Eksistensi Mualem Calon Gubernur Belum Bisa Disaingi di Pilkada 2024
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Aryos Nivada host Jalan Ary Official. Foto: Jalan Ary Official
DIALEKSIS.COM | Aceh - Pengamat politik dan hukum Aceh, Aryos Nivada mengatakan bahwa eksistensi Mualem Sebagai Bakal Calon Gubernur Aceh belum yang bisa menyaingi oleh kandidat lainnya.
Hal ini disampaikan dalam podcats Jalan Ary Official yang dilansir media dialeksis.com, Minggu 7 April 2024.
Ia mengatakan bahwa eksistensi Muzakir Manaf saat ini sebagai sosok yang sangat mempengaruhi hingga ke akar rumput masyarakat kecil di Aceh itu sangat masih dominan.
Menurutnya, yang bisa menyaingi kapasitas Muzakir Manaf hanya Haji Uma dan Nasir Djamil dan itu pun juga tidak bisa memenangkan kontentasi Pilkada Aceh 2024.
"Siapa yang mampu menyaingi Muzakir Manaf dalam konteks Pilkada Aceh Kedepan belum ada," ujarnya.
Ia mengatakan bahwa untuk dua kandidat Haji Uma dan Nasir Djamil, sejauh mana Nasir Djamil mampu menunjukkan taringnya yang saat ini PKS tidak berada pada Partai koalisi rezim penguasa.
Sedangkan Haji Uma itu orang yang dibesarkan oleh Partai Aceh dan ada beberapa hal yang membuat dia jatuh dan dia dibantu oleh Partai Aceh, dia juga secara kerja didukung oleh media, dan bukan orang Partai tentunya sangat mudah dijatuhkan oleh kandidat lain.
"Makanya Haji Uma selalu bilang dalam pernyataannya saya ketika ingin maju saya harus mendapatkan restu dan dukungan dari Partai Aceh. Artinya dia satu kesatuan dengan Partai Aceh. Kalau ingin maju maka harus sowan dengan Partai Aceh. Kalau tidak sowan maka ini akan jadi blunder besar bagi Haji Uma kedepan untuk maju dalam kontentasi Pilkada Aceh 2024 kedepan," ujarnya.
Aryos menjabarkan potensi gubernur Aceh di kalangan politikus, pengusaha maupun profesional, ulama, budayawan dan seniman.
Dalam hal ini jika dilihat yang potensi dari kalangan politikus untuk maju menjadi kandidat gubernur itu bisa dari ketua partai atau sosok yang memang menjadi nilai popularitas dan efektivitas tinggi di mata masyarakat Aceh dan mumpung.
Di Gerindra ada Fadhlullah dan TA Khalid, di NasDem ada Irsan Sosiawan dan Muslim Aiyub, di PPP ada Illiza Sa'aduddin Djamal dan Amirudin, di Partai Aceh tetap ada Muzakir Manaf, dan di Partai PAN ada Mawardi Ali.
Sedangkan di kalangan ulama ada Tgk H Faisal Ali atau Lem Faisal sebagai ketua Majelis Ulama Aceh (MPU) dan Tgk Haji Muhammad Yusuf (Tu Sop) sebagai Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA).
Potensi kandidat gubernur Aceh dari kalangan seniman dan budayawan ada Sudirman atau Haji Uma dan Rafly Kande.
Potensi gubernur Aceh dari kalangan pengusaha ada Muhammad Iqbal sebagai Ketua Kadin Aceh) dan H Nahrawi Nurdin (Toko Awi).
Selanjutnya ada dari kalangan profesional yaitu Nezar Patria segala Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika dan Otto Syamsuddin Ishak sebagai akademisi.
Jika dibagi dalam monitoring media, itu ada wajah lama dan wajah baru.
Untuk potensi kandidat gubernur Aceh wajah lama ada Muzakir Manaf, Sudirman, M. Nasir Jamil, Nova Iriansyah.
Untuk wajah baru ada Teuku Riefky Harsya, Teuku Abdul Hafil Fuddin, Muhammad Khadafi dan Nezar Patria.
Kalau dilihat dari hasil survei dari Yayasan Konsultasi Riset dan Bisnis Indonesia (Yakorbis), menempatkan Nasir Djamil yang pertama, selanjutnya Haji Uma dan Muzakir Manaf.
Ia menegaskan bahwa sampai saat ini tingkat data di atas kertas masih sangat tinggi pengaruh elektabilitas dan popularitas Muzakir Manaf atau Mualem dalam kontentasi Pilkada Aceh 2024.
"Tentunya bagi saya sampai saat ini belum ada yang memang menyamai. Kalau dulu ada Irwandi Yusuf yang sekarang sedang turun, yang belum muncul ambisi untuk menjadi Gubernur Aceh kedepan sehingga saya tidak masukkan, bahkan apakah terkendal aturan karena dirinya mantan narapidana" ujarnya.
Aryos juga menekankan bahwa dalam momentum Pilkada Aceh kedepan ada hal yang harus disadari bahkan rezim penguasa untuk bisa mempengaruhi politik lokal di Aceh.
Dalam hal ini, tentunya tidak pernah bisa dilepaskan karena kepentingan rezim penguasa untuk menjaga stabilitas politik, pemerintah dan keamanan itu wajib dilakukan agar terjadi sinkronisasi dan harmonisasi antara provinsi dan pusat.
Menurutnya, harus ada orang yang memang merepresentatif dari keterwakilan tangan panjang melalui orang yang ada di daerah dan provinsi agar bisa kerja mengolah negara ini dengan satu warna dan satu nada serta sefrekuensi.
"Pilkada Aceh 2024 ini menjadi satu momentum pembaharuan dan perubahan yang meletakkan pondasi Aceh kedepan menjadi semakin maju atau mundur kedepan. Karena kedepan akan melakukan upaya restorasi dan pembaharuan terkait dengan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik di Aceh," pungkasnya.