kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Azharul Husna: UU Perlindungan Anak Harus Segera Diterapkan

Azharul Husna: UU Perlindungan Anak Harus Segera Diterapkan

Selasa, 19 Oktober 2021 11:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : fatur

KontraS Aceh, Azharul Husna. [Foto: Ist]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - KontraS Aceh, Azharul Husna mengatakan, kasus pelecehan seksual di Aceh ini merupakan bukanlah barang baru lagi apalagi terhadap anak, Aceh ini sudah masuk dalam kategori urgent dalam kasus kekerasan seksual.

“Persoalan kasus kekerasan terhadap anak adalah merupakan satu hal, tapi soal dualisme hukum adalah hal yang lain. Karena di Aceh itu ada 2 hukum, ada Qanun Jinayat dan UU Perlindungan Anak (UU Nomor 35 Tahun 2014),” ucapnya kepada Dialeksis.com, Selasa (19/10/2021).

Lanjutnya, Kata Husna, yang jadi masalah pada pasal 70 Qanun Jinayat menyebutkan, yang mengenai dengan jarimah-jarimah itu menggunakan Qanun Jinayat, sedangkan kasus kekerasan seksual terhadap anak itu ada juga di Qanun Jinayat.

Sehingga, Kata Husna, yang dipakai itu adalah Qanun Jinayat bukan UU Perlindungan Anak.

“Nah yang menjadi Urgensinya apa? Cabut 2 pasal dalam Qanun Jinayat, Pasal 47 dan 50 mengenai pelecehan seksual terhadap anak dan pemerkosaan, kenapa harus di cabut, supaya kasus kekerasan seksual, utamanya terhadap anak itu menggunakan UU Perlindungan Anak,” ucap Husna.

Saat ini, Kata Husna, Qanun Jinayat sedang dalam proses revisi. “Tentu diharapkan semua pihak ikut mendukung, masalahnya kan ada mis-persepsi terhadap revisi qanun jinayat ini, sebagian orang, ketika meminta revisi qanun jinayat ini (Pencabutan Pasal 47 dan 50), orang menganggap kita tidak pro syariat Islam, padahal menggunakan UU Perlindungan Anak itu juga sangat syariat, kenapa? Dalam UU Pelindungan Anak itu sudah mengatur banyak hal,” jelasnya.

Husna menjelaskan, dalam UU Pelindungan Anak itu sudah mengatur pencegahan, sedangkan dalam Qanun Jinayat jika ada anak dibujuk rayu, diiming-imingkan, lalu terjadilah kekerasan seksual maka di Qanun Jinayat itu tidak ada aturan penyelesaiannya.

“Tapi di UU Perlindungan Anak itu ada, bahkan juga, di Qanun Jinayat juga tidak mengatur jika pelecehan seksual dilakukan oleh orang-orang terdekat, kan kita juga sudah banyak sekali melihat kasus-kasus kekerasan seksual di Aceh pelakunya itu adalah orang terdekat, seperti paman, ayah kandungnya, bahkan yang baru-baru ini adalah ayah nya kan. Lalu guru disekolah dan ditempat pengajian, di Qanun jinayat tidak di atur kalau orang-orang yang harus melindungi ini yang menjadi pelaku, jadi bagaimana hukumannya yang tidak ada pemberatan sama sekali, tapi justru di UU Perlindungan Anak ada hal yang mengatur tersebut,” jelasnya.

Lanjutnya, Kata Husna, di Qanun Jinayat juga tidak mengatur proses rehab kepada korban kekerasan seksual. Sedangkan di UU Pelindungan Anak itu sudah diatur dengan cukup baik.

“Jika ditanya apa yang harus dilakukan agar permasalahan ini bisa selesai, kita tidak tahu, tapi hal-hal seperti ini dilakukan yang merupakan upaya-upaya jika terjadi kasus kekerasan seksual. Kasus kekerasa seksual sudah lama sekali terjadi, bahkan sejak dulu sudah ada. Itulah mengapa aturan hukum, harusnya juga cepat mendapat penanganan yang kuat, inikan kejahatannya sudah sangat maju, tapi, peraturan hukum di kita masih ketinggalan sekali, di Qanun Jinayat itu tidak mengatur upaya preventif dan kuratif, makanya hal-hal seperti ini kita inginkan agar ini dipindahkan ke UU Perlindungan Anak yang mengatur secara komprehensif terhadap anak,” jelasnya.

Husna mengatakan, jika ada yang menanyakan jika moral masyarakat sudah hilang, ‘iya jawabannya’. “Jika orang tersebut memiliki moral yang baik, maka dia tidak akan melakukan hal itu, apalagi terhadap anak kandungnya sendiri,” ujarnya.

Selanjutnya, Kata Husna, sampai sejauh ini kita ketahui, sudah ketiga kalinya terjadi pembebasan pelaku kekerasan seksual di Aceh. “Ini sudah menjadi catatan buruk bagi kita semua terutama Aceh yang digaung sangat kuat akan Syariat Islam.

“Harapan besarnya, agar pemerintah Aceh segera cabut 2 pasal Qanun Jinayat (Pasal 47 dan 50), dan menggunakan UU Perlindungan Anak terhadap kasus pelecehan seksual terhadap anak,” pungkasnya. [ftr]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda