DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh yang digelar di Ruang Serba Guna DPR Aceh, Kamis (25/9/2025) pagi, Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau yang akrab disapa Mualem, menyampaikan sikap tegasnya terkait maraknya aktivitas pertambangan ilegal di Tanah Rencong.
Mualem meminta agar seluruh tambang ilegal di Aceh ditutup tanpa kompromi. Menurutnya, praktik pertambangan tanpa izin bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang berimbas langsung pada keselamatan masyarakat.
“Kita tidak bisa lagi menutup mata. Tambang ilegal harus segera ditutup, demi menyelamatkan rakyat kita dan lingkungan Aceh dari bencana yang lebih besar,” ujar Mualem.
Dalam penyampaiannya, Mualem menekankan bahwa Aceh merupakan daerah yang rawan bencana alam. Praktik tambang ilegal yang merusak hutan dan aliran sungai, kata dia, menjadi salah satu pemicu meningkatnya risiko banjir bandang, tanah longsor, hingga kekeringan parah.
“Kita sering lihat sendiri, banjir datang tiba-tiba, longsor merenggut korban, dan di musim kemarau rakyat kita kesulitan air. Itu semua ada kaitannya dengan kerusakan lingkungan. Tambang ilegal memperparah keadaan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, pemerintah Aceh tidak akan tinggal diam dan akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum serta pemerintah kabupaten/kota untuk memastikan langkah penertiban berjalan efektif.
Rapat paripurna DPR Aceh kali ini mengusung agenda penting, di antaranya penandatanganan persetujuan bersama terhadap Rancangan Perubahan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Rancangan Perubahan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 2025.
Selain itu, rapat juga mendengarkan laporan Panitia Khusus (Pansus) Mineral dan Batu Bara serta Minyak dan Gas. Laporan tersebut menjadi sorotan karena menyangkut langsung sektor pertambangan yang saat ini tengah menjadi perhatian publik.
Pada kesempatan yang sama, juga dilakukan penutupan Masa Persidangan II dan pembukaan Masa Persidangan III DPR Aceh Tahun 2025.
Mualem menegaskan, penertiban tambang ilegal bukan hanya menjadi tugas pemerintah, tetapi juga membutuhkan dukungan semua pihak, termasuk DPR Aceh, aparat hukum, dan masyarakat. Ia mengajak seluruh elemen untuk bersatu menjaga bumi Aceh agar tetap lestari.
“Kalau bukan kita yang menjaga, siapa lagi? Kita ingin anak cucu kita nanti masih bisa menikmati sungai yang bersih, hutan yang hijau, dan tanah yang subur. Jangan kita biarkan kerakusan merusak masa depan Aceh,” pungkasnya. [nh]