kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / DPRA Rapat Bahas Penegakan Hukum Pelaku Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

DPRA Rapat Bahas Penegakan Hukum Pelaku Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

Selasa, 02 Februari 2021 20:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar
[Foto: Akhyar/Dialeksis]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dalam hal memberi perlindungan dan hak anak terhadap kasus kekerasan seksual di Aceh, Ketua Komisi I DPRA Muhammad Yunus M. Yusuf mengaku telah menggelar rapat dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh terkait perumusan satu aturan baru atau revisi Qanun Jinayat untuk lebih memerhatikan kesejahteraan anak-anak yang menjadi korban kekerasan.

"Apakah nanti bisa kita buatkan Qanun ataupun semacamnya tentang permasalahaan yang lebih memerhatikan si korban," ujar Yunus saat Rapat Dengan Tim Kecil Terkait Penegakan Hukum Pelaku Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Ruang Rapat Badan Anggaran DPRA, Selasa (2/2/2021).

Untuk lebih rinci, Kepala DP3A, Nevi Ariyani menyebutkan DP3A telah melaksanakan beberapa hal. Pertama, mereka telah berkoordinasi dengan pimpinan tentang alur berbagai kebutuhan-kebutuhan advokasi.

Kedua, menjaring masukan dan pertimbangan dari jaringan sipil untuk melibatkan tim dan substansi dari Qanun Jinayat yang akan di evaluasi.

Selanjutnya, DP3A juga mengusulkan bahan-bahan informasi aktual yang berkaitan dengan kebijakan penghukuman terhadap anak. DP3A juga sedang menyusun Surat Keputusan (SK) terhadap evaluasi Qanun Jinayat.

Ia juga meminta maaf atas keterlambatan pengeluaran SK tersebut.

"Karena DP3A beberapa kali harus berkoordinasi dengan pimpinan terhadap substansi-substansi yang akan diakomodir sehingga perlu waktu dalam perubahan informal," katanya.

Koordinasi KontraS Aceh, Hendra Saputra meminta ketegasan hukum terhadap pelaku melalui hukuman penjara. 

Ia berujar, Qanun Jinayat yang sekarang ini terkait persoalan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual dan pemerkosaan sampai saat ini masih opsional.

"Sampai sejauh ini belum ada komitmen bersama juga di lintas penegakan hukum terkait dengan penggunaan hukuman yang seperti apa terkait pelaku kasus pemerkosa anak," jelasnya.

Ia mengaku masih berpedoman pada tahapan awal untuk melakukan revisi terhadap Qanun Jinayat terutama pasal 47 dan pasal 50 terkait dengan kasus pelecehan seksual dan pemerkosaan.

"Supaya lebih tegas di muka hukuman bagi pelaku pemerkosaan anak, itu hukumannya adalah penjara tidak ada pilihan hukuman yang lain," katanya.

Sementara itu, Ketua Komisi VI DPRA, Tgk H Irawan Abdullah meminta seluruh peserta rapat untuk mendesak Gubernur Aceh agar melahirkan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang restitusi (pemulihan kondisi korban).

Hal itu ia sampaikan karena Pergub lebih cepat menyiapkan perangkat aturan baru daripada revisi qanun yang membutuhkan waktu yang sangat lama.

"Revisi Qanun membutuhkan waktu yang sangat panjang, kalau misalnya ada peristiwa-peristiwa per hukum yang menyangkut dengan pelecehan seksual dan pelaku, berapa lama korban yang akan berlangsung," jelasnya.

Selain itu, Diskrimum Polda Aceh Unit Pelayan Perempuan dan Anak, Rosiana meminta rumah aman sementara yang benar-benar aman dalam menangani kasus-kasus.

"Yang kami butuhkan dalam hal penangan kasus, kami butuh rumah aman yang memang benar-benar aman dan tidak diketahui oleh siapa pun," kata Rosiana.

Ia berkata, di Banda Aceh terdapat rumah singgah sementara, tapi pada kenyataannya memang tidak benar-benar aman.

"Kita pernah menitipkan korban ke sana tapi korban sudah sempat dibawa lari oleh pelaku, saat itu kami lagi tangani kasus perdagangan anak. Kami titip anak itu di sana, karena memang tidak ada tempat lain," katanya.

Di sisi lain, Rosiana sepakat dengan Ketua Komisi VI DPRA untuk sesegera mungkin mempergubkan restitusi korban.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda