Beranda / Berita / Aceh / Firman Noor: Masih Layakkah Era Reformasi Bergulir

Firman Noor: Masih Layakkah Era Reformasi Bergulir

Selasa, 15 Juni 2021 16:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : akhyar

Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Firman Noor [Dok. Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Era reformasi atau disebut juga era pasca Soeharto dirincikan dengan lingkungan sosial politik yang lebih terbuka.

Dimana proses reformasi ini menghasilkan tingkat kebebasan bicara yang lebih tinggi tanpa penyensoran dan sangat berbanding terbalik dengan Orde Baru.

23 tahun lebih mengarungi Indonesia, kini reformasi mulai dipertanyakan. Semangat dalam menumpas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) lambat-lambat mulai meredam.

Orang-orang mulai takut bicara lantang. Apalagi diperkuat dengan hasil survei Komnas HAM beberapa waktu lalu yang menyatakan bahwa masyarakat Indonesia masih merasa tak nyaman dalam berekspresi dan berpendapat.

Kekhawatiran ini kemudian menjadi sebuah dilema besar sehingga menimbulkan sebuah pertanyaan mendasar, "masih layakkah era reformasi bergulir di Indonesia?"

Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Firman Noor mengatakan kondisi Indonesia saat ini masih belum mengarah pada spirit reformasi.

Baginya, reformasi adalah kedaulatan rakyat, dimana rakyat mengambil peran dengan lebih maksimal.

Ia mengatakan, korelasi reformasi dalam menumpas KKN di tanah air ialah dengan pengelolaan kebijakan yang dibuat secara domain elitis yang kemudian disusutkan dengan melibatkan peran masyarakat.

Kemudian, semangat dalam mengontrol kekuasaan secara baik dan benar tanpa dipenuhi kolusi dan nepotisme.

Dengan berakhirnya nepotisme, kata Prof Firman, harusnya politik dinasti juga menghilang. Begitu pula dengan kolusi yang melibatkan aparat birokrasi, partai politik, dan sebagainya juga harus berakhir di era reformasi.

Namun, dalam pemantauannya, situasi Indonesia saat ini tidak bergerak ke arah sana. Malah ia menilai kondisi saat ini tak lebih seperti Orde Baru yang terbarukan.

"Ini yang akhirnya menimbulkan kegelisahan, terutama bagi saya sendiri. Apakah reformasi masih punya makna mengingat substansinya ini tetap saja dikelola secara politis," ujar Prof Firman saat dihubungi Dialeksis.com, Selasa (15/6/2021).

Selaku cendekiawan yang ahli politik, Prof Firman turut mengimbau masyarakat agar menyadarkan diri bahwa kondisi saat ini bukanlah situasi yang diidam-idamkan.

Ia juga mengajak para mahasiswa, insan pers, dan seluruh elemen masyarakat untuk bersatu padu dalam menyuarakan kembali aspirasi reformasi sebagaimana semangat awalnya ada.

Terlepas dari semua itu, Prof Firman juga mengaku percaya pengangkangan reformasi ini bisa terjadi karena ulah oknum-oknum di pemerintahan yang punya sumber daya lebih.

"Hanya saja, meminta pemerintah untuk berubah, kan saat ini seperti menabrak tembok," ungkapnya.

"Mungkin elemen masyarakat yang harus diberdayakan. Meskipun memang sebagian dari masyarakat ini ada yang sudah terperangkap dalam kekuasaan," tutupnya.


Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda