DPRA Pertanyakan Kekhususan Aceh yang Setengah Hati
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mempertanyakan kekhususan Aceh yang dianggap masih setengah hati.
Anggota Dapil 9 DPRA, Asmidar, menyebutkan, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 90 Tahun 2019, masih belum masuk dalam nomentklatur. Dimana disebutkan bahwa pada pasal 3 Permendagri Nomor 90 Tahun 2019 menyebutkan bahwa kalsifikasi, kodefikasi dan nomenklatur terdiri atas urusan, bidang urusan, program, kegiatan dan sub kegiatan yang disusun berdasarkan urusan dan sub urusan kewenangan daerah.
Ia mencontohkan pembangunan musholla dan mesjid. Dimana hal tersebut dimasukkan dalam pertim yang menyangkut dengan pembangunan rumah ibadah.
"Sebutan rumah ibadah yang dimaksud tidak hanya musholla dan mesjid. Namun rumah ibadah lain juga. Waspada," kata Asmidar pada rapat Paripurna Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP-BPK) RI, di Gedung DPRA, Selasa (30/2/2020).
Ia juga menjelaskan, bahwa anggaran yang berada di Baitul Mal, merupakan anggaran Infak dan Zakat. Ia melihat, masih ada anggaran Infak dan Zakat yang masih tersimpan di Baitul Mal.
"Alangkah baiknya, Rumah Dhuafa yang di dalam Baitul Mal itu tetap dibangun dengan rumah Dhuafa. Walaupun pembangunan rumah layak bumi itu sudah ada di dalam pertim. Tapi nama Rumah Dhuafa itu tetap," ungkap Asmidar.
Hal serupa juga juga disampaikan Musriadi Aswad, Ketua Komisi I DPRK Banda Aceh. Ia berharap kekhususan yang ada di Aceh menjadi peran seluruh anggota legislatif seluruh Aceh untuk mengawalnya.
"Jadi ini tugas kita selaku anggota legislatif untuk menfollow up hal tersebut terkait Pilkada 2022 nanti dan juga kekhususan yang ada di Aceh menjadi peran seluruh anggota legislatif seluruh Aceh," pungkasnya.(IDW)