Rabu, 01 Oktober 2025
Beranda / Berita / Aceh / DPMPTSP Aceh Utara Tegaskan PT IBAS Belum Pernah Ajukan Izin Perkebunan

DPMPTSP Aceh Utara Tegaskan PT IBAS Belum Pernah Ajukan Izin Perkebunan

Rabu, 01 Oktober 2025 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh Utara, Nyak Tiari. Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Persoalan perambahan kawasan hutan lindung di Gampong Lubok Pusaka, Kecamatan Langkahan, Aceh Utara, kembali menjadi perbincangan dalam diskusi publik yang digelar MaTA di Hotel Diana Lhokseumawe pada Selasa, 30 September 2025. 

Alfian menyebut PT IBAS yang beralamat di Kuta Makmur, Aceh Utara, hanya memiliki izin Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dengan kapasitas 30 ton per jam. 

Namun, perusahaan yang mulai beroperasi sejak Februari 2019 itu diduga membuka lahan perkebunan sawit di kawasan yang berbatasan langsung bahkan masuk ke hutan lindung.

“PT IBAS menguasai sekitar 500 hektare lahan, terdiri dari 219 hektare melalui pembelian yang tidak transparan dari keluarga mantan Bupati Aceh Utara, dan 280 hektare melalui penjualan sepihak oleh aparatur desa. Tanah ini sebelumnya telah digarap warga secara turun-temurun,” ungkap Alfian.

Ia menambahkan, KPH Wilayah III Aceh sudah mengeluarkan surat peringatan kepada PT IBAS pada tahun 2024 agar menghentikan pembukaan lahan di hutan lindung Lubok Pusaka. 

Bahkan, hasil pantauan citra satelit terbaru pada 6 September 2025 memperlihatkan luasan lahan yang terbuka di hutan lindung meningkat drastis menjadi 163,75 hektare, dari sebelumnya hanya sekitar 80 hektare.

Selain itu, MaTA juga menyoroti skema kebun plasma yang dijanjikan perusahaan seluas 1.400 hektare bagi 700 kepala keluarga. Namun, hasil verifikasi menunjukkan 1.200 hektare di antaranya justru berada dalam kawasan hutan lindung.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh Utara, Nyak Tiari, menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah menerbitkan izin perkebunan untuk PT Ika Bina Agro Wisesa (IBAS).

“Seharusnya kalau memang lahan sudah dikuasai PT IBAS, mereka harus melakukan permohonan perizinan perkebunannya. Tapi sampai sekarang belum ada permohonan masuk ke dalam sistem OSS (Online Single Submission). Kami hanya mengeluarkan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk pabrik, bukan izin perkebunan,” kata Nyak Tiari kepada wartawan dialeksis.com usai diseminasi. 

Ia menambahkan, kewenangan penerbitan izin operasional kelapa sawit berada di tingkat provinsi. Namun, setiap perusahaan wajib terlebih dahulu mengajukan permohonan resmi sebelum beroperasi. 

“Perizinan PT IBAS di Aceh Utara hanya Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Sedangkan perizinan operasional kelapa sawit di bawah wewenang DPMPTSP Aceh. Sekarang perizinan tidak lagi manual, semuanya berbasis sistem. Kalau belum masuk ke OSS, berarti memang belum ada permohonan sama sekali,” tegasnya.

Nyak Tiari juga mengatakan pentingnya koordinasi lintas instansi dalam kasus PT IBAS. “Ke depan, dalam persoalan semacam ini harus melibatkan Dinas Pertanahan, BPN, hingga Dinas Tata Ruang agar tidak terjadi konflik kewenangan dan bisa memberikan kepastian hukum bagi semua pihak,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
bpka - maulid