DPP Partai Demokrat Gelar Webinar Nasional, Diplomasi Jadi Kajian
Font: Ukuran: - +
Reporter : Ahyar
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Departemen Luar Negeri dan Keamanan Nasional (LUKAMNAS) DPP Partai Demokrat menggelar acara Webinar Nasional yang bertajuk "Pengaruh Global Kemenangan Joe Biden Khususnya bagi Indonesia Di Tengah Pandemi Yang Belum Mereda," Jum'at (18/12/2020).
Acara tersebut diisi oleh tiga pemateri yang masing-masing konsen pada bidang luar negeri diantaranya Kepala Dept. Luar Negeri dan Keamanan Nasional DPP-PD Anggota Komisi XI DPR-RI, Didi Irawadi Syamsudin, Pengamat Militer dan pertahanan, Dr Connie Rahakundini Bakrie, dan Wakil Menteri Luar Negeri ke-5 Dubes RI untuk Amerika 2010-2013, Dr Dino Patti Djalal. Kemudian Webinar tersebut dipandu oleh Wakil Kepala Dept. Luar Negeri dan Keamanan Nasional DPP-PD, Dr Susilawati.
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ketika menyampaikan sambutan menyatakan ketertarikannya pada topik yang dibahas. Hal itu dipertimbangkan juga dengan kondisi Indonesia yang lagi dipersoalkan dengan masalah kesehatan dan ekonomi.
"Saya berharap kepada narasumber nanti bisa menyampaikan lebih banyak hal dalam forum ini dan berbagi wawasan dalam menyelesaikan persoalan dan mencari harapan dengan kondisi yang sedang kita alami ini," kata AHY dalam sambutan selaku Ketua Umum DPP Partai Demokrat.
Kemudian, Dr Dino Patti Djalal mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu menjalin hubungan dengan negara Amerika Serikat sebagaimana mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada masa jabatannya dulu.
"Jika mengirim surat saja, rasanya tidak akan pernah terbaca. Makanya di harapkan pak Jokowi bertindak seperti Pak SBY dulu, langsung menghubungi Presiden terpilih Amerika sekarang supaya bisa merangkul dan menjalin hubungan diplomasi," ungkap Dino.
Ia melanjutkan, tantangan Indonesia masa kini ialah bagaimana caranya menjalin diplomasi akrab dengan Pemerintah Amerika, karena dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini hubungan ekonomi Indonesia dengan Amerika agak stagnasi (lambat) dibandingkan ketika Indonesia berdiplomasi dengan negara Tiongkok.
"Perdagangan kita dengan Amerika hanya sekitar 26-30 milyar Dolar. Sementara dengan Tiongkok dari 15 naik 30 lalu naik lagi ke 40 dan sekarang udah 70, dua kali lipat dari perdagangan kita dengan Amerika, dan sebentar lagi akan naik 100 milyar Dolar," tutur Doni.
Sedangkan Dr Connie mengatakan, inilah saat yang tepat untuk Indonesia mengakrabkan diri dengan Amerika Serikat. Menurutnya agenda-agenda yang dilakukan Joe Biden saat mempimpin Amerika nanti sangat proporsional untuk mendongkrak hubungan diplomasi Indonesia dan Amerika.
"Agenda Biden selama menjabat berfokus pada diplomasi, memperkuat reputasi internasional AS, membangun aliansi, menarik sebagian besar pasukan AS keluar dari Afghanistan, mendukung untuk kembali pada kesepakatan nuklir Iran, upaya untuk denuklirisasi dengan Korea Utara, lebih banyak kemitraan regional, menghidupkan kembali TFF, dan perdagangan bebas (TFG) dengan di Asia-Pasifik," kata Connie.
Pengamat Militer dan Pertahanan itu berharap agar Indonesia mempertimbangkan agenda-agenda Biden semasa menjabat sebagai Presiden dan Indonesia bersedia mengetuk pintu mereka serta mau menjalin hubungan diplomasi dalam rangkaian untuk kepentingan bilateral.
Sementara itu, Didi Irawadi Syamsudin pada kesempatannya menyampaikan materi mengatakan, jangan terlalu berharap dengan negara lain.
"Kita memang mengharapkan diplomasi, tapi jangan bermimpi terlalu jauh, karena Indonesia sendiri masih banyak persoalan yang mesti dituntaskan," kata Didi.
Ia melanjutkan, Indonesia sebagai sebuah negara perlu mengurangi ketergantungan terhadap negara lain.
"Banyak sektor di negara kita yang berpotensi meningkatkan ekonomi, dan ini menjadi kajian kita bersama bagaimana caranya mengelola sektoral itu untuk membuahkan pendapatan negara tanpa perlu bergantung pada negara lain," jelas Didi.
Kemudian, Didi menawarkan solusi seperti lebih menggalakkan perdagangan dalam negeri, meningkatkan manufaktur, pemberdayaan ahli teknologi anak bangsa, dan peningkatan ketahanan pangan.
Ia berharap agar ke depannya diplomasi Indonesia antar negara tidak hanya seputaran kebutuhan market saja tapi juga sebagai industri penyedia market [ahyar].