kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Gelar Diseminasi Kepemilikan Pulau, IMPAS Sajikan Data Hasil Kajian Sengketa 4 Pulau Aceh

Gelar Diseminasi Kepemilikan Pulau, IMPAS Sajikan Data Hasil Kajian Sengketa 4 Pulau Aceh

Kamis, 22 Juni 2023 22:45 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ikatan Mahasiswa Pascasarjana (IMPAS) Aceh-Jakarta berkolaborasi dengan DEMA UIN Ar-raniry Banda Aceh menggelar kegiatan Diseminasi Kepemilikan Pulau yang berlangsung pada Rabu, (21/6/2023) di Gedung Meuseum Ruang Teater UIN Ar-raniry Banda Aceh.

Adapun dalam acara yang mengusung tema "Benang Merah Polemik Kepemilikan Pulau Wilayah Administrasi Provinsi Aceh : Mengurai Fakta, Merumuskan Solusi", dibuka langsung oleh Dr. Sabirin, S.Sos.I., M.Si Wadek III Fakultas Dakwah dan Kokunikasi Universitas UIN Ar-raniry Banda Aceh menghadiri beberapa Narasumber yang diantaranya, Kepala Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Aceh, Afifuddin, Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemkab Aceh Singkil, dan Akademisi UIN Ar-raniry Banda Aceh Delvi Suganda.

Ketua umum IMPAS Nazarullah yang dalam sambutannya mengatakan bahwa tujuan dari pihaknya menggelar kegiatan seminar tersebut dimaksudkan untuk membuka ruang diskursus mengenai perihal tata cara penamaan unsur rupa Bumi Pulau-pulau yang ada di Aceh dan juga termasuk dengan kajian polemik kepemilikan empat pulau yang diprotes pemerintah Aceh sampai saat ini masih dalam proses pelurusan status wilayah Administrasi Kepemilikan empat pulau tersebut.

"Atas dasar tersebut IMPAS memandang perlu adanya dibuka ruang dialog oleh elemen Pemerintah Aceh terkait posisi status kememilikan pulau tersebut agar kedepannya tidak terjadi simpang siur informasi yang diterima khalayak publik. Pasalnya bahwa jauh selama ini dalam hasil kajian yang kami temui bahwa permasalah 4 pulau yang ada di wilayah Aceh singkil tersebut telah berlangsung lama semenjak tahun 2009 lalu, jauh sebelum ramai dibicarakan oleh publik Aceh dengan mencari-cari kambing hitam siapa yang salah dan siapa yang harus bertanggung jawab. Padahal ini menjadi tugas dan tanggung jawab bersama semua pihak terutama pihak aparatur Pemerintah Aceh ini sendiri", Jelasnya.

Kemudian disamping itu, pihaknya juga memeparkan hasil temuan dari kajian tersebut menyebutkan, pada tanggal 20 – 22 November 2008 di Banda Aceh, Tim Nasional Per Tanggal 20 – 22 November 2008 di Banda Aceh, Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi yang terdiri dari Kemendagri, KKP, Dishidros TNI AL, Bakosurtanal (sekarang BIG), dan Pakar Toponimi serta Pemerintah Provinsi Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota se Provinsi Aceh, telah memverifikasi dan membakukan sebanyak 260 Pulau di Provinsi. Aceh. Namun tidak terdapat 4 Pulau yaitu Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang. Hasil verifikasi tersebut, kemudian mendapatkan konfirmasi dari Gubernur Aceh melalui surat Nomor 125/63033 Tanggal 4 November 2009, yang menyampaikan bahwa Provinsi Aceh terdiri dari 260 Pulau. 

Pada lampiran surat tersebut, terdapat perubahan nama 4 Pulau yaitu, pertama Pulau Mangkir Besar yang semula bernama Pulau Rangit Besar (koordinat 20 14’ 30†LU 970 25’ 32†BT), kedua, Pulau Mangkir Kecil yang semula bernama Pulau Rangit Kecil (koordinat 20 14’ 35†LU 970 26’ 06†BT), ketiga, Pulau Lipan yang semula bernama Pulau Malelo (koordinat 20 15’ 20†LU 970 25’ 21â€BT) dan Keempat, Pulau Panjang (koordinat 20 16’ 21†LU 970 24’ 42†BT).

Berdasarkan hasil verifikasi tim nasional nama rupa Bumi di banda Aceh, teriverifikasi 260 Pulau termasuk 4 Pulau Yaitu; Pulau Panjang, Pulau Rangit Besar, Pulau Rangit Kecil dan Pulau Malelo. Namun pada tahun 2009 Pemprov Aceh. Berdasarkan sajian data peta koordinat diduga Aceh mengklaim 4 Pulau disumut (Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan dan Pulau Panjang yang telah melalui verifikasi oleh timnas nama rupa bumi pada tanggal Tanggal 14-16 Mei 2008 di Medan dan telah dilaporkan pada tahun 2012 dan 2017 ke PBB) dengan menggunakan koordinat Pulau Panjang, Pulau Rangit Besar, Pulau Rangit Kecil dan Pulau Malelo. 

Hal ini menyebabkan didinyalir Aceh melakukan kesalahan administrasi ini, menyebabkan terjadinya Polemik dimasyarakat alias Pembodohan Publik karena berdampak pada subtansi surat dari Gubernur Aceh pada saat itu mengkonfirmasi hasil verifikasi rupa bumi yang salah dengan mencantumkan koordinat yang tidak sesuai. Sehingga mengakibatkan dugaan ada indikasi Pemerintah Aceh secara keseluruhan melakukan kesalahan pengambilan kebijakan.

Terlihat dari adanya keberadaan tugu prasasti Pemerintah Aceh pada tahun anggaran 2012 diduga disinyalir melakukan Penyelewengan Anggaran, salah membangun sarpras pemerintahan berupa 1 Unit monument (Tugu Prasasti), Sarpras pelayanan publik berupa 1 Unit Rumah Singgah Para Nelayan dan 1 Unit Mushala serta salah melakukan pencatatan Aset (yang seharusnya anggaran ini muncul dan masuk dalam APBA telah melalui pembahasan KUA PPAS antara Pemerintah Aceh dan DPRA Aceh).

"Diakui atau tidak, kami menilai Pemerintah Aceh memang mengalami banyak masalah dalam hal urusan pengelolaan administrasi pemerintah yang ada saat ini. Kami heran apakah Aceh kekurangan SDM atau memang terdapat masalah perihal kinerja Birokrasi yang masih sangat buruk dan ini akan sangat berbahaya bagi kemajuan pembangunan Aceh dimasa mendatang. Maka oleh karena demikian sudah saatnya segenap elemen didalam Pemerintah Aceh harus segera berbenah diri jika memang tak ingin permasalah yang serupa kembali terjadi. Tentunya hal ini harus menjadi perhatian segala pihak terutama para aparatur pemerintah Aceh dan Stakholdernya untuk membangun garis koordinasi yang baik dan benar didalam mengurus urusan Pemerintahan Aceh kedepannya", Lanjut Nazar.

Terakhir, adapun dalam acara tersebut juga turut diikuti dan dihadiri oleh ratusan peserta dari berbagai unsur elemen pemuda dan mahasiswa yang ada dikawasan Provinsi Aceh tersebut seperti diantaranya Mahasiswa UIN Ar-raniry Banda Aceh, Mahasiswa Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Bem Universitas Kampus se-kawasan Banda Aceh, dan Peserta unsur lembaga organisasi kepemudaan dan Lsm lainnya yang ada di Aceh.

Keyword:


Editor :
Zulkarnaini

riset-JSI
Komentar Anda