DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Rektor Universitas Abulyatama, Dr Nurlis Effendi SH MH, mendukung Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), mengembalikan 4 pulau milik Aceh. Pulau yang terletak di Singkil Aceh telah dialihkan Mendagri Tito Karnavian ke Sumatera Utara (Sumut).
Menurut Nurlis, Keputusan Mendagri itu sangat mencurigakan. “Tidak memiliki dasar apapun untuk memindahkan pulau-pulau itu ke Sumut, jadi apa alasannya, dan mengapa dilakukannya,” kata Nurlis.
Karena itu, Nurlis menyebutkan, sangat wajar jika Gubernur Aceh bersikap menolak pemindahan pulau-pulau tersebut. “Mualem membawa aspirasi rakyat Aceh. Apalagi pulau-pulau tersebut sangat melekat dengan sosiologi dan histori Aceh,” kata Nurlis di Banda Aceh, Senin (16/6/2025).
Nurlis menilai sikap Mendagri Tito yang memindahkan pulau tersebut sungguh tidak tepat. “Sikap yang tidak menggunakan kajian filosofi dan sosiologi,” katanya.
Nurlis menjelaskan bahwa Keputusan Mendagri yang memindahkan pulau tersebut adalah produk hukum. “Sejatinya, produk hukum wajib memiliki beberapa landasannya, yaitu landasan filosofi, sosiologis, dan yuridis,” katanya. “Selain melekat faktor historikalnya juga.”
Menurut Nurlis, sudah sangat banyak bukti-bukti Sejarah yang menunjukkan hubungan empat pulau tersebut dengan wilayah Aceh. “Tidak ada satupun catatan sejarah yang melekatkan pulau tersebut dengan Sumut.”
Secara filosofi, kata Nurlis, empat pulau tersebut sangat melekat dengan jiwa ke-Aceh-an. “Misalnya, di pulau itu jika berada di wilayah Aceh maka berlaku syariat Islam, jika dipindahkan ke Sumut itu sama saja mencabut ketentuan Islam dalam pulau itu,” kata Nurlis.
Jadi, kata Nurlis, jika hendak dijadikan tempat wisata maka akan sangat bertolak belakang. “Jika menjadi wilayah Aceh, maka wisata di situ adalah wisata yang Islami. Sebaliknya, jika menjadi wilayah Sumut maka tidak menggunakan syariat Islam,” kata Nurlis.
Kemudian, Nurlis melanjutkan, perlu ditinjau dari sudut pandang sosiologisnya. “Dari sisi sosiologis, maka harus terjawab apakah rakyat Aceh memang ingin membuang pulau itu, apakah rakyat Aceh tak menginginkan pulau itu lagi,” kata Nurlis.
“Atau keadaan yang mendesak seperti apa yang berkaitan dengan situasi sosiologis, sehingga pulau itu perlu dipindahkan ke Sumut”.
Selain itu, Nurlis menambahkan, pemerintah juga harus melihat bagaimana reaksi rakyat Aceh terhadap Keputusan Mendagri tersebut. “Apakah Keputusan mendagri itu membuat masyarakat Aceh menjadi bahagia, atau malah menjadi marah,” kata Nurlis.
Terakhir, kata Nurlis, baru dilihat dari landasan yuridisnya. “Sejauh ini, tidak ada satupun landasan yuridis yang melekatkan empat pulau itu dengan wilayah Sumut,” kata Nurlis.
Jadi, Nurlis mengatakan, Keputusan Mendagri memindahkan pulau itu dari Aceh ke Sumut tidak memiliki landasan sama sekali. “Karena itu, wajar saja Masyarakat menaruh curiga terhadap sikap demikian,” katanya.
Maka, Nurlis menambahkan, muncullah sakwasangka yang beranekaragam. “Sebuah Keputusan yang tanpa ada landasannya, maka sudah pasti sebuah sikap yang dipaksakan. Maka patut diduga ada sesuatu dibalik itu,” kata Nurlis.[*]