Dana BMEC dan DBH Pajak Rokok Banda Aceh bermasalah, APH Didesak Usut Tuntas
Font: Ukuran: - +
DPW Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi (ALAMP Aksi) Aceh, Mahmud Padang (depan kanan). [Foto: ALAMP Aksi]
DIALEKSIS.COM | Aceh - Aparat Penegak Hukum (APH) didesak untuk mengusut tuntas indikasi penyalahgunaan dana BMEC sebesar Rp20 Miliar dan dana bagi hasil (DBH) pajak rokok tahun anggaran 2022 di Pemko Banda Aceh.
"Pengembalian dana BMEC tahun 2022 di Pemko Banda Aceh sebesar Rp20 miliar tidak digunakan Pemko untuk pembangunan eks Pasar Peunayong. Padahal dalam perencanaan digunakan untuk bangun tempat kuliner tersebut. Namun, anggarannya telah cair dari pemerintah Aceh," jelas DPW Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi (ALAMP Aksi) Aceh, Mahmud Padang, dalam keterangan pers yang diterima Dialeksis.com, Minggu (9/4/2023).
Pihaknya mengaku heran, kenapa eks Pasar Peunayong yang anggaran pembangunannya sudah tersedia tak kunjung dibuka. Pihaknya menduga utang kepada kontraktor yang semestinya dibayar belum dilunaskan.
"Entah kemana uang tersebut digunakan oleh Pemko Banda Aceh. Buktinya palang pengaman proyek tersebut belum dibuka dikarenakan pembayaran dari Pemko belum lunas, padahal pengembalian dana BMEC tahun 2022 tersebut sudah cair, sehingga patut diduga anggaran BMEC itu sudah diselewengkan untuk hal lainnya," kata Mahmud.
Padahal eks Pasar Peunayong itu aset produktif Pemko yang anggaran pembangunannya sudah tersedia pada tahun 2022.
"Ini tentu sangat merugikan masyarakat Banda Aceh," sebutnya.
Dia memaparkan, pemindahan aset BMEC (Banda Aceh Education Madani Center) ini dari milik Pemko menjadi milik Provinsi Aceh saat Gubernur Aceh di bawah kepemimpinan Nova Iriansyah. Dalam hal itu Pemerintah Aceh mengembalikan uang Pemko Banda Aceh sebesar Rp.80 Miliar.
"Senilai Rp20 miliar dibayar tahun 2022, sedangkan sisanya pada tahun 2023. Untuk itu, kita minta Pemerintah Aceh tidak mencairkan dulu sisa uang BMEC pada tahun 2023 ini, sebelum uang sebesar Rp20 Miliar pada tahun anggaran 2022 diperjelas, karena dikhawatirkan malah uangnya digunakan untuk Pokir DPRK pula. Jangan pula yang tahun lalu tak jelas, yang tahun ini diberikan lagi sisanya. Kita meminta BPK dan KPK ikut memantau persoalan ini," ujarnya.
Hal serupa, lanjut Mahmud, juga terjadi pada dana bagi hasil pajak rokok di Pemko Banda Aceh senilai Rp1,50 miliar untuk pengadaan mesin laundry di rumah sakit.
"Menurut isu yang beredar, Dana Intensif Daerah (DID) yang ditransfer dari pusat sebagai penunjang fasilitas kesehatan itu dialihkan untuk membayar Pokok Pikiran (Pokir) dewan. Sementara untuk membayar pengadaan pengadaan laundry rumah sakit diambil dari DBH pajak rokok," bebernya.
Untuk itu, kata Mahmud, DPW ALAMP Aksi Aceh mendesak agar 2 indikasi penyalahgunaan anggaran ini segera diusut tuntas.
"Aparat Penegak Hukum harus segera memanggil Pj Walikota dan BPKK Banda Aceh untuk memperjelas persoalan ini," tegasnya.
Dia berharap indikasi penyalahgunaan anggaran ini, dapat diambil alih atau dimonitoring langsung oleh Polda dan Kejati Aceh.
"Untuk menghindari adanya kemungkinan pergesekan kepentingan dalam pengusutan persoalan tersebut, kita berharap Polda dan Kejati Aceh turun tangan mengusut indikasi penyalahgunaan anggaran BMEC dan DBH Pajak rokok tersebut," pungkas Mahmud. [*]