Beranda / Berita / Aceh / Eksekusi Cambuk Terpidana Khalwat di Bireuen Diduga Langgar Aturan

Eksekusi Cambuk Terpidana Khalwat di Bireuen Diduga Langgar Aturan

Jum`at, 04 Oktober 2019 23:08 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Bireuen - Kejaksaan Negeri Bireuen melaksanakan eksekusi hukuman cambuk terhadap seorang perempuan terpidana khalwat atau mesum. 

Pelaksanaan hukuman cambuk ini digelar di halaman Masjid Agung Sultan Jeumpa, Bireuen, Jumat (4/10/2019) siang.

Nazariah (48) menjalani hukuman cambuk setelag ada putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor 3K/JN/2019. 

Sebelumnya Nazariah melalui putusan Mahkamah Bireuen pernah dinyatakan tidak terbukti dan bebas demi hukum.

Selanjutkan pihak Kejari Bireuen melakukan upaya Hukum kasasi ke Makamah Agung.

 Dalam putusan kasasi tersebut dinyatakan, Nazariah terbukti bersalah atau melanggar syariat Islam tentang khalwat dan dikenakan hukuman cambuk sebanyak delapan kali.

Usai menjalani hukuman cambuk, Ari Syahputra SH kuasa hukum Nazariah mengatakan, merasa kecewa dan keberatan terhadap pelaksanaan eksekusi cambuk terhadap klienya.

Menurut Ari Syahputra, pada pelaksanaan eksekusi cambuk diduga algojo yang mengeksekusi Nazariah adalah lekaki. Berdasarkan aturan Pergub No.5/2018 pasal 48 ayat 2 disebutkan, bahwa eksekusi cambuk terpidana perempuan dilakukan oleh algojo perempuan dan eksekusi terpidana cambuk laki-laki dilakukan oleh algojo laki-laki.

"Saya menduga jallad/algojo terhadap klien saya tadi dilakukan oleh laki-laki. Dimana dugaan ini ketika mendengar suara jallad mengatakan "siap" jelas kedengaran suara lelaki," kata Ari Syahputra SH.

Hal lain yang membuat Ari Syahputra semakin yakin algojo lelaki adalah dari postur tubuh algojo.

Ari mengaku sedang mempersiapkan bukti-bukti untuk mengungat para pihak-pihak yang terlibat dalam cambuk terhadap klienya.

Sementara itu Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen, Teuku Hendra Gunawan, SH, MH, saat dikonfirmasi Dialeksis.com terkait protes kuasa hukum Nazariah, mengatakan eksekusi cambuk terhadap terpidana Nazariah sudah bekerja sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Kami berpedoman Qanun Nomor 7 Tahun 2013 tidak diatur jallad/algojo jika terpidananya perempuan harus dicambuk oleh perempuan. Dalam hukuman cambuk ini kita berpedoman pada Qanun Nomor 7 Tahun 2013," jelas Teuku Hendra.

Hendra menilai, protes kuasa hukum itu wajar saja, sebab kuasa hukum Nazariah berpedoman pada Pergub Nomor 5 Tahun 2018.

Sementara pihak Kejaksaan Negeri Bireuen melaksanakan eksekusi uqubat (hukuman) cambuk berdasarkan Qanun Nomor 7 Tahun 2013 bukan berdasarkan Pergub nomor 5 Tahun 2018.

"Pergub Nomor 5 Tahun 2018 dalam hal Eksekusi cambuk belum kami gunakan. Jika kami berpedoman pada Pergub tersebut hukuman cambuk harus di Lembaga Permasyarakatan (LP). Nah, coba lihat daerah-daerah lain. Semua hukuman cambuk bukan dilaksanakan di LP. Makanya kita gunakan Qanun Nomor 7 Tahun 2013," kata Kasi Pidana Umum Kejari Bireuen.

Saat ditanya soal algojo yang mencambuk Nazariah lelaki atau perempuan. Teuku Hendra mangatakan, algojo itu domain Wilayatul Hisbah.

"Siapapun algojo yang melakukan cambuk itu tetap dirahasiakan. Ini demi keamanan Algojo," kata Teuku Hendra. (Faj)

Keyword:


Editor :
Zulkarnaini

riset-JSI
Komentar Anda