kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Belajar dari Sarwoko, Bisa Panen Lele Ratusan Kilogram Tiap Hari

Belajar dari Sarwoko, Bisa Panen Lele Ratusan Kilogram Tiap Hari

Kamis, 10 Desember 2020 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Roni
Pembudidaya Lele, Sarwoko. [Foto: Roni/Dialeksis]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Masa pandemi bukan halangan untuk mencari rezeki. Itulah yang dilakukan Sarwoko, salah satu pembudidaya lele di Ajuen, Peukan Bada, Aceh Besar.

Pandemi Covid-19 tak mempengaruhi usaha ternak lele yang digelutinya. "Hasil panen lele kita saat ini, tingkat 200 hingga 300 kilogram, itu saya berani keluarkan setiap hari," jelas Sarwoko saat berkunjung ke Kantor Redaksi Dialeksis.com, Kamis (10/12/2020).

"Saya lagi ciptakan siklus, kita harus panen setiap hari. Untuk menciptakan siklus seperti itu maka kita harus punya banyak kolam dan setiap kolam umurnya harus berbeda," tambahnya.

Ia berujar, dalam usaha budidaya lele, perlu inovasi dan kerjasama membangun jaringan dengan pihak lain, agar usaha yang digeluti bisa bertumbuh dan berkembang menjadi lebih besar.

"Sebetulnya kalau kita hitung-hitung per hari, kita punya 30 kolam saja itu sudah bisa buat siklus panen lele tiap hari. Memang modal di awal sangat tinggi, terutama untuk kebutuhan pakan. Makanya perlu bekerjasama dengan perusahaan lain, jalin komunikasi bisnis yang baik," jelas Sarwoko.

"Kemudian ada pakan alternatif untuk lele misalnya yang dekat yaitu ikan hasil ikan tangkapan tengah laut yang jumlahnya banyak banget sehingga tidak terjual semua, ikan itu akan dijadikan pakan alternatif untuk lele. Kemudian, pakan alternatif lainnya itu usus, hati, kepala ayam yang tersisa di tempat pemotongan," tambahnya.

Sarwoko berujar, di awal pandemi memang terjadi penurunan harga dari Rp 18-20 ribu menjadi Rp 13 ribu per kilogramnya. Hal ini diakibatkan banyaknya rumah makan yang tutup karena belum diberlakukannya new normal.

"Sekarang pasar sudah kembali seperti biasa, alhamdulillah. Bahkan cenderung bagus, apalagi musim maulid nabi begini, ada beberapa daerah yang menjadi budaya kalau lele itu menjadi hidangan wajib. Untuk wilayah Meulaboh saja, itu minimal pengambilan 500 kilogram ke atas, hari ini persis di 800. Kemarin dulu hampir 1,5 ton," jelasnya.

Sarwoko menjelaskan, pada dasarnya ikan lele di Aceh itu arah pasar tidak akan pernah pergi ke Medan. Sebab menurutnya, kebutuhan ikan di Banda Aceh saja minimal 2 sampai 3 ton setiap hari.

"Yang terpenting sebenarnya pemerintah tidak mengunci pasar dan pergerakan orang-orang seperti di awal pandemi beberapa bulan lalu, insyaAllah perekonomian terutama di sektor budidaya lele ini akan jalan terus," jelasnya.

Pembudidaya lele sukses itu berharap, ke depan pemerintah kalau ada program ketahanan pangan yang cita-citanya untuk kedaulatan ekonomi, itu harus betul-betul direncanakan dengan cara yang baik dan benar, kemudian disalurkan dengan baik dan benar juga.

"Jangan manajemennya, ya maaf, tidak baik. segi transparannya juga jangan ada monopoli di situ. Karena harusnya program-program itu menyentuh masyarakat, tidak harus diberikan kepada orang seperti kami. Tetapi berikanlah itu kepada masyarakat yang memang perlu, butuh, mau, plus harus didampingin," jelas Sarwoko.

"Jangan semata-mata sudah dilepas program ini berarti sudah selesai urusan, nggak boleh juga begitu," tambahnya.

Kemudian Sarwoko juga berharap di Aceh ada pabrik pakan lele yang didukung oleh pemerintah untuk pengembangannnya.

"Ketika pakan itu tidak melalui distribusi yang panjang artinya kita akan murah di harga. Ketika murah di harga, petani secara otomatis membeli yang lebih murah. Yang saya tahu ada badan usaha milik gampong didaerah Bireuen, kalau bisa ya pemerintah dukung supaya lebih besar," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda