kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Bardan Sahidi: Rp 17 T APBA Dibagi 5 Juta Penduduk Harusnya Dapat Atasi Kemiskinan

Bardan Sahidi: Rp 17 T APBA Dibagi 5 Juta Penduduk Harusnya Dapat Atasi Kemiskinan

Kamis, 18 Februari 2021 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Alfi Nora

Anggota DPRA, Bardan Sahidi. [Foto: Instagram pribadi]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Data Badan Pusat Statisik (BPS) merilis data kemiskinan di seluruh Indonesia yang menempatkan Aceh sebagai provinsi termiskin di Pulau Sumatera dengan persentase 15,43 persen. Data tersebut berdasarkan hasil sensus yang dilakukan selama 2020.

Anggota DPR Aceh Fraksi PKS Dapil Aceh Tengah, Bardan Sahidi mengatakan, pandemi menjadi penyebab angka kemiskinan di Aceh meningkat. Namun Aceh lebih baik dari rata-rata nasional.

Menurutnya, Kepala Bappeda Aceh tak cukup referensi dan tak lengkap membaca data, sebagai pemerintah yang menangani hal itu.

Ia melanjutkan, selama Aceh dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (ABPA) serta Dana otonomi khusus (otsus) dana bagi hasil migas, dan Dana Tambahan Bagi Hasil (TDBH) Migas, angka kemiskinan di provisi ini tak kunjung turun.

"Tentunya ada yang salah dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan pembangunan di Aceh," ujar Bardan Sahidi dalam keterangan tertulis yang diterima Dialeksis.com, Kamis (18/2/2021).

Kata dia, Perencanaan pembangunan Aceh hilang fokus dan lokus. Tidak berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar masayarakat.

Misal, pembangunan talud penahan ombak jetty pemasangan batu gajah di sepanjang pantai apa korelasinya dengan penangulangan kemiskinan, dan pembanngunan embung.

"Dengan merusak bentangan alam mengambil batu gunung diangkut ke pantai. Sunnatullahnya ini menganggu lingkungan. Batu gunung dikeruk ketika hujan menyebabkan tanah longsor dan banjir. Embung untuk kawasan tadah hujan di area kawasan hutan yang rusak (deforestasi)," jelasnya.

Selain itu, munculnya usulan kegiatan pembangunan oleh pemerintah Aceh yang berorietasi pada proyek dengan keuntungan pada kelompok-kelompok tertentu, yang punya akses terhadap penguasa.

"Disparitas, kesenjangan sosial sangat tinggi di Aceh. Terlihat diantara rumah megah dengan gubuk, kendaraan mewah dengan sepeda tua pengais rezeki "sipapa" acap terlihat di sepanjang jalan," katanya.

"Tak hanya itu, menjamurnya pengemis dengan berbagai latar belakang sosial saban terlihat disepanjang pertokaan dan cafe di Kota Banda Aceh sebagai ibu kota provinsi Aceh," lanjutnya.

Bardan mengatakan, dengan dana 17 Triliyun lebih APBA bila dibagi dengan 5 juta jiwa penduduk Aceh di 23 kabupaten kota harusnya Aceh dapat mengatasi persoalan kemiskinan dan kesenjangan sosial.

"Berjalan tahun ke 4 RPJM Aceh ini lagi-lagi salah fokus dan lokus. di DPRA kami evaluasi kembali pelaksanaannya pada semua Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA)," tuturnya.

Ia menjelaskan, data pokok BPS Statistik adalah data akademis dari hasil sensus, demikian juga data dari Bank Indonesia (BI). Dari Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Kementerian Dalam Negeri RI masih juga menempatkan Aceh provinsi dengan laju pertumbahan ekonomi paling rendah dengan penduduk miskin paling tinggi di Sumatera.

"Demikian juga data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Investasi (BKPM) Aceh adalah daerah yang tidak ramah investasi. Saya meyakini data ini," ungkapnya.

Anggota DPRA itu menyarankan solusi dari persoalan tersebut, langkah kongkrit pemerintah harus evaluasi RPJM dan RAPBA 2022 dengan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan keluarga (income per kapita), ekonomi produktif UMKM dan Koperasi.


Keyword:


Editor :
Fira

riset-JSI
Komentar Anda