Beragam Respon Masyarakat Usai Gubernur Aceh Disuntik Vaksin Sinovac
Font: Ukuran: - +
Reporter : Riski/Nora
Gubernur Aceh, Nova Iriansyah saat disuntik vaksin [Foto: Auliana Rizky/Dialeksis]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Gubernur Aceh Nova Iriansyah dan beberapa tokoh penting menjadi orang pertama yang mendapat suntikan vaksin Covid-19 di Provinsi Aceh, jum'at (15/1/2020).
Penyuntikan vaksin Covid-19 kepada para tokoh pemimpin Aceh seolah ingin membuat masyarakat yakin dan percaya akan keamanan dan keampuhan Vaksin Covid-19 dengan merek Sinovac buatan China.
Lantas, apakah dengan penyuntikan vaksin kepada para pejabat efektif membuat masyarakat bumi Serambi Mekkah yakin dan tertarik untuk menerima Vaksin Covid-19?
Mengingat menurut salah satu riset yang menunjukkan presentase Provinsi Aceh merupakan daerah tertinggi penolakan terhadap Vaksin Corona.
Salah satu David (bukan nama sebenarnya), warga Aceh Timur. Menurutnya ia masih belum percaya terhadap vaksin walaupun sudah disuntik pada Gubernur Aceh, hal ini dikarenakan tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah masih rendah.
"Kami masih ragu terhadap vaksin, takutnya nanti pemerintah disuntik lain dan untuk masyarakat disuntik lain lagi, bahkan bagaimana kami bisa percaya, setelah beredarnya video di media sosial anggota DPR di Senayan menolak Vaksin, " ujar David saat dihubungi oleh Dialeksis.com, Sabtu (16/1/2020)
Hal serupa juga disampaikan Cut Indah, seorang warga Aceh Besar. Ia sangat mengapresiasi Gubernur Aceh Nova Iriansyah mau untuk disuntik vaksin perdana. Cut berharap semoga beliau selalu sehat walafiat setelah disuntik vaksin.
Namun, baginya ia tetap menolak vaksin karena menurut beberapa referensi yang ia pelajari, keamanan vaksin masih diragukan walaupun halal. Halal itu belum tentu aman.
"Karena vaksin ini kan disuntik ke tubuh, mengalir ke darah, jadi efeknya bakal sangat terasa ditubuh kita. Contohnya bisa dilihat di internet tentang kasus-kasus yang setelah divaksin misal vaksin polio, setelah itu lumpuh bahkan ada yang meninggal," ungkapnya.
"Jadi saya memilih jalur aman saja dengan cara tidak divaksin. Karena pasti ada efek sampingnya, vaksin itu benda asing bagi tubuh,"tambahnya.
Cut Indah berharap, agar pemerintah memebrikan kebebasan kepada masyarakat untuk menentukan pilihannya sendiri bukan dengan paksaan. Bagi yang tidak bersedia jangan di denda.
“Setiap orang punya kepercayaan masing-masing, penderita Covid di Aceh juga tidak terlalu banyak dan sudah banyak yang bisa sembuh. Yang meninggal karena Covid pun masih diragukan apakah benar karena covid atau penyakit lain,” tuturnya.
Pendapat berbeda disampaikan oleh Zawata Afnan, warga Banda Aceh. Menurutnya setelah melihat sosok pemimpin yang mengambil langkah untuk divaksin pertama kali di wilayah Aceh timbul banyak prespektif, ada yang mengutarakan bahwa itu memang sudah tanggung jawab yang ia terima selaku Kepala Pemerintahan.
Tetapi perlu juga dilihat dari sudut pandang pribadi, Gubernur Aceh Nova Iriansyah hanyalah seorang manusia biasa yang memiliki jabatan sementara, namun pada kenyataannya ia telah berani mengambil keputusan untuk disuntik vaksin berlebel sinovac tersebut kedalam tubuhnya.
"Saya yakin dengan beliau melakukan vaksin tersebut dapat merubah bahkan berdampak besar pada keyakinan masyarakat Aceh sendiri untuk tidak terlalu terbawa oleh penggiringan isu mengenai hoax efek dari pada vaksin ini," ujarnya.
Zawata berharap, besar harapannya setelah hadirnya vaksin ini agar dapat memulihkan kembali sektor yang terdampak baik dari sisi pendidikan, ekonomi dan yang terpenting sisi humanity karena sudah terlalu besar dampaknya baik secara terlihat atau tidak terlihat.
Sebelumnya, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Aceh, Dr dr Safrizal Rahman SpOT menyampaikan Vaksin itu salah satu upaya untuk menyelesaikan pandemi.
"Secara ilmu, penanganan suatu pandemi ini biasanya yang paling bagus adalah dengan mendapatkan imunitas massal akhirnya mereka kebal, maka itu akan menyebabkan virusnya tidak bisa berkembang, caranya adalah dibuat masyarakat dengan di vaksin," ujarnya kepada Dialeksis.com, Jumat (8/1/2021).
Menurutnya, dengan vaksinasi virus tersebut akan mengalami kekebalan. Jika kekebalan itu mencapai 70 persen dari masyarakat maka secara keseluruhan virus itu akan hilang.
"Jadi upaya yang dilakukan dengan vaksin ini tentu mendapatkan kekebalan komunitas, semakin banyak orang yang kebal terhadap Covid itu maka tidak akan mampu virus itu berkembang di tubuh lagi karena sudah kebal," Jelasnya.
Pihak IDI menyatakan, vaksin ini berpotensi terhadap penurunan angka atau meredakan pandemi karena ini sangat menjanjikan meski tidak akan terjadi dalam waktu singkat.
"Karena melakukan vaksinasi terhadap 181,5 juta masyarakat Indonesia bukan kerja mudah tetapi ada harapan bila ini terlaksana maka virus SARS CoV-2 tidak akan berkembang lagi, dan itu artinya pandemi perlahan-lahan akan berakhir," pungkasnya.