Beranda / Berita / Aceh / Aturan PJ Gubernur Harus Eselon I Tuai Masalah

Aturan PJ Gubernur Harus Eselon I Tuai Masalah

Minggu, 12 September 2021 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Asyraf

Direktur Jaringan Survei Inisiatif, Ratnalia Indriasari. [Foto: dialeksis.com]


DIALEKSIS. COM | Banda Aceh - Pemilu dan Pilkada serentak di 2024 sudah disepakati pemerintah bersama pihak terkait. Pelaksanaan pemilu hari pemungutan suara 21 Februari 2024. Hari pemungutan Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota seluruh wilayah NKRI akan dilaksanakan pada 27 November 2024. 

Sementara itu kekosongan kepala daerah akibat tidak diselenggarakannya Pilkada 2022 dan 2023 telah diatur dalam UU No.10 Tahun 2016 (UU Pilkada) . Bakal ada 271 dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota tidak memiliki kepala daerah definitif. 

Sementara itu persyaratan PJ Gubernur harus jabatan pimpinan tinggi madya atau eselon 1 sebagaimana diatur dalam pasal 201 ayat (10) Undang-undang No. 10 tahun 2016 (UU Pilkada).

Dalam penjelasan, penjabat ini memiliki masa jabatan satu tahun dan dapat diperpanjang satu tahun dengan orang yang sama atau berbeda. Sementara mekanisme penunjukan penjabat kepala daerah itu tidak dijelaskan rigit dalam UU.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Jaringan Survey Inisiatif (JSI) Ratnalia Indra sari menyebut aturan PJ gubernur harus eselon 1 menimbulkan problematik sebab akan ada PJ Gubernur yang menduduki jabatan lebih dari satu tahun disejumlah daerah. 

“Sebagaimana diketahui bahwa posisi jabatan eselon 1 umumnya berada di pusat, tentu bila pejabat eselon 1 tingkat pusat harus menduduki jabatan PJ gubernur selama lebih dari setahun (bahkan mungkin dua tahun) maka dikhawatirkan akan terjadi banyak kekosongan jabatan strategis di tingkat pusat. Hal ini tentu dapat berdampak pada jalannya tata kelola pemerintahan secara nasional. Hal ini belum lagi berbicara kecakapan pejabat tingkat pusat tersebut dalam memimpin dinamika level daerah, terutama daerah daerah post konflik di Indonesia,” jelas Ratnalia kepada Media, Minggu (12/9/2021).

Menurutnya perlu dipertimbangkan agar dibuat peraturan yang mengikat dalam rangka pengisian kekosongan jabatan ekses ketiadaan Pilkada 2022 dan Pilkada 2023.  

“Bahwa dalam keadaan tertentu, pemerintah pusat melalui kementerian dalam negeri dapat menunjuk pejabat eselon 2 di level provinsi untuk menjadi PJ Gubernur. Selain dalam rangka memastikan jalannya roda pemerintahan efektif di tingkat nasional, keberadaan pejabat eselon 2 di level provinsi yang menjabat Gubernur dapat mengefektifkan jalannya roda pemerintahan. Dikarenakan pejabat bersangkutan lebih memahami dinamika dan struktur pemerintahan di provinsi yang bersangkutan,” pungkasnya. 

Apabila skenario ini dijalankan, maka akan berdampak pada terganggunya kinerja pada Jabatan-jabatan Strategis di Tingkat Pusat dan Propinsi dan dapat terganggu pelayanan masyarakat.

Untuk mengantisipasi kekosongan jabatan strategis pada tingkat Pusat dan Propinsi perlu di cari solusi melalui revisi peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang ketentuan persyaratan dan kriteria Penjabat Kepala Daerah. 

Dimana membuka ruang kepala pejabat Utama TNI dan Polri serta Jabatan Fungsional Ahli Utama pada Tingkat Pusat dan Propinsi. Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi terganggu kinerja pemerintahan pada pusat dan propinsi. Terwujudnya program-program strategis Nasional di Daerah. [ASY]

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda