Beranda / Berita / Aceh / Hanya Atur Pengeras Suara Masjid, Ketua MIUMI Aceh Nilai Menag Tebarkan Sikap Islamofobia

Hanya Atur Pengeras Suara Masjid, Ketua MIUMI Aceh Nilai Menag Tebarkan Sikap Islamofobia

Sabtu, 26 Februari 2022 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Zakir

Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh Aceh Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Polemik mengenai aturan pengeras suara di Masjid dan Mushalla yang dikeluarkan oleh Menteri Agama (Menag) melalui Surat Edaran No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushalla masih menjadi polemik dikalangan masyarakat Tanah Air.

Bahkan polemik ini semakin membesarkan setelah Menag Yaqut Cholil Qoumas mencoba merasionalkan aturan pengeras suara tersebut dengan mengumpamakan suara toa di tempat ibadah dengan gonggongan anjing di sebuah komplek permukiman warga yang dinilainya sangat mengganggu. Hal ini semakin menuai kecaman dari publik.

Merespon hal tersebut, Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh Aceh Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA menilai, aturan pengeras suar yang dianggap Menag demi toleransi dan ketentraman antar umat beragama sangat keliru.

Bahkan terkait pernyataannya kemudian yang menganalogikan suara toa di tempat ibadah dengan gonggongan anjing tidak dapat diterima dan berpotensi merusak ukhuwah umat Islam dan persatuan bangsa.

“Menggeneralisasikan penggunaan toa untuk azan di masjid dan mushalla menggangu pemeluk agama lain dan mengatasnamakan toleransi adalah keliru dan berlebihan,” ujar Yusran, Sabtu (26/2/2022).

Doktor bidang Fiqh dan Ushul Fiqh pada International Islamic University Malaysia (IIUM) itu juga menyinggung Surat Ederan Menteri Agama yang hanya mengatur soal pengeras suara di tempat ibadah umat Islam, sementara rumah ibadah umat lain tidak disinggung sama sekali.

Dalam hal ini, Yusran Hadi menilai Menag Yaqut telah menunjukkan sifat dan sikapnya yang islamofobia, karena hanya ditujukan khusus untuk umat Islam, sedangkan penggunaan pengeras suara untuk keperluan lainnya, semisal tempat ibadah umat lain, konser musik, pentas seni, pertandingan olah raga, dan lainnya yang sering kali lebih keras dibanding suara Azan di Masjid, tidak ditertibkan.

Yaqut ini menunjukkan sifat dan sikapnya yang islamophobia, karena hanya ditujukan khusus untuk ummat Islam, sedangkan penggunaan pengeras suara untuk keperluan lainnya, semisal konser musik dan lagu, pentas seni, perniagaan, pertandingan olah raga, perkawinan dan lainnya yang sering kali lebih keras dibanding suara Azan, tidak ditertibkan.

“Ini menunjukkan sifat dan sikapnya yang islamophobia, karena hanya ditujukan khusus untuk umat Islam,” ungkap Yusran Hadi.

Terkait alasan toleransi dan demi kerukunan umat beragama, dalam hal ini, menurutnya, juga tidak masuk akal. Karena selama ini umat Islam juga sangat menghormati syiar dan ajaran agama lain seperti bunyi lonceng gereja sebagai syiar panggilan ibadah umat Kristen.

“Selama ini umat Islam menghormati syiar dan ajaran agama lain seperti bunyi lonceng gereja sebagai syiar panggilan ibadah umat Kristen dan asap pembakaran dupa sebagai ibadah umat hindu. Inilah toleransi yang benar,” ujar Yusran Hadi.

Terkait ucapan Menag Yaqut yang menganalogikan suara toa di tempat ibadah dengan suara anjing sangat memalukan dan mencoreng muka pemerintah. “Ucapannya menganalogikan suara toa tempat ibadah dengan suara gonggongan anjing ini sangat kasar dan tidak sopan sehingga melukai hati umat Islam. Tidak pantas bagi seorang pejabat setingkat menteri berbicara seperti itu di hadapan publik dan di media, terlebih lagi bagi seorang Menteri Agama yang sepatutnya memberi keteladanan yang sejuk dan menumbuhkan spirit toleransi beragama yang benar,” ucapnya.

Dalam hal ini, Ketua MIUM Aceh itu mendukung kecaman dan penolakan para ulama, tokoh bangsa, tokoh ormas-ormas Islam, para intelektual dan seluruh umat Islam terhadap pernyataan Yaqut yang secara tegas mengecam dan menolak pernyataannya itu.

Ketua MIUM Aceh juga meminta Menag Yaqut untuk menghentikan segala bentuk stigma tidak baik terhadap syiar Islam dan meminta Menag Yaqut mencabut Surat Edarannya yang telah menjadi sumber masalah kegaduhan bangsa saat ini serta meminta maaf kepada umat Islam secara terbuka. [Zakir]


Keyword:


Editor :
Zakir

riset-JSI
Komentar Anda