FJL Gelar Kegiatan Catatan Akhir Tahun Mengenai Isu Satwa Liar
Font: Ukuran: - +
Reporter : fatur
Rabu (22/12/2021), Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh bersama Lembaga Suar galang Keadilan (LSGK) dan didukung oleh TFCA-Sumatera mengadakan sebuah kegiata diskusi dengan tema ‘Kolabarasi Untuk Melindungi Satwa dan Alam Aceh’. [Foto: Dialeksis/ftr]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Banyaknya kematian satwa lindung sepanjang 2020 disebabkan oleh perburuan. Tentu upaya pencegahan dari perburuan dan juga penegakan hukum harus berjalan seiring waktu agar keberlanjutan hidup satwa lindung berjalan dengan semestinya dan tentu terlindungi juga.
Rabu (22/12/2021), Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh bersama Lembaga Suar galang Keadilan (LSGK) dan didukung oleh TFCA-Sumatera mengadakan sebuah kegiata diskusi dengan tema ‘Kolabarasi Untuk Melindungi Satwa dan Alam Aceh’.
Pada acara tersebut langsung dihadiri oleh narasumber dari Balai Penegakan Hukum Wilayah Sumatera, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh, Kepolisian Daerah Aceh, dan Kejaksaan Tinggi Aceh.
Dikesempatan yang pertama dalam diskusi itu, Kepala Balai Penegakan Hukum (Gakkum) LHK, Subhan mengatakan, Aceh sangat beruntung masih memiliki 4 (Empat) satwa kunci yang hidup dalam satu kawasan.
“Namun satwa kunci tersebut sekarang terancam kehidupannya, disebabkan perburuan,” katanya.
Subhan menyebutkan, alam Aceh masih sangat bagus, tapi hasilnya itu juga tidak dinikmati rakyat. Tahun 2021, pihaknya berhasil menangkap beberapa pelaku penjualan kulit harimau yang kini sudah divonis.
“Namun, penegakan hukum tak selama menjadi solusi, kedepannya harus ada skala pencegahan dan itu harus menjadi prioritas, semua harus bersinergi dalam mengatasi hal-hal ini,” kata Subhan.
Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto menyebutkan, upaya perlindungan terus dilakukan dan tentu melibatkan semua pihak.
Menurutnya, perlindungan satwa harus dikerjakan bersama-sama karena sebab masing-masing pihak punya tugas dan tanggungjawbnya masing-masing.
“Tentu konflik ini menjadi suatu hal serius untuk dilakukan dan diperhatikan, karena ini merupakan persoalan serius, upaya pencegahan terjadinya konflik telah dilakukan sampai hari ini dengan memasang pagar listrik, membuat barrier, dan merevitalisasi Conservation Respon Unit,” ucap Agus.
Agus juga mengatakan, bahwa saat ini pihak BKSDA Aceh sedang membahas rencana kawasan ekosistem esensial.
Selanjutnya, Plh Aspidum Kejati Aceh, Edi Samrah Limbong mengatakan bahwa penegakan hukum ditingkat Kejaksaan sudah berjalan dengan maksimal.
Namun, kata Edi, dalam hal ini hakimlah yang menentukan hukumnya.
“Tahun 2021, kejaksaan memproses 22 berkas perkara kasus kejahatan terhadap satwa lindung, kebanyakan itu pelaku/terdakwa itu adalah pemain kecilnya atau pemain lapangan,” kata Edi.
Tentu dalam hal ini , Edi berharap, agar para pemodal itu segera diungkap agar kasus ini terhadap perburuan satwa ini bisa ditekan dan diselesaikan.Sedangkan penyidik Ditkrimsus Polda Aceh, Ipda wahyudi mengatakan, tahun 2021 pihak Kepolisian berhasil membongkar kasus pembunuhan gajah di Aceh timur, Aceh Jaya, dan juga penjualan paruh Rangkong di Bener meriah.
“Ini menunjukkan komitmen Kepolisian dalam penegakan hukum pada isu satwa lindung, tentu ini terus menjadi atensi kita bersama, karena itu sinergitas itu sangat penting, agar hal-hal seperti ini bisa diredam seutuhnya,” katanya. [ftr]