kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / BPK Aceh Temukan Penarikan Dana Rp 3,3 Miliar di PDPA Tidak Sesuai Ketentuan

BPK Aceh Temukan Penarikan Dana Rp 3,3 Miliar di PDPA Tidak Sesuai Ketentuan

Rabu, 03 Februari 2021 21:30 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM| Banda Aceh- Hasil audit yang dilakukan Badan P Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Aceh terhadap Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh (PDPA) ditemukan adanya penarikan senilai Rp 3,2 miliar yang tak sesuai ketentuan.

Dalam laporanya kepada Pemerintah Aceh selaku pemilik perusahaan, BPK Aceh membeberkan adanya penarikan uang oleh eks diresksi perusahaan. PDPA kini sudah mengubah nama menjadi PT Pembangunan Aceh (PEMA). Laporan BPKP itu atas kepatuhan atas kegiatan nvestasi PT PEMA 2017-2020.

Akibat penarikan diluar ketentuan itu, adanya indikasi kerugian mencapai ratusan juta rupiah. Dalam laporanya awal tahun 2021, BPK Aceh menjelaskan indikasi penarikan yang diluar ketentuan itu dilakukan eks pengurus PDPA pada 2017.

Penarikan itu dikalkulasikan mencapai Rp 3,25 miliar yang ditarik oleh para eks direktur, direktur utama dan anggota pengawas dalam rentang waktu Juli hingga Oktober 2017 lalu.

Dari table yang tertera tentang penarikan itu, terlihat jelas nilai yang ditarik, tanggal penarikan, serta siapa yang menariknya.

Dalam penjelasanya, menurut BPK Aceh dari dana yang ditarik itusenilai Rp 2,52 miliar diperuntukan pembelian tanah atas nama Muhsin, Muhammad YY Dinar, dan Andr. Proses pembelianya berlangsung pada 23 Agustus 2017.

Menurut hasil audit BPK, alasan penggunaan nama pribadi pada pembelian tanah itu, untuk memudahkan proses kerjasama bisnis bangun, direksi PDPA telah memiliki rencana bisnis pembangunan perumahan.

Nilai keuntungan akan diperoleh dari bisnis ini. Untuk pembangunan17 unit rumah dengan tipe 65/150, dengan harga perumah Rp 400 juta, dengan jangka waktu pengembalian setahun, maka akan didapatkan keuntungan Rp 936 juta, itu bila pembangunan bekerjasama dengan developor.

Bila dibangun sendiri, 17 unit rumah itu akan mendapatkan keuntungan senilai Rp 947 juta, bila dilakukan penjualan kapling tanah, nilai keuntunganya sekitar Rp 442 juta.

Dalam penjelesanya, BPK mennguraikan, walau berdasarkan analisi bisnis, keuntungan yang paling besar akan diperoleh apabila PDPA membangun sendiri 17 unit rumah, namun direksi PDPA memutuskan untuk melakukan kerjasama dengan developer.

Direksi PDPA mempercayakan CV CRP untuk membangun perumahan itu dan perjanjian berlangsung pada tanggal 9 Februari 2018.

Dalam perjanjian itu dijelaskan, CV CRP akan membangun 14 rumah tipe 60. Biaya atas pembangunan rumah itu ditanggung oleh CV CRP selaku developer. Perjanjian berlaku selama enam bulan, dimulai tanggal 1 Maret 2018.

Ada ketentuan dalam perjanjian ini, bahwa selama enam bulan t rumah bagian PDPA harus selesai dan jika tidak selesai maka apa yang melekat pada tanah tersebut menjadi milik PDPA tanpa syarat apapun dari developer.

Poses pemecahan sertifikat hak developer dilakukan setelah tujuh rumah milik PDPA selesai dikerjakan 80 persen. Sistem pembagian keuntungan atas perjanjian itu, tujuh rumah untuk PDPA dan tujuh rumah untuk CV CRP.

Bagaimana dengan luas tanah? Hasil analisis BPK, perjanjian tidak mengatur ketentuan yang jelas atas pembagian luas tanah antara PDPA dan developer. Luas tanah bagian PDPA hanya 1.185 M2 sedangkan luasan tanah bagian developer mencapai 1.498 M2.

Jumlah rumah yang dibangun juga tidak sesuai dengan analisis bisnis. Jumlah rumah yang dibangun hanya 14 unit, sementara analisis bisnis 17 unit, terdapat kekurangan 3 unit dari hasil analisis bisnis.

Selain itu, dalam penjelasanya BPK Aceh menjelaskan, tidak ada ketentuan mekanisme penjualan atas rumah yang dibangun. Siapa yang berkewajiban menjual, berapa nilai jual rumah, masa penjualan rumah dan hal lainnya terkait mekanisme penjualan.

Bisnis itu belum sepenuhnya berjalan, para direksi dan mereka yang terlibat bisnis rumah ini diberhentikan dari PDPA pada 27 Juli 2018.

Bisnis perumahan itu belum berjalan sepenuhnya. Pada direksi PDPA Muhsin, Muhammad YY Dinar, dan Andr diberhentikan dari dari perusahaan daerah ini, pada 27 Juli 2018.

Ketika dijabat oleh manager baru, pihak managemen PDPA membangun komunikasi dengan depelover, agar perusahaan itu untuk menjual lima rumah bagian PDPA, paling lambat 31 Oktober 2021, dengan nilai jual Rp 370 juta perunit.

Sementara sisanya dua unit lagi, akan diserahkan dalam keadaan siap huni dan siap jual juga pada tanggal yang sama.

Namun kenyataanya menurut temuan BPK, hingga tahun 2020 nilai penjualan rumah itu yang masuk rekening koran Bank Aceh milik PDPA, hanya Rp 1.850.000.000. Nilai itu belum menutup modal awal investasi yang telah dikeluarkan PDPA untuk pembelian tanah sebesar Rp 2.523.000.000.

Bagaimana dengan dua unit rumah lagi, dua unit rumah ini tercatat di LK PT PEMA TA 2019 sebagai persediaan dengan total nilai Rp 876.990.000. Rumah itu belum terjual, tidak dapat dipastikan berapa nilai penerimaan yang akan masuk ke rekening PDPA.

Bagaimana kelanjutan rumah yang dua unit ini? Berdasarkan laporan hasil penilaian aset Nomor 161/IDR-ACH/PEN/XII/2018 tanggal 31 Desember 2018 oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) nilai jual itu berbeda.

Rumah dengan seluas 70 M2 dan tanah SHM Nomor 02641 luas 150 M2 mencapai Rp 444,2 juta. Sementara rumah dengan luas bangunan seluas 70 M2 dan tanah SHM Nomor 02643 luas 131 M2 nilainya Rp 432,6 juta.

Penilaian KJPP itu lebih tinggi bila dibandingkan dengan penilaian PDPA, dimana hanya Rp 370 juta perunitnya.Nilai jual rumah yang ditetapkan PDPA tetap sama walau sudah berbeda tahun dari 2018 ke tahun 2020, walau luas tanah juga berbeda.

Hasil perbandingan antara hasil penjualan lima unit rumah yang diterima PT PEMA dengan harga menurut penilaian KJPP (untuk luasan tanah 150 M2 dan bangunan 70 M2) terdapat selisih minimal Rp 371.475.000.

Pihak BPK juga sudah melakukan konfirmasi kepada pihak pembeli rumah. Informasi yang diperoleh harga jual rumah yang dibayarkan oleh pembeli lebih mahal, kecuali tiga unit yang dua di antaranya dibeli oleh Andr, yang merupakan anggota Badan Pengawas PDPA tersebut, masing-masing seharga Rp 370 juta.

Bila dihitung nilai jual rumah hasil kerja BPK, sesuai dengan table, hasil penjualan atas lima unit rumah mencapai Rp 1.975.000.000, sedangkan total penerimaan PDPA/PT PEMA hanya sebesar Rp 1.850.000.000 sehingga terdapat selisih sebesar Rp 125.juta.

Hasil audit BPK Perwakilan Aceh yang sudah disampaikan kepada Pemerintah Aceh, hinga kini belum diketahui bagaimana kelanjutan perkembanganya terhadap 17 unit rumah hasil analisis binis PDPA ini. (baga)


Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda