Minggu, 19 Oktober 2025
Beranda / Berita / Aceh / Gerakan Pemuda Subuh Ajak Masyarakat Tolak Normalisasi LGBT di Aceh

Gerakan Pemuda Subuh Ajak Masyarakat Tolak Normalisasi LGBT di Aceh

Sabtu, 18 Oktober 2025 18:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Forum Ngopi (Ngobrol Opini Terkini) yang digelar oleh Gerakan Pemuda Subuh (GPS) dihadiri media dialeksis.com di SMEA Premium, Lingke, Banda Aceh, Sabtu (18/10/2025). [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Presiden Gerakan Pemuda Subuh (GPS) Aceh, Akmal Iman menyerukan masyarakat untuk menolak normalisasi perilaku LGBT di Aceh.

Seruan ini disampaikan dalam forum Ngopi (Ngobrol Opini Terkini) yang digelar oleh Gerakan Pemuda Subuh (GPS) dihadiri media dialeksis.com di SMEA Premium, Lingke, Banda Aceh, Sabtu (18/10/2025).

Ia mengaku prihatin terhadap meningkatnya kasus perilaku menyimpang LGBT di Banda Aceh. Ia menegaskan, fenomena tersebut bukan lagi sekadar keresahan sosial, melainkan telah menjadi musibah besar bagi masyarakat Aceh.

“Hari ini keresahan itu sudah berubah jadi musibah. Data terakhir pada Juli 2025 menunjukkan peningkatan kasus LGBT mencapai 300 persen. Ini bukan hal kecil. Kalau kita diam, bukan tak mungkin bulan depan meningkat jadi seribu persen,” tegasnya.

Forum Ngopi GPS yang dihadiri oleh kalangan muda, aktivis dakwah, dan tokoh masyarakat ini mengangkat tema Membentengi Generasi dari Penyimpangan Moral dan Seksual di Era Digital.

Diskusi tersebut menjadi ruang terbuka bagi para pemuda Aceh untuk membicarakan fenomena sosial yang ada di Aceh.

Akmal menjelaskan, berdasarkan pengamatan pihaknya, fenomena LGBT di Banda Aceh akhir-akhir ini memang tidak banyak terekspos, namun justru semakin berkembang di bawah permukaan.

"Kasus LGBT hari ini tidak mencuat, tapi bukan berarti hilang. Justru mereka bergerak diam-diam, terstruktur, dan makin terorganisir,” ujarnya.

Ia menyebutkan bahwa GPS merasa perlu mengangkat kembali isu ini agar masyarakat Aceh tidak terbuai oleh suasana tenang yang menipu.

“Kami dari Gerakan Pemuda Subuh ingin menyuarakan kembali bahwa ini ancaman nyata. Apalagi data penderita HIV-AIDS di Banda Aceh terus meningkat. Itu indikator jelas adanya penyimpangan perilaku seksual di masyarakat,” ungkap Akmal.

Menurutnya, yang paling menyedihkan adalah tidak adanya kelompok masyarakat atau organisasi yang benar-benar fokus menolak dan meminimalisir pergerakan LGBT di Aceh.

“Itulah kenapa GPS angkat isu ini. Karena kita tidak ingin masyarakat kehilangan arah. Harus ada yang tegas menolak, harus ada yang terus bersuara,” ujarnya.

Dalam pandangannya, Akmal menilai keluarga memiliki peran terpenting dalam melindungi generasi muda dari penyimpangan moral.

“Kalau kita lihat, korban dari perilaku LGBT ini bukan hanya orang jauh. Bisa jadi ada di sekitar kita, bahkan dalam keluarga sendiri. Karena itu, keluarga harus jadi benteng pertama,” katanya.

Ia menegaskan bahwa orang tua perlu memahami perubahan perilaku anak-anak sejak dini, terutama di tengah gempuran konten media sosial yang banyak menormalisasi perilaku menyimpang.

“Pertanyaannya, kenapa mereka ini justru didukung atau bahkan dijadikan idola? Padahal dalam sejarah dan agama kita, perilaku ini jelas dilaknat Allah, seperti kaum Nabi Luth,” ujar Akmal.

Menurutnya, selain dosa besar di sisi agama, perilaku LGBT juga merupakan penyakit yang sangat berbahaya secara medis.

“Dari sisi medis, penyakit ini sulit disembuhkan. Dari sisi sosial, perilakunya menular. Kalau satu orang jadi pelaku, dia bisa mencari korban, dan korban itu bisa menularkan lagi. Ini seperti gunung es yang makin lama makin membesar,” jelasnya.

Akmal juga menyoroti maraknya konten hiburan di media sosial yang menampilkan perilaku kemayu dan melambai, bahkan mendapat sambutan positif dari warganet Aceh.

Menurutnya, hal ini sangat berbahaya karena membuat masyarakat terbiasa melihat penyimpangan sebagai sesuatu yang lucu dan menghibur.

“Ini penyakit sosial. Kalau dibiarkan, masyarakat akan terbiasa melihat yang salah sebagai hiburan. Media sosial menjadi tempat subur bagi perilaku menyimpang untuk tumbuh tanpa kontrol,” kata Akmal.

Ia juga menilai bahwa banyak platform besar dunia memiliki kepentingan terselubung dalam mendukung agenda LGBT.

“Kalau kita lihat secara global, memang banyak kekuatan besar yang mendanai dan mendukung gerakan ini. Bahkan perusahaan teknologi besar seperti Google saja secara terbuka mendukung mereka. Jadi ini bukan sekadar fenomena sosial, tapi agenda besar dunia,” ujarnya.

Lebih lanjut, Akmal menegaskan bahwa Aceh sebagai daerah yang memiliki kekhususan dalam penerapan Syariat Islam tidak boleh tunduk pada tekanan internasional atau stigma anti-HAM ketika menolak LGBT.

"Di Aceh, hukum adat dan nilai agama kita jelas menolak perilaku ini. Jadi tidak ada urusan dengan HAM versi mereka. Kita punya HAM kita sendiri, HAM yang bersumber dari ajaran Islam,” tutupnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI