kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Dr Bustami Abubakar: Tidak Percaya Provinsi Aceh Termiskin di Sumatera

Dr Bustami Abubakar: Tidak Percaya Provinsi Aceh Termiskin di Sumatera

Minggu, 02 Januari 2022 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Auliana Rizki

Ketua Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI) Provinsi Aceh, Dr. Bustami Abubakar, M.Hum. [Foto: Tangkapan layar kanal YouTube BPNB Aceh/Auliana Rizki]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI) Provinsi Aceh, Dr. Bustami Abubakar, M.Hum mengatakan ia tidak percaya Aceh itu masuk provinsi termiskin di Sumatera, Sabtu (1/1/2022), dalam diskusi “Kilas Balik 2021: Gerakan Kebudayaan di Masa Pandemi” yang disiarkan di kanal YouTube BPNB Aceh.

"Hari ini tokoh-tokoh adat, tokoh-tokoh agama masih cukup punya power di Aceh. Masyarakat Aceh masih percaya apa yang disampaikan ulama atau tokoh adat, walaupun beberapa masyarakat tidak mau mendengar apapun," kata Bustami.

Ia melihat Pemerintah Aceh tidak menggandeng untuk menyampaikan melalui tokoh agama dan tokoh adat tentang bagaimana masyarakat Aceh menghadapi pandemi Covid-19 ini. Ketika tidak ada panduan yang ada, akhirnya masyarakat berinovasi/berkreasi sendiri, muncullah resistensi atau sejenisnya.

"Orang Aceh kan memang begitu, ucapan yang tak lazim didengar “ngon kee” artinya ”dengan aku”, nah itu adalah puncak kebanggaan, puncak kesombongan tingkat tinggi," tuturnya.

“Ia merasa sudah puas, ia merasa sudah teraktualisasi dirinya dengan baik kalau udah ngomong ucapan tersebut,” ucapnya dalam diskusi tersebut.

Kata Busatami, konflik yang begitu lama membuat masyarakat kita berubah, konflik yang berkepanjangan membuat orang Aceh mudah curiga dan ego, yang penting dirinya selamat. Namun setelah tsunami, muncul karakter baru yaitu meminta dan menunggu bantuan.

Perubahan karakter ini dalam ruang antropologi ada ruang toleransinya karena perubahan sosial. Manusia adalah makhluk yang paling adaptif, paling pintar menyesuaikan diri dengan lingkungan, yang penting dia bisa bertahan hidup. 

"Tapi harusnya pemuka masyarakat, baik pemerintah, tokoh ulama, ataupun tokoh adat melihat bahwa ini perlu adanya pergerakan untuk digiring kembali masyarakat kita," kata Dosen Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry.

Tidak hanya itu, setelah pandemi, kita juga tahu bahwa ini sangat menyakitkan bagi orang Aceh karena dijuluki provinsi termiskin di Sumatera. Sekarang kita lihat apa benar demikian? Kita lihat warung kopi penuh.

“Saya menduga angka ini angka statistik. Orang Aceh ini misalnya ditawarkan bantuan dan harus membuat surat miskin, ia akan membuat. Maka tinggilah angka statistik ini ketika diukur,” ujarnya.

Ia juga menambahkan, beasiswa bidikmisi yang paling banyak itu di Aceh. Padahal bidikmisi itu indikator masyarakat miskin. Atas nama bantuan, masyarakat Aceh pasti mau melakukan appaun termasuk menyatakan diri miskin. Tanpa disadari angka statistik itu semakin meningkat.

“Kalau secara kenyataan, saya tidak percaya orang Aceh itu miskin. Hampir tidak ada masyarakat Aceh yang busung karena kelaparan. Kita harus mengembalikan masyarakat kita yang swadaya dan swadana ke masyarakat ke superior lah,” pungkasnya. [AU]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda