Belanja Publikasi Rp 92 Juta di DPRK Aceh Tamiang Diduga Fiktif
Font: Ukuran: - +
Ilustrasi belanja publiksi DPRK Aceh Tamiang fiktif. Foto: net
DIALEKSIS.COM | Aceh Tamiang - Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) menemukan adanya dugaan belanja fiktif senilai Rp 92 juta pada realisasi belanja kegiatan publikasi Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tamiang. Temuan ini tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI nomor: 1.A/LHP/XVIII.BAC/03/2024 tanggal 25 Maret 2024.
Menurut laporan tersebut, Sekretariat DPRK Aceh Tamiang telah merealisasikan belanja kegiatan publikasi tahun 2023 sebesar Rp 968 juta lebih. Namun, dari hasil pemeriksaan atas dokumen pertanggungjawaban pada periode Januari hingga April 2023, ditemukan kwitansi pembayaran dari bendahara kepada PT KMU sebesar Rp 92 juta.
Setelah dilakukan konfirmasi, PT KMU menyatakan tidak pernah menerima pekerjaan maupun pembayaran publikasi atau pariwara dari Sekretariat DPRK Aceh Tamiang pada periode tersebut. "Hal ini menunjukkan terdapat realisasi belanja publikasi tidak sesuai kondisi sebenarnya sebesar Rp 92 juta," ungkap BPK dalam laporannya.
Selain dugaan belanja fiktif, BPK juga menemukan adanya belanja barang dan jasa pada Sekretariat DPRK Aceh Tamiang yang tidak dilengkapi dengan dokumen pertanggungjawaban sebesar Rp 77 juta lebih. Dokumen yang tidak lengkap meliputi bukti pembayaran seperti nota, kwitansi, tanda terima, bon, faktur, dan tidak adanya otorisasi bukti transaksi atas delapan SP2D yang tercatat pada BKU.
BPK menyatakan bahwa kondisi ini disebabkan oleh kurang optimalnya pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh Sekretaris DPRK Aceh Tamiang atas pengelolaan serta pertanggungjawaban keuangan pada satuan kerja yang dipimpinnya. Sekretariat DPRK diperintahkan untuk mengembalikan belanja publikasi senilai Rp 92 juta ke kas daerah.
Sementara itu, terkait temuan belanja barang dan jasa senilai Rp 77 juta, Inspektorat Aceh Tamiang sedang melakukan verifikasi. "Apabila hasil verifikasi menunjukkan adanya kelebihan pembayaran, maka Sekretaris DPRK harus memproses sesuai ketentuan berlaku dan menyetorkannya ke kas daerah," demikian bunyi laporan BPK.