020).

Terkait beberapa hasil survei yang menempatkan Aceh di urutan terbawah mengenai toleransi, Ketua FKUB Aceh itu berujar, tidak boleh menyamakan metodologi riset antara di daerah lain dengan realita kehidupan di Aceh.

"Kalau dilakukan survei di suatu komunitas yang homogen, misal muslim semua, terus ada kuesioner yang diedarkan dengan pertanyaan, setujukah Anda kalau di kampung Anda dibangun gereja. Nah, kalau ada respondennya 100 orang, pasti semuanya jawab nggak setuju. Jika pertanyaan itu yang diajukan, intoleran semua kita," jelasnya.

"Toleransi itu adalah soal menjaga, saling menghormati dan tidak mengganggu antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Dan itu sudah kita terapkan sejak ratusan tahun di Aceh," ungkap Nasir.

Ia mencontohkan, kehidupan antar umat beragama antara etnis Tionghoa di Peunayong, Gampong Mulia. "Kita cukup rukun. Malah etnis Tionghoa di situ kalau jelang Ramadhan, bagikan sembako untuk kaum dhuafa," jelasnya.

"Kita damai sampai sekarang. Cuma kadang-kadang direcoki pihak-pihak lain. Makanya saya kira ke depan kita harus terus mengembangkan dan membangun dialog antar suku, etnis dan umat beragama, itu penting. Dengan dialog itulah semuanya bisa kita selesaikan. Kadang yang terjadi macetnya komunikasi di antara kita, ini yang nggak boleh terjadi," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda