GeRAK Aceh: Pemuda Harus Jadi Garda Terdepan Anti Korupsi
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani saat memberikan materi kelas pemuda dan LSM Anti Korupsi dengan tema mewujudkan pemuda dan LSM yang berkarakter dan berintergritas guna menyongsong Indonesia Emas 2045, di Banda Aceh, Selasa, 29 Oktober 2024. Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani mengatakan bahwa pemuda adalah garda terdepan dalam upaya memberantas korupsi.
Ia menekankan bahwa dengan semakin banyaknya pemuda yang berani bergerak dan mengawal demokrasi di Aceh, maka Aceh mempunyai peluang besar untuk menjadi wilayah yang lebih maju dan kosmopolit, bukan sekedar berkembang biasa.
“Orang muda yang berani menyuarakan kebenaran, itu saja yang kita butuhkan. Tidak lebih dari itu,” kata Askhalani saat memberikan materi kelas pemuda dan LSM Anti Korupsi dengan tema mewujudkan pemuda dan LSM yang berkarakterbdan berintergritas guna menyongsong Indonesia Emas 2045, di Banda Aceh, Selasa, 29 Oktober 2024.
Dalam hal ini, kata Askhalani, ia menekankan pentingnya partisipasi aktif generasi muda dalam kegiatan politik di berbagai level, terutama dalam musyawarah dan pengambilan keputusan di tingkat desa atau daerah.
"Ada banyak ruang yang bisa diisi oleh pemuda untuk mempengaruhi kebijakan. Hadir di musrenbang desa, misalnya, adalah langkah nyata bagi kita untuk berkontribusi,” serunya.
Askhalani mengatakan bahwa semakin banyak pemuda yang bergerak dalam jalur anti-korupsi, semakin besar peluang Aceh untuk menjadi daerah kosmopolit yang kuat dan bersih dari praktik korupsi.
"Aceh harus bergerak menuju perubahan ini, Orang muda yang berani menyuarakan kata kebenaran, itu saja yang kita butuhkan. Tidak lebih dari itu," tambahnya.
Askhalani menyampaikan bahwa saat ini, gerakan anti-korupsi seringkali dianggap sebagai isu yang jauh dari kehidupan sehari-hari masyarakat.
Menurutnya, generasi muda terlalu disibukkan dengan hal-hal yang viral atau sedang tren, sementara isu penting seperti demokrasi dan transparansi seringkali dianggap tidak menarik.
“Orang lebih peduli dengan hal-hal keren, seperti mode terbaru, mobil mewah, atau makanan yang viral. Padahal, praktik korupsi di sekeliling kita justru memberi dampak nyata pada kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Askhalani menggambarkan fenomena generasi muda saat ini dengan istilah Generasi Stroberi. Ia mengkritik mentalitas generasi ini yang dianggap rapuh dan kurang tangguh menghadapi kenyataan, terutama dalam menyuarakan aspirasi sosial.
"Generasi stroberi cenderung mengeluh tanpa aksi nyata. Ketika jalan rusak atau jembatan roboh, mereka hanya mengeluh tanpa menelusuri sebabnya," tambahnya.
Gerakan anti-korupsi, lanjut Askhalani, membutuhkan aliansi yang kuat. Aliansi antar lembaga anti-korupsi dan pemuda harus dibangun tanpa melihat latar belakang asal atau kelompok tertentu.
“Kita harus menolak politik uang yang merusak sistem demokrasi kita. Tanpa aliansi, perjuangan ini akan sulit mencapai tujuan. Pemerintah yang pasif akan melahirkan generasi yang sama pasifnya, dan ini sangat berbahaya bagi masa depan demokrasi,” tegasnya.
Askhalani melihat bahwa investasi pada karakter pemuda yang berintegritas merupakan langkah jangka panjang yang harus diutamakan.
Jika pemuda hari ini mengadopsi nilai-nilai anti-korupsi dan demokrasi, ia optimistis bahwa visi Indonesia Emas 2045 akan terwujud.
Menurutnya, pemuda yang berintegritas adalah aset berharga yang dapat membawa perubahan besar dalam pemberantasan korupsi.
“Gerakan ini bukan hanya tentang menyuarakan aspirasi atau mengkritik pemerintah. Lebih dari itu, ini adalah misi untuk menjaga demokrasi dan memastikan bahwa kekayaan negara tidak jatuh ke tangan-tangan yang serakah. Gerakan ini akan memastikan bahwa Indonesia di tahun 2045 benar-benar merdeka dari praktik-praktik korupsi,” pungkas Askhalani.