kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Azharul Husna dan Upaya Ajak Milenial Paham Isu HAM Melalui KontraS Aceh

Azharul Husna dan Upaya Ajak Milenial Paham Isu HAM Melalui KontraS Aceh

Minggu, 10 Januari 2021 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Elma
Azharul Husna. [For Dialeksis]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Menaungi Divisi Kampanye dan Advokasi selama dua tahun dua bulan di KontraS Aceh, wanita kelahiran 1990 ini terus berupaya membuka pikiran masyarakat terkait dengan isu Hak Asasi Manusia (HAM).

Dia adalah Azharul Husna. Memulai perjalanan dari bergabung di Koalisi Perempuan Indonesia (2014) di saat bersamaan juga mengikuti Sekolah HAM di KontraS Aceh dan perempuan yang akrab dipanggil Nana ini mulai belajar tentang HAM perempuan dan korban konflik.

Selanjutnya Nana bergabung di Relawan Perempuan Untuk Kemanusiaan (2016) yang bekerja di gampong pada kecamatan Nusam Antara, yang berfokus pada perempuan korban konflik.

"Trauma itu di depan mata kita lihat, makanya langsung terserap ke jiwa. Itu yang bikin bilang sama diri sendiri, oke, saya akan disini," ungkap Nana saat memutuskan akan berkecimpung dalam isu HAM, ketika diwawancara Dialeksis.com, Minggu (10/1/2021).

Saat menjadi relawan, Nana mengungkapkan bahwa banyak sekali belajar tentang korban konflik. Dari situ dia menyadari bahwa lingkup yang ia tangani begitu kecil karena sekadar di gampong. Bergabung di KontraS Aceh membuka harapan Nana untuk bekerja di lingkup yang lebih holistik.

"Lalu waktu itu KontraS buka kesempatan ya untuk terima staff, ya kakak masukin gitu. Alhamdulillah diterima," jelas Nana saat dirinya mencoba peruntungan baru di lingkup yang lebih luas.

KontraS Aceh bergerak pada isu yang lebih spesifik yaitu orang hilang dan korban tindak kekerasan. Selain itu juga membantu membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk Komisi Kebenaran Rekonsiliasi (KKR) Aceh dan mendorong beberapa regulasi.

"Dengan menggunakan regulasi untuk mengubah sebuah kondisi lebih terjamin, karena negara bertanggung jawab untuk itu. Misalnya nanti ada regulasi tentang korban konflik mendapatkan sesuatu, ini efeknya menyeluruh ya, bukan cuma gampong yang memperoleh itu," ujar Nana.

Menarik garis damai yang sudah 15 tahun jika dihitung sejak Agustus 2005 sampai Agustus 2020, membuat kampanye tentang isu HAM sulit dilakukan. Terutama masalah tentang jarak atau waktu. Yang mana, orang muda menangkap realitas saat ini berbeda dengan orang yang menangkap realitas saat konflik. Realitas membentuk pengetahuan dan persepsi terhadap sesuatu. Sehingga timbul perbedaan cara pandang dan pola pikir terhadap suatu fenomena.

"Nah, kita punya masalah kan tentang tentang waktu, gap yang dihasilkan dari itu. Sementara penyelesaian pelanggaran HAM itu gak bisa dibilang selesai karena ada banyak sekali janji-janji yang belum ditunaikan, yang paling besar kan pemenuhan untuk korban," jelasnya.

Isu HAM masih sering dianggap sebagai isu kuno atau lama. Padahal pelanggaran HAM tidak hanya terjadi di masa lalu, di masa yang sekarang juga masih terjadi. Contohnya, masih banyak anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan yang layak.

"Ada kebutuhkan untuk menyebarkan pengetahuan bahwa HAM itu nggak semata-mata berbicara tentang masa lalu, tetapi juga dekat dengan kita," ungkap Nana.

Kesulitan ini diatasi dengan mengemas dalam bentuk kreatif untuk mengampanyekan isu HAM di media sosial KontraS Aceh. Selain itu juga rutin diadakannya kegiatan diskusi Sabtuan dan Sekolah HAM oleh KontraS Aceh. Tujuannya untuk menumbuhkan kepekaan anak muda atau milenial terkait dengan isu HAM dan belajar dari pelanggaran HAM di masa lalu.

"Kalau kita anak-anak muda sudah paham ini dengan isu HAM, kita berharap jika negara membuat suatu kebijakan kita bisa lebih paham," lanjutnya.

Dari berbagai kampanye yang dilakukan, sudah banyak anak muda yang menunjukkan keberpihakan pada isu HAM. Dengan berinisiatif untuk berdikusi dan belajar lebih lanjut terkait dengan hal ini.

"Peka dulu deh dengan sekitar kita. Mengasah kepekaan itu penting. Apa yang terjadi di masa lalu berdampak pada hari ini. Misalnya sekarang, tingginya kekerasan seksual terhadap anak. Nah ini yang harus jadi fokus kita. Kalau bukan kita anak muda, siapa lagi," harap Nana.

Di akhir wawancara, Nana juga memaparkan bahwa jika ada anak muda atau siapa saja yang ingin berdiskusi terkait dengan isu HAM. KontraS Aceh membuka diri sebagai wadah untuk berbagi.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda