FKH USK Siap Sebagai Pusat Riset Satwa Liar Dunia
Font: Ukuran: - +
Kuliah Umum Strategi Penguatan Edukasi dan Riset Konservasi Satwa Liar Berbasis Konsep One Health Melalui Sinergi dengan Para Pemangku Kepentingan di Aceh yang berlangsung di Auditorium FKH USK, Darussalam Banda Aceh, Rabu (18/10/2023). [Foto: dok. FKH USK]
DIALEKSIS.COM | Aceh - Memeriahkan HUT ke-63, Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Syiah Kuala (USK) menggelar kuliah Umum Strategi Penguatan Edukasi dan Riset Konservasi Satwa Liar Berbasis Konsep One Health Melalui Sinergi dengan Para Pemangku Kepentingan di Aceh yang berlangsung di Auditorium FKH USK, Darussalam Banda Aceh, Rabu (18/10/2023).
Adapun pembicara kunci dalam kegiatan, antara lain Paduka Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud Al Haythar, Plt. Direktur Konservasi Keanegaragaman Hayati dan Sumberdaya Genetik KLHK, drh. Indra Exploitasia, M.Si,, Ketua Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI), Dr. H. Rahmat Shah, dan Wakil Rektor 1 Bidang Akademik Universitas Syiah Kuala, Prof. Dr. Ir. Agussabti, M.Si.
Turut hadir Rektor Universitas Syiah Kuala, penggiat Lembaga konservasi, peneliti, dosen, instasi pemerintah, praktisi dokter hewan yang terhimpun dalam PDHI cabang Aceh, dan Asosiasi Fakultas Kedokteran Hewan Indonesia (AFKHI), serta para alumni Fakultas Kedokteran Hewan USK.
Dekan FKH USK, drh. Teuku Reza Ferasyi, M.Sc, Ph.D mengatakan, acara Kuliah Umum terselenggara dalam rangka HUT ke 63 Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala sebagai bukti peran perguruan Tinggi dalam menyikapi masalah Zoonosis, yaitu penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya melalui makanan(foodborne), udara (airborne) dan kontak langsung dengan hewan yang sakit.
"Hubungan manusia, satwa liar, dan lingkungan dapat digambarkan di bawah konsep One Health. Konsep ini lebih menekankan kemanunggalan kesehatan manusia, kesehatan satwa, kesehatan tumbuh-tumbuhan, kesehatan lingkungan, dengan kesehatan planet bumi sebagai sebuah kesatuan," ucapnya.
Menurut Dekan, berkaitan dengan upaya konservasi berbasis konsep One Health, dalam hal ini para pemangku kepentingan terkait satwa liar diharapkan mampu mencegah, mendeteksi dan merespon serta melaporkan setiap ancaman penyakit infeksi emerging dan zoonosis di hot spot area.
"Khususnya di daerah-daerah yang masih memiliki banyak Kawasan koservasi satwa liar. Untuk penguatan pemahaman dan penerapan konsep tersebut maka perlu didukung Penguatan Edukasi dan Riset Konservasi Satwa Liar Berbasis Konsep One Health Melalui Sinergi dengan Para Pemangku Kepentingan," jelas Teuku Reza Ferasyi.
Sementara itu, Wakil Rektor 1, Prof Dr. Agussabti, M.Si mengapresiasi atas terselenggaranya kuliah umum ini.
"USK sebagai salah satu di wilayah sumatera berstatus PTNBH nasional dan berkelas internasional, maka Inovasi-inovasi penelitian USK harus mengangkat koservasi satwa liar sebagai salah satu kekuatan yang dimiliki Kawasan Leuser, termasuk Aceh didalamnya lebih digaungkan di kancah internasional," ujar Wakil Rektor 1 sekaligus membuka kuliah umum.
Pada kesempatan itu, Paduka Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud Al Haythar mengapresiasi luar biasa atas terselenggaranya kuliah umum ini.
"USK, khusus penelitian Fakultas Kedokteran Hewan harus terus menjaga kelestarian alam di Aceh. Riset-riset di Kawasan Leuser harus menjadi rujukan peneliti dunia," ucapnya.
Paduka Wali Nanggroe yakin USK bisa berbuat banyak dalam pelestarian satwa liar di Aceh. Bukan hanya hutan dan isinya, Aceh memiliki laut yang juga harus dilirik sebagai Kawasan riset. Leuser merupakan paru-paru dunia yang harus dilestarikan.
"Kawasan ini merupakan surga terakhir bagi satwa dan kita harus menjaganya. Untuk terus terjaga Kawasan Leuser harus melibatkan semua pihak, baik peneliti, masyarakat lokal, dan media, serta semua pihak," tuturnya.
Paduka Wali Nanggroe mengharapkan dan meminta secara khusus kepada pemerintah Aceh untuk mendukung fasilitas khusus dan anggaran untuk riset yang dilakukan oleh FKH USK. Generasi Aceh harus dikedepankan yang terlibat didalamnya.
"Kita harus belajar banyak dari negara-negara maju bagaimana memajukan risetnya sehingga dilirik dunia. USK harus masuk dalam universitas dunia yang membanggakan Aceh secara khusus dan Indonesia secara umum," ucap Wali Nanggroe.
Pembicara kedua, drh. Indra Exploitasia, M.Si mengatakan upaya penguatan pemahaman dan penerapan konsep tersebut perlu didukung Penguatan Edukasi dan Riset Konservasi Satwa Liar Berbasis Konsep One Health Melalui Sinergi dengan Para Pemangku Kepentingan.
"Kesehatan manusia, keanekaragaman hayati dan lingkungan secara intrinsik saling terkoneksi dan sangat dipengaruhi oleh aktivitas-aktivitas antropogenik. Perubahan tutupan dan fungsi hutan yang merupakan habitat satwa liar menjadi salah satu faktor utama penyebab resiko terjadinya limpasan patogen menjadi lebih besar terutama pada antarmuka masyarakat-satwa liar-hewan ternak di kawasan pinggiran hutan. Medis koservasi, berperan penting dalam menjamin Kesehatan hewan di alam (eks situ)," ucapnya.
Menurut Indra, Kawasan konservasi masih jauh akan data Kesehatan hewan dalam penularan penyakit. Tantangan yang dihadapi di lapangan dalam kampanye pencegahan interaksi negatif tersebut adalah masih ditemui perbedaan persepsi dan bentuk kegiatan dari para pihak yang terlibat. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya bersama dalam menyamakan Persepsi dan Harmonisasi Dukungan Para Pihak Untuk Konservasi dan Pencegahan Interaksi Negatif Manusia-Satwa liar di Aceh.
"Satwa-satwa di kebun Binatang (in situ) juga menjadi perhatian medis veteriner. Interaksi pengunjung dengan satwa harus dibatasi atau diatur demi keselamatan manusia dan satwa. Salah satu bagian penting untuk kebutuhan tersebut adalah perlunya peran serta tokoh nasional dan daerah dalam memberi dukungan untuk menjadi pendorong keterpaduan dan sinergi para pihak yang memiliki perhatian terhadap konservasi satwa dan pencegahan interaksi negatif. Peneliti-peneliti Indonesia, baik peneliti universitas harus menjadi Leader dalam riset-riset di Kawasan konservasi termasuk halnya, riset akan satwa liar," pungkasnya.
Dr. H. Rahmat Shah menambahkan Kawasan Leuser harus melibatkan semua pihak, baik peneliti, masyarakat lokal, dan media, serta semua pihak. Sinergi dengan Para Pemangku Kepentingan di Indonesia harus terlibat aktif dengan Gerakan secara nyata.
"Bila USK siapkan museum, saya siap menyumbangkan koleksi satwa liar yang menjadi koleksi museum pribadi," tutupnya. [*]