Sabtu, 23 Agustus 2025
Beranda / Berita / Aceh / Bupati Aceh Timur Sambut 5 Nelayan Aceh yang Terdampar di Kepulauan Aru Maluku

Bupati Aceh Timur Sambut 5 Nelayan Aceh yang Terdampar di Kepulauan Aru Maluku

Sabtu, 23 Agustus 2025 16:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Bupati Aceh Timur Sambut 5 Nelayan Aceh yang Terdampar di Kepulauan Aru Maluku. Foto: Humas Pemkab Aceh Timur 


DIALEKSIS.COM | Idi Rayeuk - Tangis keluarga pecah di Pendopo Idi, Sabtu (23/8/2025), ketika lima pemuda Aceh yang sempat terdampar di Kepulauan Aru, Maluku, akhirnya pulang ke kampung halaman.

Mereka bukan sekadar nelayan yang pulang dari rantau, melainkan penyintas dari pengalaman pahit berbulan-bulan bekerja tanpa kontrak, diperlakukan tidak manusiawi di kapal penangkap cumi, hingga nekat melompat ke laut demi menyelamatkan diri.

Bupati Aceh Timur, Iskandar Usman Al-Farlaky sendiri pun, menyambut kepulangan lima pemuda Aceh yang terdampar di Kepulauan Aru, Maluku pada (6/8/2025) lalu.

Kelima nelayan itu adalah Osama (23) dan Ahyatul Kamal (22) warga Kecamatan Birem Bayem, Mohamad Azhar (22) warga Kecamatan Rantau Selamat, serta Abdul Asis (20) dan Ahmad Idrus(20) keduanya merupakan warga Kabupaten Aceh Tamiang.

Tiga dari mereka yang dari Aceh Timur telah ditunggu oleh sanak saudara sejak Sabtu pagi. Sementara dua dari Aceh Tamiang kabarnya juga bakal disambut oleh Bupati Aceh Tamiang dan keluarga mereka disana.

Dalam wawancara dengan awak media, Bupati Al-Farlaky menjelaskan, kelima nelayan tersebut awalnya berangkat dari Tanjung Priok menuju Merauke, Papua, menggunakan kapal penangkap cumi.

Namun, ketika tiba di perairan Kepulauan Aru, mereka memilih melompat ke laut sejauh sekitar delapan mil dari bibir pantai karena keterangan para korban tidak tahan dengan perlakuan tidak manusiawi di atas kapal.

“Mereka sempat terpisah, namun akhirnya diselamatkan oleh nelayan dari dua desa. Setelah itu ditampung di rumah salah seorang tokoh masyarakat bernama Pak Rudi. Keluarga mereka kemudian melapor kepada saya bahwa anak-anaknya hilang. Beruntung, salah satu dari mereka sempat mengirim titik koordinat melalui WA ke keluarganya di Rantau Selamat,” ungkap Al-Farlaky.

Dari titik koordinat itu, Bupati berkoordinasi dengan ajudannya dan juga Bupati Kepulauan Aru hingga akhirnya kelima nelayan Aceh ditemukan. Mereka kemudian dikumpulkan di satu lokasi, dan proses pemulangan difasilitasi oleh pemerintah.

“Biaya keberangkatan dari Kepulauan Aru ke Tanjung Priok kita bantu melalui Dinas Sosial Aceh Timur. Sesampainya di Jakarta, mereka ditangani pihak terkait, sebelum dipulangkan ke Aceh dengan biaya transportasi yang ditanggung Dinas Sosial Aceh. Ini hasil kolaborasi antar-pemerintah untuk memastikan mereka bisa kembali dengan selamat,” jelas Al- Farlaky seraya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut andil membantu pemulangan 5 putra Aceh ini.

Bupati Al-Farlaky juga mengingatkan agar pemuda Aceh tidak mudah tergiur dengan tawaran pekerjaan di luar daerah yang menjanjikan gaji besar, tetapi justru menjerumuskan.

“Fasilitas dasar pun tidak diberikan. Untuk sikat gigi mereka pakai air asin, makan hanya dua kali sehari, tanpa makan siang. Kondisi seperti ini jelas sangat berat. Karena itu saya mengimbau anak-anak muda Aceh Timur agar tidak mudah terbujuk janji-janji manis. Di Aceh juga banyak peluang kerja yang bisa digarap, tergantung kemauan kita,” tegas Al- Farlaky.

Pengakuan Nelayan Aceh: Bertahan dengan Air Asin hingga Melompat ke Laut

Azis, salah satu dari lima nelayan Aceh yang terdampar di Kepulauan Aru, Maluku, mengungkapkan pengalaman pahitnya selama bekerja di kapal penangkap cumi yang berangkat dari Tanjung Priok menuju Merauke, Papua.

Azis mengaku awalnya mereka dijanjikan pekerjaan dengan kontrak 10 bulan dan gaji yang dianggap cukup menjanjikan. Namun, kenyataannya jauh berbeda dari harapan.

“Kami tidak pernah menandatangani kontrak apa pun, hanya diberi janji manis. Fasilitas yang dijanjikan juga tidak pernah ada,” ujarnya.

Selama di kapal, para ABK baru perlakukan tidak manusiawi. Mereka hanya diberi makan dua kali sehari, meskipun persediaan makanan di kapal sebenarnya cukup.

“Untuk sikat gigi saja kami pakai air asin. Air tawar yang ada di kapal tidak boleh kami gunakan, bahkan mandi pun paling hanya seminggu sekali. Kalau ketahuan pakai air tawar, kami dimarahi,” tambahnya.

Selain kekurangan makanan dan air, mereka juga kerap mendapat tekanan, hinaan, bahkan kekerasan dari ABK lama. Gaji yang dijanjikan pun tidak jelas. “Katanya untuk koki Rp50 ribu sehari, ABK Rp35 ribu, dan tukang mesin Rp75 ribu. Tapi kenyataannya tidak sesuai,” ungkap Azis.

Dalam kondisi tertekan, mereka akhirnya bertekad melompat dari kapal saat berada di perairan Kepulauan Aru pada pagi hari. Dengan membawa pelampung seadanya, mereka berenang sekitar sembilan jam.

“Kami sempat terpisah jarak 200 meter di laut, salah satu teman bahkan hampir tenggelam karena lemas. Tapi kami tetap saling menyemangati dan berdoa agar diselamatkan,” tutur Azis dengan suara bergetar.

Azis juga menyampaikan terima kasih kepada Bupati Aceh Timur, Iskandar Usman Al-Farlaky, yang ikut turun tangan membantu proses pencarian hingga pemulangan mereka.

“Kami tidak tahu harus berharap kepada siapa, tapi Alhamdulillah Allah menolong kami melalui bantuan Pak Bupati dan jajarannya. Kami sangat berterima kasih,” ucapnya.

Hadir dalam penyambutan itu Kepala Dinas Perindustrian, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, perwakilan Dinas Sosial Aceh Timur, kepala Dinas Kelautan dan Perikanan dan Camat Birem Bayeun.(*)

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

perkim, bpka, Sekwan
riset-JSI
sekwan - polda
bpka