DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2025 menjadi momen refleksi penting bagi para orangtua.
Psikolog anak dari Klinik Psikodista, Sara Ruhghea Imaddudin, mengingatkan anak bukan sekadar objek didikan, tetapi subjek yang juga memiliki hak untuk didengarkan dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
"Kasus paling sering yang saya tangani, umumnya berakar dari anak yang tidak pernah didengar oleh orangtuanya. Mereka tidak diberi ruang untuk menyampaikan pendapat atau menentukan pilihan," kata Sara kepada Dialeksis, Selasa.
Hari Anak Nasional diperingati setiap 23 Juli sejak ditetapkannya Undang-Undang tentang Kesejahteraan Anak pada 1979. Namun, menurut Sara, peringatan ini semestinya tak hanya bersifat seremonial, melainkan menjadi pengingat bahwa anak-anak membutuhkan ruang aman untuk tumbuh, belajar, dan berkembang.
"Orangtua adalah guru pertama bagi anak. Apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan anak di rumah akan menjadi fondasi masa depannya," ungkapnya.
Ia menegaskan pentingnya memberi anak kesempatan untuk belajar dari kesalahan. "Didik mereka bukan dengan ketakutan, tapi dengan empati. Bukan hanya takut akan hukuman," imbuhnya.
Sara juga mendorong semua pihak untuk menjamin hak anak atas pendidikan yang berkualitas tanpa diskriminasi.
"Mari dukung sekolah yang ramah anak dan inklusif. Hadirkan ruang belajar yang menyenangkan, aman, dan bermakna," ujarnya.
Ia menutup dengan pesan tegas, "Stop kekerasan pada anak! Lindungi masa depan mereka, mulai dari hari ini".