Beranda / Berita / Aceh / Dekan FEBI Sarankan Pemerintah Aceh Fokus Peningkatan Ekonomi Saat Otsus Masih Ada

Dekan FEBI Sarankan Pemerintah Aceh Fokus Peningkatan Ekonomi Saat Otsus Masih Ada

Rabu, 02 Februari 2022 07:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Zakir

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Dr. Zaki Fuad, M.Ag.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Gelontoran Dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk Aceh akan berakhir pada tahun 2027, sementara Aceh saat ini masih diselimuti dengan kemiskinan. Belum lagi masalah kesenjangan pembangunan serta masalah bencana alam tahunan seperti banjir yang harus mendapat perhatian serius dari Pemerintah Aceh

Bagaimana Aceh akan mengatasi masalah tersebut bila suplai Dana Otsus dari Pusat berakhir? Apa yang mesti dilakukan oleh Pemerintah Aceh dalam beberapa tahun kedepan saat dana Otsus masih ada? atau haruskah kita menyembah Pemerintah Pusat untuk meminta "disusui" terus lewat Dana Otsus seperti yang saat ini tengah dilakukan elite Aceh.

Pertanyaan semacam itu sangat sering muncul di tengah-tengah masyarakat, bahkan dikalangan elite Aceh sendiri. Banyak yang mengatakan bahwa pembangunan dan ekonomi Aceh akan stagnan pasca berakhirnya Dana Otsus. Hal ini didasari dari fakta saat ini bahwa Aceh yang memiliki uang melimpah tapi tetap saja menjadi salah satu provinsi termiskin di Indonesia, dan nomor dua di Sumatera.

Sebagai informasi, sejak dianggarkan pertama kali pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2021, total alokasi Dana Otonomi Khusus (Otsus) yang diterima oleh Provinsi Aceh adalah sebesar Rp 88,43 Triliun. Tentu saja angka tersebut adalah nominal yang sangat besar, yang bila dilihat secara kasar berarti Aceh menerima Dana Otsus tiap tahunnya sekitar Rp 6,2 Triliun.

Lalu kenapa Aceh tetap miskin meski punya APBD yang sangat besar. Ternyata salah satu penyebabnya adalah karena Pemerintah Aceh tidak mampu membuat perencanaan yang matang, peruntukan Dana Otsus tidak tepat sasaran. Salah satu indikasi Pemerintah Aceh tidak mampu mengelola Dana Otsus dengan baik dapat dilihat dari angka SILPA setiap tahunnya, yang bahkan SILPA tahun 2021 disebut berada di angka Rp 4 Triliun.

Melihat problem kemiskinan yang tengah dihadapi Aceh, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Dr. Zaki Fuad, M.Ag menyarankan Pemerintah Aceh agar melakukan telaah secara komprehensif sehingga menemukan solusi untuk jangka panjang, kemudian dapat mengalokasikan lebih Dana Otsus di sektor yang paling urgent seperti peningkatan ekonomi dan pembangunan infrastruktur yang paling dibutuhkan oleh masyarakat luas.

“Kalau mau berbenah, Pemerintah Aceh setidaknya masih ada waktu 6 tahun lagi yang ditopang Dana Otsus, meski mulai tahun 2023 Dana Otsus yang diterima Aceh hanya tinggal satu persen dari DAU Pusat. Dana Otsus yang ada ini haru betul-betul dialokasi pada sektor yang urgent seperti peningkatan ekonomi dan pembangunan infrastruktur yang menunjang langsung perekonomian masyarakat,” ujar Dr Zaki Fuad, saat dimintai tanggapan oleh Dialeksis.com, Senin (31/1/2021).

Dikatakannya, untuk mengantisipasi masalah lonjakan kemiskinan pasca berakhirnya Dana Otsus, Pemerintah Aceh harus menempatkan di atas meja sektor-sektor apa saja yang paling penting untuk dikebut dalam beberapa tahun kedepan, yang tentu saja tidak lari dari amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Pasal 183 ayat (1) yang mengamanatkan bahwa Dana Otonomi Khusus ditujukan untuk membiayai pembangunan, terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan.

“Infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, dan pengentasan kemiskinan itu kan tiga poin yang berjalan seiringan yang muaranya adalah kesejahteraan. Artinya bila masalah itu teratasi maka masalah pendidikan, sosial dan kesehatan juga akan ikut teratasi. Jadi penekanan penggunaan Dana Otsus menurut saya adalah harus lebih fokus ke sektor pemberdayaan ekonomi dan infrastruktur penunjangnya. Di sektor pertanian kira-kira apa yang paling urgent dibutuhkan masyarakat, misalnya irigasi, ini harus menjadi acuan penting bagi pemerintah. Keberadaan irigasi ini kan untuk mengairi sawah ladang masyarakat yang selama ini tadah hujan. Dengan adanya irigasi, masyarakat/petani yang awalnya turun ke sawah satu kali dalam setahun bisa dua bahkan tiga kali dalam setahun. Tentu saja ini akan mendongkrak pendapatan masyarakat dan di sisi lain kita juga bisa bergerak ke arah swasembada pangan,” ungkapnya.

“Hal lain yang menurut saya tak kalah penting adalah pembangunan mengatasi bencana seperti masalah banjir tahunan. Banjir tahunan, katakanlah seperti di Aceh Utara, yang tiap tahunnya dilanda banjir besar, bila tidak disikapi secara serius oleh Pemerintah Aceh dan tentunya Pemda setempat, ini akan menjadi masalah besar lainnya. Banjir ini kan sifatnya merusak, baik merusak rumah warga, lahan pertanian, hewan ternak, petani gagal panen, pedagang rusak dagangannya. Bila ini yang dialami masyarakat setiap tahunnya tentu saja mereka dihadapkan pada kerugian dan ujung-ujungnya akan menambah daftar kemiskinan. Terkait hal ini apa yang mesti dilakukan Pemerintah, tentu saja melakukan normalisasi daerah aliran sungai, memperbaiki dan membangun tanggul. Dan ini hanya pemerintah yang bisa melakukan. Kalau pemerintah beralasan tidak ada anggaran, kenapa bisa SILPA tiap tahunnya di atas Rp 2 Triliun? Kalau mau tentu saja Pemerintah dapat mensiasati anggaran untuk mengatasi masalah ini, seperti pembangunan jalan lewat multi years,” paparnya.

Kemudian, lanjut Dekan FEBI UIN Ar-Raniry itu, Pemerintah daerah juga harus melakukan hal yang sama, melihat sektor apa yang paling dibutuhkan oleh masyarakat untuk menunjang perekonomian jangka panjang. Setidaknya harus ada satu titik fokus pemerintah dalam menggunakan sisa tahun Dana Otsus terhadap peningkatan perekonomian. Menurut Dr Zaki Fuad, bila melihat Aceh secara menyeluruh, mayoritas masyarakat miskin ada di pedesaan, dalam hal ini maka yang harus menjadi titik fokus pemerintah adalah pemberdayaan sektor pertanian. Membangun infrastruktur yang mendukung aktivitas petani, bahkan kalau memungkinkan juga membuka lahan baru untuk menggenjot hasil pertanian hingga bisa diekspor.

“Yang pada intinya ingin saya tekankan adalah, Pemerintah Aceh harus berbuat dan lebih serius dalam memikirkan masa depan Aceh pasca berakhirnya Dana Otsus di tahun 2027. Melihat apa yang paling urgent dalam mendongkrak perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Di sisi lain, untuk meningkatkan PAD kedepan, Pemerintah juga harus memastikan bahwa perusahaan-perusahaan daerah berjalan dengan baik, dan menghadirkan investasi sebanyak mungkin. Menurut saya hanya dengan cara ini untuk menyelamatkan Aceh pasca 2027. Kalau tidak, Pemerintah Aceh harus mampu melobi, meyakinkan Pusat supaya Dana Otsus Aceh abadan abadi,” pungkasnya.


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda