Beranda / Berita / Aceh / BPKP Aceh Sebut Kerugian Negara Kasus Pembangunan Jalan Marlempang Capai Rp 630 Juta

BPKP Aceh Sebut Kerugian Negara Kasus Pembangunan Jalan Marlempang Capai Rp 630 Juta

Selasa, 21 Desember 2021 22:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : M. Hendra Vramenia

Kepala BPKP Perwakilan Aceh, Indra Khaira Jaya. [Foto: Ist.]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh, Indra Khaira Jaya mengatakan bahwa Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) atas pembangunan jalan poros Telaga Meuku-Kampug Besar-Paya Rahat-Marlempang Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang, sudah selesai dilakukan.

"Saat ini sedang dalam proses penjilidan dan selanjutnya penyerahan ke pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Tamiang," ungkap Indra Khaira Jaya, saat didesak Dialeksis.com, terkait hasil audit kasus tersebut, Selasa (21/12/2021) di Banda Aceh.

Saat ditanya berapa kerugian negara dari kasus tersebut, Indra mengatakan bahwa Kerugian Keuangan Negara-nya mencapai Rp 630 Juta dari pagu anggaran Rp 6,5 Miliar. 

"Anggaran tersebut berasal dari Dana Otonomi Khusus (Otsus) Kabupaten/Kota di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Aceh Tamiang tahun anggaran 2019," pungkas Indra Khaira Jaya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kejari Aceh Tamiang telah meningkatkan status kasus pemeriksaan proyek pembangunan jalan di Kampung Marlempang, Kecamatan Bendahara, ke tingkat penyidikan.

Kasipidsus Kejari Aceh Tamiang, Reza Rahim menjelaskan pengusutan awal kasus ini berdasarkan temuan BPK tentang kerugian negara yang mengakibatkan kelebihan bayar. Namun uang kelebihan bayar ini baru dikembalikan setelah jaksa memeriksa sejumlah pihak yang berkaitan dalam proyek ini.

Dia mengatakan dugaan pelanggaran hukum pada kasus ini juga berpotensi ditemukan pada mutu aspal. Dalam waktu dekat, tim penyidik akan menghadirkan ahli untuk melakukan uji aspal yang menganggarkan biaya Rp 6,6 miliar.

Menurutnya bila mutu aspal tidak sesuai, maka potensi tersangka bisa lebih luas dan mengarah ke pengawas hingga kuasa pengguna anggaran (KPA). “Kalau mutu jelek, berarti ada pemalsuan administrasi proyek. Pasti ada kerja sama antara pengawas, PPTK, KPA atau PA-nya,” kata Reza Rahim. (MHV)

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda