Beranda / Berita / Aceh / Dugaan Korupsi Beasiswa, Polda Aceh Akan Minta Keterangan Anggota DPRA

Dugaan Korupsi Beasiswa, Polda Aceh Akan Minta Keterangan Anggota DPRA

Rabu, 16 Desember 2020 21:30 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM| Banda Aceh- Penyaluran beasiswa yang merupakan aspirasi anggota DPRA tahun anggaran 2017, kembali terkuak. Dirreskrimsus Polda Aceh akan memanggil jumlah anggota dewan dan mantan anggota dewan untuk diminta keteranganya.

Penyaluran beasiswa ini diduga bermasalah, terindikasi adanya korupsi. Dirreskrimsus Polda Aceh yang sedang mendalami kasus ini sudah menjadwalkan pemanggilan anggota DPRA dan sejumlah mantan anggota DPRA.

"Pemanggilan mantan dan sejumlah anggota dewan dalam kasus dugaan penyelewengan dana beasiswa kita jadwalkan pekan depan," kata Dirreskrimsus Polda Aceh, Kombes Pol Margiyanta, Rabu (16/12/2020) dalam keteranganya kepada media.

Menurut Margiyanta, para anggota dewan dan sejumlah anggota dewan ini akan diminta keteranganya sebagai saksi. Lebih dari 15 orang akan diminta keteranganya yang dilakukan secara bertahap.

Kasus itu belum ditingkatkan ke penyidikan, masih dalam penyelidikan. Pihak penyidik masih mengumpulkan bahan bahan keterangan dan dokumen, jelas Margiyanta.

Pihak Dirreskrimsus Polda Aceh yang menangani kasus ini, sebut Margiyanta, pihaknya telah memintai keterangan dari mahasiswa. Ada 843 mahasiswa penerima bantuan. 412 mahasiswa sudah dikirimkan surat pemanggilan untuk dimintai keterangan.

Menurut Dirreskrimsus dari 412 mahasiswa yang dikirimi surat pemanggilan, baru 200 orang yang memenuhi undangan dan sudah memberikan keterangan dalam dugaan korupsi beasiswa tahun anggaran 2017 pemerintah Aceh senilai Rp22,29 miliar.

"Dari 412 penerima yang kirimkan surat pemanggilan yang datang hanya 200 orang, kasus ini masih terus bergulir, ungkapnya.

Siapa saja anggota DPRA dan mantan anggota DPRA yang berurusan dengan beasiswa ini? Ada 24 nama yang tertera dalam persoalan beasiswa ini. Mereka; Iskandar Usman Al Farlaky dengan anggaran Rp 7,930 miliar dengan 341 calon pemerima.

Dedi Safrizal Rp 4,965 miliar untuk 221 mahasiswa. Rusli Rp 1,045 miliar untuk 42 mahasiswa. M Saleh Rp 1,470 miliar untuk 54 orang, Adam Mukhlis Rp 180 juta untuk 8 orang. Tgk Saifuddin Rp 500 juta untuk 19 orang, Asib Amin Rp 109 juta untuk 8 orang, T Hardarsyah Rp 222 juta untuk 10 mahasiswa.

Zulfadhli Rp 100 juta untuk 4 mahasiswa. Siti Nahziah Rp 120 juta untuk 9 orang, Muhibbussabri Rp 135 juta untuk 21 orang. Jamidin Hamdani Rp 500 juta untuk 16 mahasiswa. Hendriyono Rp 204,7 juta untuk 25 orang. Yahdi Hasan Rp 534,4 juta untuk 18 mahasiswa, Zulfikar Lidan Rp 90 juta untuk 3 mahasiswa.

Amiruddin Rp 58 juta untuk 2 orang, Ummi Kalsum Rp 220 juta untuk 9 orang. Jamaluddin T Muku Rp 490 juta untuk 14 orang. Muhibbussabri Rp 440 juta untuk 13 orang, Sulaiman Abda Rp 375 juta untuk 6 orang.

Muharuddin Rp 50 juta untuk 2 orang, Asrizal H Asnawi Rp 80 juta untuk 2 orang, Azhari Rp 130 juta untuk 4 mahasiswa, Musannif Rp 30 juta untuk 1 orang. Ada juga untuk non aspirator dewan yang nilainya mencapai Rp 2,317 miliar diperuntukan bagi 86 mahasiswa.

Dari jumlah penerima beasiswa, setelah pihak LPSDM melakukan verifikasi, tercatat 803 mahasiswa yang layak mendapatkan bantuan beasiswa, dari beragam jenjang Pendidikan. Mulai dari D3, D4, S1, S2, dam S3, serta dokter spesialis.

Para mahasiswa yang layak menerima beasiswa ini tersebar di lembaga penyelenggaran pendidikan (LPP) baik dalam maupun luar negeri.

Namun tidak seluruh anggaran itu dapat direalisasikan. Merujuk kepada DPA BPSDM, dari Rp 109,326,530,100 anggaran yang disedikan, yang terealisasi Rp 96,060,881,083.

Anggaran Rp 109 miliar lebih itu, untuk Pendidikan mencapai Rp 22,317,060,600 namun realisasinya hanya Rp 19,854,000,000 miliar lebih. Kasus ini mencuat setelah adanya laporan Inspektorat Aceh. Ada sekitar Rp 1.147.500.000 diantaranya belum diterima oleh mahasiswa penerima.

Dalam laporanya inspektorat menjelaskan dana ini masih pada penghubung/koodinator. Juga dilakukan pemotongan sehingga tidak utuh diterima mahasiswa. Ada empat modus pemotongan yang dilakukan, yakni dana buku rekening dan ATM penerima dikuasai oleh penghubung.

Modus lain, penghubung meminta uang secara tunai kepada mahasiswa. Ada juga dengan cara mahasiswa penerima mentransfer kepada penghubung. Ada juga dengan modus, penghubung membuat rekening atas nama mahasiswa tanpa sepengetahuan mahasiswa bersangkutan.

Pemotongan yang dilakukan dengan angka yang bervariatif mulai dari Rp 7 juta hingga Rp 28 juta. Inspektorat Aceh juga menjelaskan pihaknya mengalami hambatan dalam melakukan pemeriksaan kepada mahasiswa, baik karena rentang kendali, media komunikasi tidak aktif lag, serta sejumlah persoalan lainya.

Hasil temuan inspektorat, ahirnya diterbitkanlah rekomendasi dan meminta kepada penyalur untuk mengembalikan uang tersebut ke kas daerah, dan menyerahkan kepada penegak hukum untuk penyelesaian selanjutnya.

Kasus itu belum tuntas dan kini didalami pihak penyidik Dirreskrimsus Polda Aceh. Tahapnya masih dalam penyelidikan belum ke penyidikan, pihak Dirreskrimsus Polda Aceh akan meminta keterangan anggota dan mantan anggota DPRA. (baga)


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda