Beranda / Berita / Aceh / Bertemu Wali Nanggroe, Ini Kata Pengamat Intelijen

Bertemu Wali Nanggroe, Ini Kata Pengamat Intelijen

Sabtu, 26 Oktober 2019 11:03 WIB

Font: Ukuran: - +

Ketua Komite Perubahan Sepak Bola Nasional (KPSN) yang juga pengamat inteleijen, Suhendra Hadikuntono (kanan) saat bertemu Wali Nanggroe Aceh, Tengku Malik Mahmud di Aceh Besar, Kamis (24/10/2019). [Foto: dok. KPSN/Tempo]

DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pengamat intelijen Suhendra Hadikuntono menemui Wali Nanggroe Teungku Malik Mahmud Al Haitar untuk membahas situasi Aceh pascapemanggilan mantan panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Muzakir Manaf oleh Komnas HAM beberapa waktu lalu.

"Saya merasa perlu menyampaikan bahwa ide pemanggilan mantan Panglima GAM tersebut bukan agenda pemerintah atau Bapak Presiden Jokowi," kata Suhendra dalam keterangan tertulis, Jumat (10/25/2019).

Menurut Suhendra yang digadang-gadang jadi Calon Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) ini, Presiden Jokowi sangat menjunjung tinggi kesepakatan Helsinki pada 15 Agustus 2005 antara pemerintah RI dan GAM.

"Kita tak ingin Aceh kembali bergejolak," tegasnya, seperti dirilis detikcom.

Sebelumnya, pemanggilan Muzakir Manaf atau Mualem oleh Komnas HAM sempat membuat situasi Aceh menjadi tegang. 

Selain penolakan dari kalangan Partai Aceh dan KPA, respons kecaman atas Komnas HAM juga datang dari Anggota DPR Aceh dan juga Anggota DPD RI.

Suhendra mengutarakan menolak atas pemanggilan Mualem. Menurutnya, kini situasi di Aceh sudah membaik, karena itu Suhendra mengajak seluruh pihak untuk bersyukur atas perdamaian Aceh. 

Ia juga menekankan kepada berbagai pihak untuk bersama-sama menjaga perdamaian di Aceh.

"Pemanggilan itu akan membuka luka lama, bahkan ibarat membangunkan macan tidur," ungkap Suhendra. 

Sementara itu, menurut Wali Nanggroe Teungku Malik Mahmud, Suhendra adalah sosok yang pertama kali memberikan respons atas situasi Aceh pasca pemanggilan Muzakir Manaf.

Dalam pertemuan yang berlangsung empat jam itu, Suhendra dan rombongan banyak menerima masukan dari Malik Mahmud.

Intinya, Malik sependapat dengan Suhendra bahwa semua pihak hendaknya tidak lagi mengungkit luka lama di Aceh yang sudah terkubur sejak Perjanjian Helsinki, 15 Agustus 2005. 

"Mari menatap masa depan, jangan ungkit luka lama," ujar Malik Mahmud didampingi Suhendra Hadikuntono, dikutip dari Tempo.(me/dbs)

Keyword:


Editor :
Makmur Emnur

riset-JSI
Komentar Anda