kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Cek Midi Sang Kolektor Manuskrip Aceh Minta Perhatian Pemerintah dalam Pelestarian Naskah Kuno

Cek Midi Sang Kolektor Manuskrip Aceh Minta Perhatian Pemerintah dalam Pelestarian Naskah Kuno

Selasa, 11 Juli 2023 18:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Kolektor manuskrip Aceh, Tarmizi A Hamid atau lebih akrab disapa Cek Midi. [Foto: Nora/Dialeksis]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kolektor manuskrip Aceh, Tarmizi A Hamid atau lebih akrab disapa Cek Midi meminta perhatian Pemerintah Aceh agar lebih peduli terhadap pelestarian naskah kuno.

Di samping itu juga, kata Cek Midi, Pemerintah Aceh perlu memberikan apresiasi kepada komunitas dan orang-orang yang selama ini sudah menjaga dan merawat manuskrip dengan biaya pribadi.

Cek Midi sendiri sebagai pemilik Rumoh Manuskrip Aceh yang beralamat di Ie Masen Kayee Adang, Banda Aceh telah menyimpan ratusan manuskrip kuno Aceh di sudut rumahnya. Ada mushaf Alquran kuno, buku tasawuf, tauhid, hukum Islam, falak, hingga ilmu pengobatan. Lembaran-lembaran naskah kuno tersebut sudah berwarna kecoklatan. Sebagian tidak utuh lagi karena rusak atau hilang. Beberapa lembar tampak berlubang dimakan rayap dan ngengat. 

Hingga kini, dirinya terus merawat dan melakukan pelestarian manuskrip kuno Aceh dan saat ini sedang mendirikan Perpustakaan Manuskrip Digital, agar mudah diakses oleh semua pihak.

"Selama ini Pemerintah Kota Banda Aceh lebih perhatian sekali terhadap khazanah peninggalan masa lalu Aceh ini, tapi karena dia terbatas anggaran. Namun Pemerintah Provinsi Aceh tidak peduli sedikit pun terhadap peninggalan ulama baik batu nisan, manuskrip, dan khazanah lainnya," ungkap Cek Midi kepada Dialeksis.com, Selasa (11/7/2023).

Ia menyampaikan, Pemko Banda Aceh juga memberikan perhatian untuk mendigitalkan manuskrip kuno, karena saat ini manuskrip merupakan benda bersejarah lebih rentan rusak apabila tidak dilakukan konservasi.  

Menyoal karena Pemerintah Aceh mempunyai lembaga tersendiri yang mengurus manuskrip ini, kata Cek Midi, pihak tersebut tidak memberikan perhatian, apreasiasi dalam bentuk apapun kepada komunitas atau pegiat sejarah, budaya yang telah mengumpulkan manuskrip dengan uang pribadinya. 

"Selama ini, manuskrip yang saya kumpulkan ini sudah sangat berguna, kita beri ruang kepada adik-adik yang mau meneliti, kita layani semua dengan gratis alias tidak dipungut biaya. Sebenarnya ini harus jadi kewajiban pemerintah karena komunitas ini kemampuannya terbatas, bahkan untuk mempekerjakan orang disini kita tidak ada dana," tegasnya. 

Karena pada Undang-undang Cagar Budaya, kata Cek Midi, sudah diatur dan memerintahkan pemerintah untuk perhatian kepada peninggalan masa lalu Aceh. 

Tarmizi memperkirakan banyak sekali naskah yang ada di masyarakat yang harus segera diselamatkan. Kalau tidak, bisa saja naskah itu dijual ke luar Aceh. Tarmizi tak kuasa dengan sekadar abrakadabra, butuh dana yang besar.

"Saya berharap ada donatur yang kuat untuk membeli naskah-naskah itu. Kalau ada uang, naskah yang diluar pun bisa dibawa pulang. Saya ingin museum naskah maju di Aceh," harapnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda