kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Diskusi Publik LBH Jakarta Mural dan Intimidasi, Ejakss: Menjawab Keresahan Seniman

Diskusi Publik LBH Jakarta Mural dan Intimidasi, Ejakss: Menjawab Keresahan Seniman

Rabu, 25 Agustus 2021 16:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : fatur
Mural yang kontrovesial yang telah dihapus oleh Pihak berwenang. [Foto: Dialeksis]

DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kisruh isu Mural yang terus membuat banyak orang mempertanyakan terhadap penghapusan pada mural-mural yang memiliki nuasa kritik terhadap pemerintah.

Dari beberapa kasus yang tengah viral belakangan ini, berdasarkan hasil penelusuran Dialeksis.com, ada banyak beberapa mural yang dihapus oleh pihak terkait salah satunya Mural 404: Not Found dan Tuhan Aku Lapar. dan di Aceh sendiri bukan mural yang dihapus namun Vandalisme yang dimana ada momen ketika KPK datang ke Aceh, yaitu #TangkapNova #DukungKPK yang tagar/vandalisme tersebut hampir ada di seluruh Aceh.

Salah satu peserta yang ikut dalam Diskusi Publik yang dibuat oleh LBH Jakarta tadi malam, Selasa (24/08/2021) Enyadirmata Larastivana atau akrab disapa Ejaks yang juga salah satu pendiri komunitas ETHNIES mengatakan sangat setuju dengan apa yang disampaikan oleh Budi Cole dan Andang Kelana.

"Setuju banget dengan apa yang disampaikan oleh Budi sama Mas Andang, Kenapa baru Viral sekarang sedangkan mural itu sudah lama ada, dan aneh pembuatnya diburu," ucap Ejakss kepada Diaeleksis.com.

Secara tidak langsung, Kata Ejaks, para pemural ini sudah seperti dibatasi dalam berkarya seni, dan yang saya tahu karya seni itu tidak ada batasnya dan hal-hal seperti ini juga ada dalam pembahasan UUD 1945.

Berdasarkan hasil penulusuran Dialeksis.com, UUD Kesenian juga di atur dalam UU NOMOR 26 TAHUN 1960 dan UU NOMOR 84 TAHUN 1999.

Ejaks mengatakan, pada pemataran Oky Wiratama, dikatakan oleh UNESCO, Artistic Freedom adalah kebebebasan untuk berimajinasi, menciptakan, mendistribusikan ekspresi budaya yang bebas dari sensor pemerintah, campur tangan politik atau tekanan dari aktor-aktor non negara.

"Dari pernyataan UNESCO itu jelas bahwa seni itu adalah kebebasan dalam berekspresi, dan dikatakan oleh mbak Oky juga pada UUD 1945 Pasal 28 F yang isinya Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan menyampaikan informas dengan jenis saluran yang tersedia, kemudia pada Pasal 28 E ayat 3 yang isinya Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat, di pasal itu aja udah dibilang bahwa kita berhak atas penyampaian informasi dan juga berhak atas kebebasan, jadi saya rasa dalam hal mural ini seperti tidak ada kebebasan lagi dalam menyampaikan informasi dan juga kebebasan dalam berpendapat seperti sudah dibatasi saja," jelas Ejakss kepada Dialeksis.com lewat via Live Message, Rabu pukul 02.15 WIB (25/08/2021).

Lebih lanjut Ejakss menyampaikan juga, tentu ada batasan dalam penyampaian dan berekspresi dan setuju atas pemaparan dari mbak Oky, yaitu batasan dalam hak berekspresi, asal tidak mengandung SARA tau menghina dan itu sah-sah saja.

"Jadi menurut saya, Mural 404 dan Tuhan Aku Lapar itu saya rasa tidak mengandung SARA sedikitpun, itu seperti menyampaikan pesan dan kondisi yang terjadi saat ini, jadi jika itu memang mengandung kritik, ya berarti kritikannya langsung mengenai pada masalah dan jelas seperti pada situasi yang terjadi," tegasnya.

Lanjut Ejakss, "Tapi jika dihapus kritikan tersebut, alangkah baiknya itu dipertanyakan kenapa dihapus dan bahkan sampai diburu, dan sebenarnya mural yang mengandung unsur kritikan itu banyak sekali berserakan di Ruang Publik terutama di Jakarta, tapi ya heran saja kenapa hanya beberapa objek mural tertentu saja yang dihapus, kenapa tidak semua, jadi apa yang dilakukan oleh LBH Jakarta itu mungkin juga sebagaian daripada menjawab keresahan para seniman," tutupnya kepada Dialeksis.com. [ftr]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda