DKP Aceh Segel Bagan Apung Ilegal di Kawasan Konservasi Pulau Simeulue
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Petugas gabungan sedang memasang garis pengawas perikanan dan menyegel bagan apung di Kawasan Konservasi PISISI (11/12/2024): Foto: DKP Aceh
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh mengambil tindakan tegas dengan menyegel sebuah bagan apung ilegal yang beroperasi di kawasan konservasi perairan Pulau Simeulue.
Bagan apung tersebut, yang tidak memiliki izin, terletak di Lhok Air Pinang dan berada di kawasan konservasi Pulau Pinang, Pulau Siumat, dan Pulau Simanaha (PISISI). Tindakan ini diambil pada 11 Desember 2024 setelah mendapat laporan masyarakat terkait aktivitas ilegal di kawasan tersebut.
Kepala DKP Aceh, Aliman, S.Pi., M.Si, menjelaskan bahwa pengawasan sumber daya perikanan dilakukan bersama Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Lampulo, Direktorat Polisi Perairan dan Udara (Dit Polairud) Polda Aceh, serta POKMASWAS. Tim yang dipimpin oleh Pengawas Perikanan Ahli Muda DKP Aceh, Samsul Bahri, S.Pi., M.P., melakukan penyegelan dan penghentian sementara terhadap bagan apung milik SR (38), warga Simeulue Timur.
Langkah penyegelan ini diambil setelah melalui beberapa tahapan, termasuk menerima laporan masyarakat mengenai aktivitas ilegal di kawasan konservasi tersebut.
"Sebelumnya, SR telah mendapat teguran dari perangkat adat laut Lhok Air Pinang yang meminta agar bagan apung tersebut dipindahkan. Karena peringatan tersebut diabaikan, perangkat adat menyerahkan penyelesaian kepada Pemerintah Aceh melalui DKP," jelasnya dalam keterangan tertulis kepada Dialeksis, Minggu (15/12/2024).
Samsul Bahri, S.Pi., M.P., menyatakan bahwa SR telah melanggar berbagai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan.
Setelah melakukan pemeriksaan dan upaya persuasif pada Juli lalu, DKP Aceh memberikan teguran pertama kepada SR, namun karena teguran ini diabaikan, surat teguran kedua dilayangkan pada November 2024.
Pada 11 Desember, setelah koordinasi dengan aparat desa, SR akhirnya memindahkan bagan apungnya secara sukarela dan menandatangani berita acara penyegelan.
"Segel ini disertai Garis Pengawas Perikanan sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2021," tambah Samsul.
Kepala DKP Aceh, Aliman, menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap peraturan dan perizinan di sektor kelautan dan perikanan. Ia mengingatkan seluruh pelaku usaha agar menjalankan kegiatan penangkapan ikan secara legal dan melaporkan aktivitas mereka sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Penyegelan ini dilakukan untuk mencegah dampak negatif yang lebih besar terhadap ekonomi, sosial, budaya, serta kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan. Kami juga mengingatkan agar SR tidak mengoperasikan bagan apung sebelum mengurus perizinan. Tindakan melawan hukum pasca penyegelan dapat berujung pada sanksi administratif lebih tegas,” ujar Aliman.
DKP Aceh juga mengimbau seluruh pelaku usaha perikanan di Aceh untuk mematuhi aturan perizinan berusaha, daerah penangkapan ikan, alat bantu penangkapan ikan, dan hukum adat laut sebagai bagian dari budaya maritim Aceh.
Sinergi antara Pemerintah Aceh, Kementerian Kelautan dan Perikanan, DitPolairud Polda Aceh, serta nelayan akan terus dilakukan untuk memastikan keberlanjutan dan kelestarian sektor perikanan di Aceh.