Dewan Aceh Tamiang Minta Aturan Baru JHT Ditinjau Ulang: Ini Memberatkan
Font: Ukuran: - +
Reporter : MHV
Foto: Wakil Ketua DPRK Aceh Tamiang, Muhammad Nur.
DIALEKSIS.COM | Aceh Tamiang - Program Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan disorot banyak pihak lantaran kini hanya bisa diambil 100 persen ketika pekerja berada di usia 56 tahun. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tamiang, Muhammad Nur menilai aturan baru ini memberatkan.
"Aturan baru bahwa klaim JHT hanya dapat diambil ketika peserta mencapai usia 56 tahun tentunya memberatkan pekerja yang terdampak. Kondisi pandemi COVID-19 telah membuat ekonomi rakyat semakin sulit. Hal ini juga dialami oleh pekerja. Banyak pekerja harus terkena PHK. Tidak sedikit juga harus mengundurkan diri secara terpaksa," kata Muhammad Nur kepada Dialeksis.com, Senin (21/2/2022).
Politisi Demokrat ini menilai terobosan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) belum cukup mengakomodir kebutuhan pekerja yang terdampak PHK. Terlebih, kata dia, nasib PKWT semakin tidak menentu akibat Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tersebut.
"Sudah ada terobosan Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang diinisiasi pemerintah di masa pandemi ini ternyata belum cukup untuk mengakomodir kebutuhan pekerja terdampak. Ditambah lagi nasib PKWT terdampak yang semakin tidak menentu dengan terbitnya permenaker baru ini," ucapnya.
Muhammad Nur pun meminta agar pemerintah dalam hal ini Kemenaker segera meninjau ulang Permenaker Nomor 2 Tahun 2022. Sebab, kata dia, JHT merupakan hak pekerja karena dikumpulkan dari potongan gaji para pekerja.
"Klaim JHT ini kan sebetulnya dikumpulkan dari potongan gaji pekerja dan juga dari perusahaan. Ini bukan dana APBN. Sehingga sudah seharusnya menjadi hak dari pekerja terdampak. Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 harus segera ditinjau ulang kembali. Pemerintah harus segera duduk bersama dengan stakeholders terkait dan mencari solusi yang juga bisa mengakomodir aspirasi pekerja," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, ketua Fraksi Demokrat di DPRA, Nurdiansyah Alasta mengatakan, bahwa selaku perpanjangan tangan Partai Demokrat di parlemen Aceh, fraksi Demokrat di DPRA mendesak pemerintah untuk mencabut Peraturan Menteri tersebut.
"Selaku perpanjangan tangan partai Demokrat di parlemen Aceh dan ikut menyuarakan aspirasi masyarakat di daerah, kita mendesak pemerintah untuk mencabut Peraturan Menteri tersebut karena merugikan pekerja" ucap pria yang akrab disapa DNA tersebut.
Selanjutnya pria yang menjabat sebagai Bendahara Umum DPD Demokrat Aceh ini menambahkan bahwa pemberlakuan Peraturan Menteri tersebut merugikan pekerja di seluruh Indonesia termasuk Aceh.
"Peraturan Menteri ini akan merugikan pekerja di seluruh Indonesia, termasuk Aceh. Oleh karena itu, kita di Aceh yang merasa dirugikan oleh aturan tersebut juga harus memiliki suara yang sama untuk menolak aturan itu" tutup Nurdiansyah. (MHV)