Beranda / Berita / Aceh / BNPB Dorong Aceh Libatkan Disabilitas dalam Mitigasi Bencana

BNPB Dorong Aceh Libatkan Disabilitas dalam Mitigasi Bencana

Selasa, 08 Oktober 2024 23:50 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Direktur Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Pangarso Suryotomo. Foto: Nora/Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Direktur Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Pangarso Suryotomo, menyoroti pentingnya peran penyandang disabilitas dalam upaya pengurangan risiko bencana. 

Hal tersebut ia sampaikan dalam diskusi bertema "Hambatan, Kapasitas, dan Peran Penyandang Disabilitas dalam Pengurangan Risiko Bencana" di SMEA Premium Lamnyong, Banda Aceh, Selasa (8/10/2024).

Dalam acara yang diadakan oleh Forum Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Aceh, didukung oleh Pemerintah Australia, Pangarso atau akrab disapa Papang menggarisbawahi bahwa selama ini kapasitas penyandang disabilitas belum sepenuhnya terintegrasi dalam penanganan bencana di Aceh. 

Menurutnya, peran mereka tak boleh hanya dilihat dari keterbatasan fisik semata, namun juga dari kapabilitas yang bisa mereka tawarkan.

“Kita harus memandang disabilitas dari perspektif kapabilitas, bukan sekadar keterbatasan fisik. Mereka bisa berperan penting di tahapan sebelum, selama, dan setelah bencana,” ujar Papang. 

Ia juga menekankan bahwa bencana alam kerap kali menyebabkan munculnya disabilitas baru. Oleh karena itu, penting agar penyandang disabilitas dilibatkan dalam perencanaan kebencanaan untuk mencegah disabilitas ganda akibat kurangnya layanan yang memadai pascabencana.

“Jangan sampai ada disabilitas ganda. Kita perlu mendengar masukan langsung dari mereka untuk merumuskan kebijakan yang lebih inklusif,” lanjutnya.

Dia juga mengungkapkan bahwa BNPB sedang berupaya membentuk Unit Layanan Disabilitas di berbagai provinsi, dengan Aceh menjadi salah satu prioritas. Sejauh ini, unit tersebut sudah dibentuk di beberapa wilayah, seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

“Unit ini akan menjadi wadah bagi penyandang disabilitas untuk turut serta dalam perencanaan kebencanaan, memperoleh akses informasi, dan mengadvokasi kebijakan yang lebih ramah disabilitas,” jelasnya.

Selain itu, ia mendorong Aceh agar menjadi provinsi yang lebih ramah disabilitas, baik dalam penyediaan infrastruktur maupun layanan publik. Ia juga mengajak pemerintah daerah dan pelaku usaha, termasuk kafe-kafe di Aceh, untuk memperhatikan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas.

“Fasilitas umum seperti rumah sakit, hotel, hingga kafe harus menyediakan akses yang memadai. Kita harus menciptakan Aceh yang inklusif, karena tamu yang datang ke Aceh bisa saja penyandang disabilitas,” tutupnya.***

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI