Beranda / Berita / Aceh / Dua Pasangan Cagub Dinilai Dipaksakan, Demokrasi Aceh di Persimpangan

Dua Pasangan Cagub Dinilai Dipaksakan, Demokrasi Aceh di Persimpangan

Jum`at, 30 Agustus 2024 22:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Zulhadi, mantan aktivis Aceh. Dokumen untuk dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Aceh berada di persimpangan yang genting menjelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2024

Hal ini disampaikan olwh Zulhadi, mantan aktivis Aceh kepada Dialeksis.com, Jumat, 30 Agustus 2024.

"Pemaksaan hanya dua pasangan calon gubernur oleh partai politik (parpol) dianggap berpotensi menarik provinsi ini kembali ke era konflik kekerasan, serta mempersempit makna demokrasi yang seharusnya menghormati kebebasan memilih rakyat," ujarnya.

Zulhadi menegaskan bahwa ketika dua kandidat yang telah mendaftar ke Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh dianggap tidak cukup layak oleh sebagian besar rakyat, ini bukan hanya masalah politik tetapi juga melibatkan pelanggaran prinsip dasar konstitusi yang seharusnya melindungi hak setiap warga negara untuk memilih pemimpin mereka secara bebas dan adil.

"Dalam konteks transisi damai Aceh, kita harus sangat berhati-hati agar tidak mencederai demokrasi dengan praktik-praktik yang justru bisa memicu konflik baru. Pemaksaan hanya dua pasangan calon ini menunjukkan kita berada dalam krisis politik yang dapat merusak stabilitas dan kedamaian yang telah kita bangun dengan susah payah sejak perjanjian damai Helsinki," ujarnya. 

Zulhadi menggarisbawahi bahwa KIP Aceh seharusnya menyediakan lebih dari dua pilihan kandidat untuk memastikan bahwa rakyat memiliki beragam alternatif yang dapat dipilih. 

"Jika kita hanya memberikan dua pilihan kepada rakyat, ini seperti kita menempatkan mereka dalam posisi yang terjepit, dan ini sangat berbahaya. Dalam situasi seperti ini, kita bisa melihat kembali munculnya ketegangan dan kekerasan," lanjutnya.

Untuk mengatasi masalah ini, Zulhadi mengusulkan agar KIP mempertimbangkan untuk membuka kembali pendaftaran calon gubernur dan menyediakan waktu yang lebih panjang agar calon-calon independen atau dari partai lain dapat mendaftar. 

Menurutnya, pembukaan jalur independen yang dilakukan pada Mei lalu tidak efektif karena tidak didukung oleh keberadaan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslih), yang menimbulkan kesan bahwa proses ini cacat hukum.

“KIP harus menunjukkan keseriusan dalam memfasilitasi demokrasi yang sehat. Jika rakyat merasa dipaksa untuk memilih antara dua kandidat yang mungkin tidak mereka dukung, ini akan mengarah pada ketidakpuasan dan bahkan tindakan yang tidak diinginkan. KIP harus segera merespons situasi ini dengan memperpanjang jadwal pendaftaran dan membuka kembali jalur independen secara penuh,” tegas Zulhadi.

Selain itu, ia juga mengingatkan parpol agar berhati-hati dalam mendesain strategi politik mereka. Zulhadi mengungkapkan kekhawatirannya bahwa jika rakyat Aceh merasa pilihan mereka dibatasi, reaksi keras dari masyarakat bisa muncul. 

“Rakyat Aceh sangat peka terhadap proses Pilgub. Jika mereka merasa hak mereka untuk memilih dibatasi, saya tidak akan kaget jika terjadi pemboikotan atau protes besar-besaran,” ujarnya.

Zulhadi menyeru agar semua pihak bekerja sama untuk memastikan bahwa Pilgub Aceh 2024 berlangsung dengan adil, transparan, dan demokratis. 

"Kita tidak ingin kembali ke masa-masa kelam. Ini adalah kesempatan kita untuk menunjukkan bahwa Aceh telah benar-benar berubah dan mampu menjalankan demokrasi dengan matang," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda