kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Bulog Terlilit Utang, Ombudsman Catat Temuan Dalam Kelola CBP

Bulog Terlilit Utang, Ombudsman Catat Temuan Dalam Kelola CBP

Kamis, 30 Desember 2021 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Akademisi Universitas Syaiah Kuala dan Pemerhati Pembangunan Daerah, Dr. T. Saiful Bahri, S.P., M.P. [Foto: Dialeksis]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Direktur Utama Perusahaan Umum (Perum) Bulog Budi Waseso mengungkapkan bahwa perusahaannya terjerat utang senilai Rp13 triliun. Utang tersebut dipicu akibat pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) yang mencapai 1,2 juta ton.

Akademisi Universitas Syaiah Kuala dan Pemerhati Pembangunan Daerah, Dr. T. Saiful Bahri, S.P., M.P., mengatakan, Media ini pada tanggal 29 Desember 2021 memberitakan tentang BULOG yang terlilit hutang dengan judul berita “Bulog Terjerat Hutang 13 T Karena CBP. Sebelum membahas tetang hutang Bulog ini ada baiknya kita mengetahui dulu apa itu CPB, CBP yaitu singkatan dari Cadangan Beras.

Dirinya menjelaskan, Dalam pasal 1 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38/PERMENTAN/KN.130/8/2018 disebutkan bahwa Cadangan Beras Pemerintah yaitu persediaan beras yang dikuasai dan dikelola oleh pemerintah, selanjutnya pengelolaan CBP adalah untuk menjaga kecukupan CBP baik jumlah maupun mutu antar daerah dan antarwaktu.

“Cadangan pangan nasional (CBN) yang didalamnya termasuk CBP, Pemerintah dalam upaya mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan, Pemerintah menetapkan cadangan pangan nasional dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, disebutkan Cadangan Pangan Nasional terdiri atas Cadangan Pangan Pemerintah, Cadangan Pangan Pemerintah Daerah, dan Cadangan Pangan Masyarakat,” ucapnya kepada Dialeksis.com, Kamis (30/12/2021).

Saiful mengatakan, Berdasarkan undang-undang No 18 Tahun 2021 tersebut, maka cadangan pangan menjadi tanggungjawab pemerintah dari pemerintah (puasat), pemerintah daerah yaitu pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, serta cadangan dari pangan masyarakat.

“Perlunya cadangan pangan ini bertujuan untuk mengantasispasi kekurangan Ketersediaan Pangan, kelebihan Ketersediaan Pangan, gejolak harga Pangan dan/atau keadaan darurat,” ujarnya.

Lanjutnya, Dirinya mengatakan, berkaitan dengan pemberitaan Bulog yang terjebak hutang tersebut, merupakan hal yang seharusnya tidak terjadi, hal ini telah jelas bahwa dalam peraturan Menteri keuangan nomor 88/pmk. 02/2019 tentang tata cara penyediaan, pencairan, dan pertanggungjawaban dana cadangan beras pemerintah yang telah diubah terakhir melalui peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.02/2021. 

“Dimana dalam Pasal 5 Penyediaan Dana dimuat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/ atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan dialokasikan Dana CBP pada BA BUN Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08),” katanya.

Saiful menjelaskan lagi, Berdasarkan peraturan Menteri tersebut, bahwa pembayaran atas penggantian dana pengadaan CBP dibayarkan oleh pemerintah sepanjang BULOG menagih dan menyampaikan bukti-bukti yang dipersyaratkan sebagaimana dalam termaktub dalam pasal 10 peraturan Menteri keuangan tersebut tetang pencairan dana. ”Oleh karena itu menjadi sangat aneh bila BULOG menjadi terjebak butang akibat pengadaan CBP,” tambahnya.

Lebih lanjutnya, Saiful menjelaskan, Akan tetapi ada hal lain yang menjadi temuan Ombusman tentang pengelolaan CBP ini, sebagaimana disampaikan oleh Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menjabarkan, pada tahap perencanaan dan penetapan CBP, Ombudsman mencatat dua temuan yaitu tidak adanya perencanaan pangan nasional terkait tata kelola CBP dan tidak adanya penetapan besaran jumlah CBP.

"Sedangkan pada tahap pengadaan CBP, Ombudsman mencatat tiga temuan yaitu tidak memadainya teknologi pendukung pasca panen, tidak optimalnya pengadaan beras dalam negeri, dan tidak adanya standar terkait indikator dalam pengambilan keputusan importasi beras," terangnya.

Pada ruang lingkup perawatan dan penyimpanan cadangan beras pemerintah, Saiful menjelaskan, Ombudsman mencatat dua temuan yaitu tidak cermatnya pencatatan perawatan (spraying dan fumigasi) CBP, serta tidak teraturnya penyimpanan CBP di gudang Perum Bulog.

Kemudian pada tahap penyaluran dan pelepasan CBP, Ombudsman menemukan empat temuan yaitu tidak efektifnya implementasi kebijakan harga eceran terendah (HET), tidak adanyacaptive market dalam penyaluran CBP, tidak ditindaklanjutinya permohonan pelepasan CBP dan tidak efektifnya penyelesaian penggantian disposal stock.

Berdasarkan temuan tersebut, diperkirakan terjadinya keterlambatan pembayaran oleh Pemerintah kepada BULOG disebabkan oleh adanya perencanaan jumlah CBP yang seharusnya disampaikan oleh kementerian terkait dengan pengadaan CBP dan ketersediaan anggaran dalam APBN, diluar itu bisa saja karena adaanya komunikasi yang kurang lancar antara BULOG dan kementerian keuangan terkait pengembalian atau pembayaran CBP yang telah disalurkan oleh BULOG kepada masayarakat.

“Oleh karena itu maka pemerintah perlu menetapkan jumlah CBP yang dibutuhkan setiap tahunnya dan proses pengelolaannya untuk dikaji dan diperbaiki pada masa yang akan datang, karena masalah pangan adalah masalah yang sangat mendasar dan merupakan hak asasi manusia yang utama yang harus dipenuhi oleh pemerintah,” pungkasnya. []

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda