Kamis, 17 Juli 2025
Beranda / Berita / Aceh / Pemerintah Aceh Dinilai Abai Menjaga Warisan Dunia Perpustakaan Kuno Tanoh Abee

Pemerintah Aceh Dinilai Abai Menjaga Warisan Dunia Perpustakaan Kuno Tanoh Abee

Rabu, 16 Juli 2025 16:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Perpustakaan Kuno Tanoh Abee yang berada di Desa Tanoh Abee, Kecamatan Seulimum, Kabupaten Aceh Besar. [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Di tengah arus globalisasi yang menggempur nilai-nilai lokal dan kemajuan teknologi yang menjauhkan manusia dari akar budayanya, perhatian terhadap khazanah intelektual Islam justru menunjukkan kebangkitan.

Fenomena ini dilihat dari meningkatnya minat lembaga-lembaga internasional terhadap Pustaka Kuno Zawiyah Tanoh Abee, sebuah koleksi manuskrip Islam klasik yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh keluarga besar ulama kharismatik Aceh, Teungku Chik Tanoh Abee.

Terletak di Kabupaten Aceh Besar, Perpustakaan Tanoh Abee menjadi simbol spiritualitas dan pendidikan Islam sejak abad ke-16, juga saksi bisu perjuangan Aceh sebagai mercusuar ilmu dan perlawanan terhadap kolonialisme.

Di tempat inilah ratusan manuskrip langka masih tersimpan, ditulis tangan oleh para ulama masa lalu dengan tinta dan tekad yang tak lekang oleh zaman.

Namun, ironisnya, perhatian luar biasa dari dunia internasional ini tak sebanding dengan sikap pemerintah daerah sendiri. Hingga hari ini, belum ada kebijakan, program pelestarian, atau sistem digitalisasi resmi yang disiapkan untuk menjaga keberlanjutan warisan tersebut.

Menurut Teuku Abulis Samarkhan, cucu dari Abu Muhammad Dahlan Tanoh Abee dan bagian dari keluarga pewaris zawiyah, dalam beberapa tahun terakhir pihaknya menerima sejumlah tawaran kerja sama dari berbagai lembaga prestisius dunia.

Di antaranya adalah Asia Culture Center (ACC) dan Memory of the World Committee for Asia and the Pacific (MOWCAP) yang merupakan bagian dari inisiatif UNESCO.

“Mereka melihat nilai sejarah dan intelektual dari koleksi manuskrip Tanoh Abee ini. Bagi mereka, ini bukan sekadar warisan lokal, tapi bagian penting dari warisan peradaban dunia,” ujar Teuku Abulis kepada media dialeksis.com, Rabu (16/7/2025).

Lebih lanjut, Abulis menjelaskan bahwa pihak keluarga dan pengelola zawiyah tidak serta-merta menerima tawaran-tawaran tersebut.

Saat ini mereka tengah mengkaji setiap poin kerja sama dengan hati-hati, dengan mempertimbangkan masukan dari pimpinan zawiyah, yakni Teungku Abdul Hafidz Al Fairusy Al Baghdady atau yang akrab disapa Cut Fid.

“Prinsipnya, segala bentuk keria sama akan tetap berlandaskan pada penghormatan terhadap nilai- nilai keulamaan, amanah keluarga, serta keberlanjutanilmu yang diwariskan 0leh para pendahulu,” tambah Teuku Abulis.

Koleksi manuskrip di Tanoh Abee mencakup berbagai cabang ilmu keislaman klasik: tafsir, hadis, fikih, tasawuf, nahwu, kedokteran, falak, sejarah, dan bahkan strategi perang.

Namun, kondisi fisik manuskrip-manuskrip itu semakin mengkhawatirkan. Banyak dari naskah yang mulai lapuk, terkena lembap, atau dimakan rayap karena belum tersentuh proses restorasi profesional.

“Ada manuskrip berusia lebih dari 300 tahun yang tinta dan kertasnya mulai pudar. Kalau tidak segera ditangani, bisa jadi dalam 10-20 tahun ke depan kita kehilangan sebagian besar isinya,” jelas Teuku Abulis.

Sayangnya, hingga kini belum ada perhatian memadai dari pemerintah daerah. Padahal, banyak negara telah fokus untuk digitalisasi dan penyelamatan manuskrip-manuskrip klasik mereka sebagai bagian dari pelestarian identitas nasional.

“Bayangkan, jika Aceh tidak peduli, tapi negara lain yang merestorasi, mempublikasikan, lalu menjadikan itu bagian dari warisan dunia di mana posisi kita sebagai anak cucu para ulama itu?” tanya.

Ia mengajak pemerintah Aceh, perguruan tinggi, tokoh masyarakat, dan generasi muda untuk bangkit menyadari betapa berharganya warisan ini.

"Pustaka Kuno Teungku Chik Tanoh Abee bukan sekadar tumpukan keras usang, tapi adalah denyut nadi masa lalu yang masih menghidupkan harapan dan jati diri bangsa. Kini, saat dunia mulai melirik, semoga Aceh tidaklagi berpaling," pungkasnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI