Cegah Kerusakan Dini Suaka Margasatwa Rawa Singkil Sebelum Terlambat
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Sekretaris Yayasan HAkA Badrul Irfan. Foto: Dokumen untuk dialeksis.com.
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh – Suaka Margasatwa Rawa Singkil (SMRS), yang mencakup lebih dari 82 ribu hektar lahan di Aceh, menjadi sorotan penting dalam upaya pelestarian lingkungan Indonesia.
Dengan luasannya yang menjadi bagian integral dari Kawasan Ekosistem Leuser, SMRS dianggap sebagai salah satu benteng terakhir dari keberlanjutan ekosistem gambut dan hutan tropis di Sumatera.
Dalam hal ini, Badrul Irfan, Sekretaris Yayasan HAkA (Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh), menggarisbawahi urgensi tindakan preventif untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Dalam wawancara eksklusif, Badrul menyatakan bahwa fokus utama saat ini seharusnya bukan pada persentase kerusakan, tetapi pada bagaimana menghentikan kerusakan yang sedang berlangsung sebelum menjadi lebih besar.
"Kita tidak perlu terlalu terfokus pada persentase kerusakan. Yang lebih penting adalah bagaimana kita bisa mencegah kerusakan tersebut agar tidak terus berlanjut dan semakin parah. Gambut memiliki sistem hidrologi yang sangat spesifik, jadi penting bagi kita untuk segera bertindak sekarang, mumpung kerusakannya masih kecil," kata Badrul kepada Dialeksis.com, Selasa, 20 Agustus 2024.
Dia menekankan bahwa jika kerusakan ini dihentikan sekarang, maka akan jauh lebih mudah untuk mengembalikan kondisi hutan gambut ke keadaan yang lebih baik.
"Mumpung masih 5%, kita harus berhenti sekarang. Jangan menunggu sampai besar baru kita fokus penuh ke sana. Karena kalau sudah besar, kerusakannya akan sulit untuk dihentikan," tambahnya.
Badrul juga mengingatkan bahwa langkah strategis harus segera diambil oleh pemerintah dan masyarakat untuk mengurangi dampak kerusakan ini.
Yayasan HAkA, menurut Badrul, terus melakukan sosialisasi dan menggalang dukungan dari berbagai pemangku kepentingan agar langkah-langkah preventif dapat segera diimplementasikan.
"Kita terus melakukan sosialisasi, menggalang dukungan, dan meminta agar pemangku kepentingan segera mengambil langkah-langkah strategis untuk menghentikan kerusakan yang terjadi sekarang di Suaka Margasatwa Rawa Singkil," lanjut Badrul.
Ia menegaskan bahwa jika tindakan tidak segera diambil, maka kerusakan yang masih tergolong kecil ini bisa berkembang menjadi masalah besar yang sulit diatasi di masa depan.
Namun, Badrul Irfan tetap mengingatkan bahwa kunci keberhasilan adalah dengan menghentikan kerusakan sejak dini.
"Jika kita bisa menghentikan kerusakan ini sekarang, kita tidak hanya melindungi Suaka Margasatwa Rawa Singkil, tetapi juga memastikan masa depan ekosistem Leuser dan semua spesies yang bergantung padanya," tegas Badrul.
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, menegaskan bahwa lebih dari 95% dari wilayah ini masih dalam kondisi utuh, dan hal ini sangat penting untuk menjaga stabilitas lingkungan dan mencapai target FOLU Net Sink pada tahun 2030.
Dalam sebuah diskusi di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, pada 6 Agustus lalu, Menteri Nurbaya menekankan bahwa saat ini kerusakan yang terjadi di SMRS masih terkendali, dengan hanya sekitar 5% wilayah yang terkena dampak perambahan dan masalah lainnya.
"Kami sedang menangani kurang dari 5% dari luas Suaka Margasatwa Rawa Singkil, yang berupa vegetasi non-hutan yang terkena dampak perambahan dan masalah lainnya, melalui penegakan hukum kolaboratif dan keterlibatan masyarakat," ujarnya.
Menteri Siti Nurbaya menyampaikan bahwa analisis NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) yang dilakukan tim KLHK menunjukkan bahwa lebih dari 95% SMRS masih dalam kondisi baik. Namun, tantangan besar tetap ada, yaitu memastikan bahwa seluruh kawasan ini tetap utuh dan kerusakan tidak meluas.
Dalam konteks ini, upaya penegakan hukum di lapangan menjadi sangat penting. Menteri Nurbaya mencatat bahwa Tim Gakkum (Penegakan Hukum) terpadu telah bekerja selama beberapa minggu di lapangan dan menunjukkan progres yang positif.
Salah satu upaya yang sedang dilakukan adalah revegetasi alami di beberapa bagian vegetasi non-hutan yang telah terkena perambahan. Restorasi juga akan dilakukan secara bertahap pada area yang telah ditanami kelapa sawit.
"Kami yakin Indonesia akan tetap berada pada jalur yang tepat untuk mencapai tujuan FOLU Net Sink 2030. Kita akan terus menjadi negara adidaya dalam memerangi krisis iklim berkat hutan alam dan sumber daya karbon biru yang luas," ujarnya.