Beranda / Berita / Aceh / Dosen Pertanian USK Beri Solusi Atasi Masalah Pangan di Aceh

Dosen Pertanian USK Beri Solusi Atasi Masalah Pangan di Aceh

Minggu, 17 September 2023 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Akademisi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala (USK), Teuku Saiful Bahri. Foto: Ist


DIALEKSIS.COM | Aceh - Harga beras di seluruh kabupaten kota se-Aceh sedang melambung tinggi. Sejumlah pedagang dan masyarakat mengeluhkan kondisi tersebut.

Kenaikan harga beras dipicu oleh banyak lahan pertanian pada musim tanam gadu 2023 tidak ditanami tanaman padi. Hal itu, disebabkan karena tidak adanya sumber air yang cukup untuk dialiri ke lahan pertanian warga. Kemudian ditambah lagi dengan musim kemarau, bahkan beberapa daerah di Aceh banyak gagal panen.

Menurut Akademisi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala (USK), Teuku Saiful Bahri, penyebab naiknya harga pangan juga disebabkan karena sistem informasi pangan tidak jelas. 

“Kita tidak tahu ada berapa cadangan pangan di pengusaha dan masyarakat. Bisa saja kondisi krisis pangan ini karena ada yang memainkan harga pangan, apalagi ini dekat dengan tahun politik,” kata Saiful saat diwawancarai Dialeksis.com, Minggu (17/9/2023). 

Lebih lanjut, Saiful menyampaikan sejumlah langkah yang tepat untuk menangani persoalan kenaikan harga beras.

Pertama, perlu untuk memperbaiki sisi produksi. Artinya, dibutuhkan perbaikan terhadap infrastruktur pertanian seperti irigasi. 

Selain itu, kata dia, perlu juga pelatihan bagi petani, karena dalam rangka meningkatkan produksi dan produktivitasnya, perlu meningkatkan kesejahteraan petani. 

“Satu sisi kalau harga naik jadi masalah, turun juga masalah karena kesejahteraan petani berkurang, kalau tinggi konsumen sulit mengakses pangan. Jadi harus dua-dua dijaga, harus stabil,” jelasnya. 

Langkah kedua, sambungnya, penting untuk memperbaiki sistem distribusi padi. 

“Di musim panen padi kita banyak, tapi industri pengolahan kita tidak sanggup menampung, bisa jadi karena ketersediaan modal maupun hambatan teknologi sehingga gabah kering kita lari ke Provinsi Sumut,” ungkapnya. 

Bagi Saiful, Aceh surplus padi tapi tidak dengan beras, jadi jangan kaget jika Aceh banyak beras impor. 

“Untuk itu perlu dipersiapkan industri padi di Aceh yang mampu menampung seluruh hasil produksi, agar hasil pertanian kita tidak dijual keluar,” imbuhnya. 

Solusi selanjutnya, kata Saiful, pertumbuhan teknologi di usaha tani harus diikuti dengan perubahan teknologi yang ada di tingkat pengolahan. 

Contoh, sebut Saiful, panen padi sekarang pakai combine harvester, yaitu alat panen dengan 3 fungsi yaitu sebagai alat panen, alat perontok padi dan juga sebagai alat pembajak sawah.

“Alat ini memang bisa membuat efisiensi yang luar biasa, cepat dan murah. Namun memanen dengan alat combine harvester menyebabkan kadar air lebih tinggi dibanding potong manual, 

Sehingga di tingkat pengolahan itu punya sistem pengering yang canggih, tidak bisa lagi menggunakan pengering rantai jemur,” jelasnya lagi. 

Untuk itu, kata dia, pemerintah harus berpikir bagaimana teknologi di pengolahan bisa memadai. Apakah lewat pembiayaan yang murah atau skema kerjasama pemerintah dan dunia usaha. 

Di samping itu, menurut Saiful, perlu sistem cadangan pangan yang bagus dari pemerintah. Pemerintah bisa membanjiri pasar dengan stok pemerintah sehingga harganya tidak terlalu tinggi. Artinya petani tetap diuntungkan dan masyarakat sanggup membeli pangan.

Hal penting lain juga menurut Saiful, kedepan perlu koordinasi yang baik antara pemerintah dengan lintas sektor agar bisa tanggap terhadap setiap kondisi. 

“Contoh seperti kondisi sekarang, banyak irigasi yang sedang diperbaiki di saat musim tanam tiba, petani pun terpaksa tidak bisa menanam, karena tidak dialiri air ke lahan sawah, ditambahkan lagi musim kemarau,” tuturnya. 

Oleh karena itu, lanjutnya, ke depan perencanaan untuk sektor pertanian harus jadi prioritas, karena Aceh daerah agraris dan masyarakatnya banyak petani tentu perlu untuk meningkatkan kesejahteraannya. 

“Kemudian harus fokus pada pangan karena masalah El Nino dan krisis pangan global, sehingga perlu strategi atau rencana aksi daerah dalam menciptakan ketahanan pangan dan kemandirian pangan,” pungkasnya. 

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda